backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

3

Tanya Dokter
Simpan
Konten

Klamidia (Chlamydia)

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Widya Citra Andini · Tanggal diperbarui 21/02/2022

Klamidia (Chlamydia)

Definisi klamidia

Klamidia atau klamidiasis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri bernama Chlamydia trachomatis.

Penyakit ini bisa menyerang baik pria maupun wanita melalui kontak seksual.

Bakteri Chlamydia trachomatis dapat menginfeksi serviks (leher rahim), anus, saluran kencing, mata, dan tenggorokan.

Penyakit ini sebenarnya tidak terlalu sulit diobati jika langsung ditangani sejak awal.

Namun, jika dibiarkan, klamidia bisa menyebabkan masalah kesehatan serius.

Pasalnya, penyakit chlamydia bisa menyebabkan masalah pada sistem reproduksi wanita.

Akibatnya, wanita yang terserang chlamydia berisiko sulit hamil.

Seberapa umumkah klamidia?

Dilansir dari laman Planned Parenthood, kebanyakan orang yang terkena penyakit ini biasanya berusia 14-24 tahun.

Selain itu, klamidia 3 kali lebih umum terjadi daripada gonore (kencing nanah) dan 50 kali lebih umum dibandingkan dengan sifilis.

Jika Anda merasa bahwa Anda mungkin terinfeksi atau cukup berisiko segera konsultasikan ke dokter.

Tanda-tanda dan gejala klamidia

Infeksi klamidia termasuk ke dalam infeksi menular seksual yang jarang disadari.

Pasalnya, penyakit ini sering kali tidak menunjukkan tanda dan gejala di awal kemunculannya.

Tanda dan gejala klamidia biasanya muncul 1-2 minggu setelah terpapar infeksi.

Namun, gejala pun sering kali bersifat ringan dan hilang begitu saja sehingga tak begitu dihiraukan.

Adapun berbagai tanda dan gejala yang biasanya muncul akan berbeda pada pria dan wanita, berikut selengkapnya:

Gejala klamidia pada wanita

Cukup sulit bagi wanita untuk mengetahui apakah ia menderita klamidia atau tidak. Ini karena penyakit chlamydia pada wanita kebanyakan tidak menimbulkan gejala apapun.

Namun, jika gejala-gejala hadir, biasanya akan berupa:

  • Sakit perut bawah.
  • Keputihan yang jauh lebih banyak dari biasanya dengan warna yang cenderung kuning serta berbau busuk.
  • Perdarahan yang terjadi di antara siklus haid.
  • Demam ringan.
  • Sakit saat seks.
  • Perdarahan setelah berhubungan seks.
  • Rasa terbakar saat buang air kecil.
  • Buang air kecil lebih sering.
  • Pembengkakan di vagina atau sekitar anus.
  • Iritasi di rektum.

Gejala klamidia pada pria

Seorang pria bisa juga mengalami kesulitan dalam mengenali gejala penyakit ini.

Ketika gejala muncul, berikut adalah tanda-tanda yang bisa dilihat dari tubuh pria:

  • Rasa sakit dan terbakar saat buang air kecil.
  • Penis mengeluarkan cairan berupa nanah, cairan yang encer, atau putih dan kental seperti susu.
  • Testis bengkak dan nyeri saat ditekan.
  • Iritasi pada rektum.

Berbagai gejala ini tidak selalu muncul pada orang yang terinfeksi klamidia. Ada orang yang bahkan tidak memiliki gejala sama sekali.

Jika Anda mengalami satu atau lebih gejala, termasuk yang tidak disebutkan di atas, segera konsultasikan ke dokter.

Kapan saya harus periksa ke dokter?

Periksakan ke dokter jika Anda mengalami keluarnya cairan tak biasa dari vagina, penis, atau rektum.

Selain itu, segera konsultasikan ke dokter jika Anda sering merasa sakit ketika buang air kecil.

Jangan tunda untuk berkonsultasi ke dokter jika Anda atau pasangan mengalami berbagai tanda dan gejala klamidia seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Ccobalah untuk memeriksakan diri ke dokter jika Anda merasa berisiko tinggi terkena penyakit kelamin.

Tak perlu sungkan atau malu untuk memeriksakannya karena semakin cepat diketahui, semakin cepat pula penyakit tersebut ditangani.

Penyebab klamidia

Berikut beberapa penyebab klamidia:

1. Melalui hubungan seks

Klamidia adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis.

Infeksi ini dapat menyebar dengan mudah melalui seks vagina, oral, dan anal.

Seorang wanita tetap bisa terkena penyakit ini meski pasangannya tidak ejakulasi saat seks.

Pasalnya, tak hanya lewat air mani, bakteri juga terdapat dalam cairan praejakulasi.

Selain itu, jika sudah pernah memiliki infeksi ini, risiko untuk terkena kembali sangat mungkin.

Hal ini biasanya terjadi ketika Anda melakukan seks tanpa kondom dengan orang yang terinfeksi.

Karena penyakit ini sering kali tidak menunjukkan gejala, orang yang telah terinfeksi tanpa disadari bisa dengan mudah menularkan ke pasangannya.

2. Melalui kehamilan

Jika Anda adalah seorang ibu hamil yang mengidap klamidia, Anda juga dapat menyebarkan infeksi ini ke bayi saat melahirkan.

Penyakit ini nantinya bisa menyebabkan pneumonia atau infeksi mata serius pada buah hati Anda.

Oleh karena itu, jika seorang ibu memiliki klamidia selama kehamilan, diperlukan tes 3-4 minggu setelah perawatan untuk memastikan kondisinya.

Hal-hal yang tidak bisa menularkan klamidia

Masih banyak orang yang percaya bahwa penyakit menular seksual seperti klamidia bisa ditularkan melalui kontak fisik biasa, seperti bersalaman atau menyentuh pasien.

Hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Penting untuk diingat bahwa penyakit kelamin ini tidak dapat ditularkan melalui:

  • Dudukan toilet yang telah digunakan oleh orang yang terinfeksi.
  • Berbagi sauna dengan orang yang terinfeksi.
  • Berbagi kolam renang yang sama dengan orang yang terinfeksi.
  • Berbagi makanan dan minuman yang sama.
  • Ciuman, pelukan, dan pegangan tangan.
  • Permukaan yang sebelumnya disentuh oleh orang yang terinfeksi.
  • Berdiri di dekat orang yang terinfeksi dan menghirup udara setelah mereka batuk atau bersin.

Faktor-faktor risiko klamidia

Penyakit klamidia bisa menyerang siapa saja. Namun, Anda akan berisiko tinggi terkena klamidia jika:

  • Aktif secara seksual sebelum berusia 25 tahun.
  • Sering berganti-ganti pasangan seks.
  • Tidak menggunakan kondom setiap kali berhubungan seks dengan pasangan yang berbeda.
  • Memiliki riwayat penyakit kelamin.

Untuk mengurangi risiko, sebaiknya praktikkan seks yang aman dan lakukan tes secara rutin.

Komplikasi klamidia

Selain menyebabkan infertilitas, klamidia juga dapat menyebabkan beberapa komplikasi penyakit, seperti:

1. Radang panggul

Radang panggul atau pelvic inflammatory disease terjadi ketika bakteri menyebar dan meninginfeksi serviks, rahim, saluran tuba, dan ovarium.

Radang panggul bisa membuat seseorang menjadi tidak subur, mengalami nyeri panggul kronis, dan hamil anggur.

2. Epididimitis

Epididimitis adalah kondisi saat saluran belakang testis yang membawa sperma menuju uretra meradang.

Peradangan ini muncul akibat infeksi bakteri chlamydia yang akhirnya menyebabkan demam, pembengkakan, dan nyeri pada skrotum.

3. Prostatitis

Prostatitis atau infeksi kelenjar prostat adalah kondisi saat bakteri klamidia mulai masuk dan menyerang prostat.

Hal ini mengakibatkan seseorang akan merasa nyeri saat berhubungan seks, demam, meriang, sakit saat kencing, dan nyeri punggung bawah.

4. Infeksi menular seksual lainnya

Orang yang sudah terkena chlamydia biasanya berisiko lebih tinggi terkena infeksi menular seks lainnya seperti gonore, sipilis, hingga HIV.

Oleh karena itu, segera periksakan ke dokter jika Anda memang berisiko tinggi dan mengalami berbagai gejala tak biasa beberapa waktu belakangan.

5. Infertilitas

Chlamydia bisa menyebabkan jaringan parut dan sumbatan pada tuba falopi.

Kondisi ini membuat seorang wanita bisa mengalami kesulitan untuk memiliki anak.

Oleh katena itu, pengobatan dini sangat diperlukan untuk mencegah hal ini terjadi.

6. Arthritis reaktif

Arthritis reaktif adalah kondisi saat sendi terasa nyeri dan bengkak akibat infeksi di bagian lain pada tubuh.

Penyakit yang dikenal dengan istilah sindrom Reiter ini juga menyerang mata dan uretra, yaitu tabung yang membawa urine dari kandung kemih ke luar tubuh Anda.

Diagnosis klamidia

Informasi yang diberikan bukanlah pengganti nasihat medis. SELALU konsultasikan pada dokter Anda.

Tes skrining kesehatan kelamin tahunan perlu dilakukan jika Anda berusia di bawah 25 tahun dan aktif secara seksual.

Namun, jika usia Anda di atas 25 tahun, tes perlu dilakukan bila Anda memiliki lebih dari satu pasangan seks dan faktor risiko lainnya.

Berikut berbagai skrining dan tes yang dilakukan untuk mendiagnosis klamidia, yaitu:

1. Tes urine

Tes urine dilakukan dengan mengambil sampel urine, kemudian dianalisis di laboratorium.

Jika Anda memiliki penyakit chlamydia, tes akan menunjukkan hasil positif.

2. Tes swab

Tes swab (usap) biasanya dilakukan pada pria dan wanita untuk mendeteksi penyakit kelamin.

Pada wanita, tes ini dilakukan dengan mengambil sampel cairan dari serviks untuk dilihat keberadaan bakteri di dalamnya.

Sementara pada pria, dokter biasanya akan mengambil sampel cairan dari ujung penis.

Cairan ini bisa diteliti karena berasal dari uretra, tempat di mana bakteri klamidia biasanya menginfeksi.

Selain itu, dalam beberapa kasus, dokter juga akan mengambil sampel cairan dari anus.

Jika Anda pernah menjalani pengobatan awal infeksi klamidia, Anda harus menjalani tes ulang dalam waktu sekitar 3 bulan setelahnya.

Pengobatan klamidia

Klamidia dapat diobati dengan antibiotik. Dokter akan menyesuaikan dosis obat dengan keparahan kondisi Anda.

Biasanya, antibiotik yang diberikan berbentuk pil. Dosis yang diberikan bisa satu kali setiap hari atau beberapa kali sehari dalam 5-10 hari.

Berikut beberapa jenis obat untuk menangani penyakit klamidia:

1. Doxycycline

Doxycycline menjadi antibiotik yang biasanya diresepkan dokter pada pasien. Pastikan untuk menghabiskan antibiotik sesuai anjuran dokter.

Hal ini dilakukan untuk mencegah Anda terkena infeksi kembali dan bakteri resisten terhadap antibiotik.

Selain doxycycline, dokter biasanya memiliki beberapa alternatif antibiotik terutama untuk wanita hamil.

Ini karena doxycycline atau tetracycline bisa menyebabkan masalah perkembangan tulang dan gigi bayi.

Azithromycin termasuk salah satu obat yang terbukti aman dan efektif untuk wanita hamil.

Dalam beberapa kasus, doxycycline dapat menimbulkan efek samping berupa ruam kulit saat terpapar sinar matahari.

2. Antibiotik lain

Berikut ini beberapa antibiotik alternatif yang juga direkomendasikan oleh Centers Disease for Control and Prevention untuk mengobati klamidia, yaitu:

Sebagian orang biasanya akan mengalami berbagai efek samping ringan setelah minum antibiotik, seperti:

  • Diare
  • Sakit perut
  • Masalah pencernaan
  • Mual

Dalam kebanyakan kasus, infeksi biasanya akan sembuh dalam waktu satu sampai dua minggu.

3. Hindari berhubungan seks untuk sementara waktu

Selama waktu pengobatan itu, Anda bisa tidak diperbolehkan berhubungan seks untuk mencegah penyebarannya.

Dokter juga akan menyarankan pasangan Anda untuk mendapatkan pengobatan yang sama meski tidak memiliki gejala.

Jika tidak, infeksi bisa bolak balik muncul pada tubuh Anda dan pasangan.

Namun, meski klamidia telah diobati, tubuh tidak kebal terhadap bakteri ini.

Artinya, setelah sembuh, Anda masih bisa terinfeksi lagi di masa mendatang jika terus melakukan hal yang berisiko menyebabkan penyakit chlamydia.

Pengobatan klamidia di rumah

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, klamidia disebabkan oleh infeksi bakteri.

Itu sebabnya, satu-satunya obat yang cocok untuk mengobati chlamydia yaitu antibiotik.

Namun, ada beberapa pengobatan alternatif yang diduga mampu membantu meringankan gejala.

Berikut berbagai pengobatan rumahan yang bisa Anda coba untuk meringankan gejala klamidia:

1. Melakukan diet sehat

Meski memang belum terbukti, Anda bisa mengurangi gejala klamidia dengan melakukan diet sehat.

Biasanya, makanan yang dianjurkan dalam perawatan penyakit ini yaitu buah, sayur, dan probiotik.

Berbagai makanan ini memang tidak akan menyembuhkan klamidia.

Akan tetapi, makan makanan tersebut diharapkan bisa menjaga sistem kekebalan tubuh agar tetap kuat untuk melawan infeksi.

Selain itu, makanan yang mengandung probiotik juga membantu melindungi usus dan meminimalisir efek samping antibiotik pada saluran pencernaan Anda.

Oleh karena itu, tak ada salahnya untuk melakukan diet sehat demi kondisi tubuh yang lebih baik.

2. Minum suplemen echinacea

Echinacea adalah tanaman yang banyak digunakan untuk membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Selain itu, tanaman ini juga mampu mengatasi berbagai infeksi dari mulai flu hingga luka pada kulit.

Namun, kandungan antiradang didalamnya dipercaya mampu membantu mengurangi gejala klamidia.

Akan tetapi, pastikan untuk berkonsultasi  ke dokter terlebih dahulu.

Pencegahan klamidia

Berikut berbagai cara yang bisa dilakukan untuk mencegah infeksi akibat klamidia:

1. Menggunakan kondom

Kondom merupakan salah satu benda yang bisa melindungi Anda dari penyebaran penyakit kelamin termasuk klamidia.

Kondom berfungsi untuk mencegah perpindahan bakteri melalui cairan vagina dan air mani antarpasangan.

Oleh karena itu, usahakan untuk menggunakannya dengan benar setiap kali berhubungan seksual.

2. Membatasi jumlah pasangan seks

Memilki banyak pasangan seks membuat Anda sangat berisiko tertular infeksi kelamin.

Untuk itu, cobalah untuk berkomitmen pada diri untuk hanya setia pada satu pasangan.

3. Menghindari douching

Douching adalah teknik mencuci vagina dengan menyemprotkan larutan khusus ke dalam saluran vagina.

Teknik ini biasanya dilakukan dengan alat khusus berbentuk kantong dan selang.

Larutan yang dipakai dalam douching ini terbuat dari campuran air, cuka, dan baking soda.

Namun, sekarang ini banyak larutan douche yang mengandung parfum dan bahan kimia lainnya.

Douching sangat tidak dianjurkan karena bisa mengurangi jumlah bakteri baik yang ada di vagina.

Hal ini membuat vagina lebih rentan terkena infeksi.

4. Melakukan tes secara rutin

Jika Anda berisiko tinggi terhadap infeksi menular seksual ini misalnya sangat aktif secara seksual, lakukan tes secara rutin.

Dengan begitu, Anda bisa terus memantau kondisi dan melakukan pengobatan dini jika memang diperlukan.

Bila ada pertanyaan, konsultasikanlah dengan dokter untuk solusi terbaik masalah Anda.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Widya Citra Andini · Tanggal diperbarui 21/02/2022

advertisement iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

advertisement iconIklan
advertisement iconIklan