backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Ketahui Gejala, Penyebab, dan Cara Penanganan Cedera Kepala Berat

Ditinjau secara medis oleh dr. Carla Pramudita Susanto · General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


Ditulis oleh Ihda Fadila · Tanggal diperbarui 02/12/2021

    Ketahui Gejala, Penyebab, dan Cara Penanganan Cedera Kepala Berat

    Mengalami cedera kepala berat tak boleh Anda sepelekan. Jika tak segera mendapat penanganan, kerusakan otak yang serius bisa terjadi. Oleh karena itu, mengenali gejala, penyebab, dan cara mengatasi cedera kepala berat sangat penting bagi Anda.

    Apa itu cedera kepala berat?

    Cedera kepala berat adalah bentuk trauma kepala yang parah.

    Umumnya, ini terjadi ketika kepala mendapat benturan yang sangat keras hingga menyebabkan gangguan pada fungsi otak yang cukup berat.

    Seringkali, cedera kepala yang parah menimbulkan memar, jaringan robek, perdarahan, tulang tengkorak yang retak akibat benda yang menembus, dan kerusakan fisik lainnya pada otak.

    Kondisi ini pun selalu diikuti dengan hilang kesadaran atau tidak dapat merespon rangsangan dalam beberapa waktu.

    Pada kondisi yang sangat parah, cedera di bagian kepala bisa menimbulkan koma hingga kematian.

    Apa tanda dan gejala cedera kepala berat?

    cedera kepala

    Seperti cedera kepala ringan, trauma kepala berat juga menimbulkan sejumlah gejala terkait fisik, kognitif, dan mental. Hanya saja, gejala yang timbul pada cedera kepala berat lebih parah.

    Adapun beberapa gejala mungkin muncul segera setelah benturan terjadi. Sementara yang lainnya timbul beberapa jam atau hari setelah kejadian.

    Berikut adalah beberapa tanda dan gejala dari cedera kepala berat yang umum timbul.

    • Hilang kesadaran selama beberapa menit hingga jam atau bahkan koma.
    • Kebingungan.
    • Tidak bisa terbangun dari tidur.
    • Sakit kepala terus menerus atau yang semakin memburuk.
    • Kejang.
    • Tidak bisa bicara atau bicara cadel.
    • Mual atau muntah berkali-kali.
    • Pelebaran salah satu atau kedua pupil mata.
    • Keluarnya darah atau cairan dari telinga atau hidung.
    • Hilang ingatan (amnesia).
    • Memar atau pembengkakan di sekitar mata atau telinga.
    • Sulit berjalan atau hilangnya koordinasi tubuh.
    • Hilang pendengaran atau penglihatan ganda.
    • Kelemahan atau mati rasa di jari tangan dan kaki.
    • Agitasi, sikap agresif, atau perilaku tidak biasa lainnya.

    Apa penyebab cedera kepala berat?

    Cedera kepala berat terjadi karena adanya benturan, pukulan, atau hantaman yang sangat keras ke arah kepala.

    Adapun penyebabnya bisa beragam. Berikut adalah beberapa kondisi yang bisa menyebabkan cedera kepala berat.

    • Kecelakaan kendaraan bermotor, baik itu saat mengendarai kendaraan atau tertabrak sebagai pejalan kaki.
    • Jatuh.
    • Cedera saat olahraga.
    • Kekerasan fisik, seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan anak, luka tembak, atau sindrom bayi terguncang (shaken baby syndrome).
    • Ledakan bahan peledak atau cedera saat bertempur, terutama pada anggota militer, seperti pukulan keras langsung ke arah kepala atau peluru yang menembus kepala.

    Bagaimana dokter mendiagnosis kondisi ini?

    Ct Scan Tulang Belakang Lumbosakral

    Melansir laman NHS Inform, seseorang yang mengalami cedera kepala berat berisiko terhadap kerusakan atau cedera otak.

    Adapun pada kondisi yang parah, konsekuensi ini bisa terjadi dan memburuk dengan cepat tanpa pengobatan.

    Oleh karena itu, dokter perlu menilai dan mendiagnosis kondisi ini dengan cepat untuk menentukan pengobatan yang tepat.

    Berikut adalah beberapa tes pemeriksaan yang umum dokter lakukan untuk keperluan diagnosis cedera kepala berat.

    • CT scan kepala. Tes ini sering dilakukan segera setelah cedera terjadi untuk mendapat gambar otak secara detail. Dengan tes ini, dokter dapat mengetahui apakah ada patah tulang, perdarahan otak, pembekuan darah (hematoma), atau jaringan otak yang memar atau bengkak.
    • MRI. Tes ini sering dilakukan begitu pasien sudah lebih stabil untuk mengetahui kondisi otak, terutama bila gejala tidak membaik.
    • Glasgow coma scale (GCS). Tes ini untuk menilai apakah cedera kepala ringan atau berat dengan rentang skor 3-15. Skor yang lebih tinggi berarti cedera hanya ringan.

    Jika cedera kepala Anda parah, tim medis akan memantau, memeriksa, dan menilai ulang kondisi Anda secara ketat.

    Bagaimana cara mengatasi cedera kepala berat?

    Cedera kepala parah umumnya merupakan kondisi yang darurat. Oleh karena itu, penderitanya perlu segera mendapatkan penanganan medis untuk mengurangi risiko komplikasi.

    Berikut adalah beberapa bentuk penanganan untuk mengatasinya.

    Pertolongan pertama

    Pertolongan pertama pada cedera kepala sangat penting untuk memastikan orang tersebut memiliki oksigen dan suplai darah yang memadai, menjaga tekanan darah, serta mencegah cedera lebih lanjut.

    Berikut adalah langkah-langkahnya.

    • Memeriksa jalan napas.
    • Cardiopulmonary resuscitation (CPR) mungkin akan dilakukan.
    • Menstabilkan leher dan tulang belakang dengan alat penyangga leher (neck brace).
    • Menghentikan perdarahan yang parah.
    • Mengobati luka luar atau goresan yang timbul.
    • Memberikan obat pereda nyeri jika merasa sangat kesakitan.
    • Memasang belat atau gips untuk mengembalikan posisi tulang yang patah.

    Pemantauan

    Penderita cedera kepala berat umumnya perlu tinggal beberapa lama di rumah sakit agar tim medis dapat memantau kondisinya.

    Berikut adalah beberapa hal yang akan tim medis pantau saat pasien di rumah sakit.

  • Tingkat kesadaran.
  • Ukuran pupil dan seberapa baik responnya terhadap cahaya.
  • Gerakan kaki dan tangan.
  • Pernapasan.
  • Detak jantung.
  • Tekanan darah,
  • Suhu.
  • Tingkat oksigen dalam darah.
  • Obat-obatan

    Obat-obatan juga mungkin akan dokter berikan setelah cedera terjadi. Tergantung kondisi masing-masing penderita, berikut obat yang mungkin dokter berikan.

    • Obat antikejang jika mengalami kejang.
    • Diuretik. Obat ini untuk mengurangi jumlah cairan dalam jaringan untuk mengurangi tekanan di otak.

    Pembedahan

    Tindakan operasi atau pembedahan mungkin perlu dilakukan untuk mengurangi kerusakan pada jaringan otak.

    Biasanya, tindakan operasi diperlukan pada kondisi cedera kepala berat di bawah ini.

    • Perdarahan otak, seperti perdarahan subarachnoid, untuk menghentikan perdarahan.
    • Adanya gumpalan darah di otak (hematoma), seperti hematoma subdural, untuk mengeluarkan gumpalan darah yang menekan otak.
    • Memar di otak karena bisa berkembang menjadi gumpalan darah.
    • Patah tulang tengkorak untuk memperbaiki patahan tulang dan menghilangkan potongan tulang yang menembus otak.
    • Otak bengkak, untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak dengan mengeringkan cairan serebrospinal yang berlebih atau membuat jendela di tengkorak.

    Rehabilitasi

    Rehabilitasi atau terapi juga dibutuhkan untuk membantu meningkatkan kemampuan dalam menjalani aktivitas sehari-hari setelah cedera dan pengobatan.

    Jenis terapi tersebut bisa beragam, termasuk terapi okupasi, fisik, wicara dan bahasa, neuropsikologis, dan sebagainya.

    Apa komplikasi yang mungkin timbul dari cedera kepala berat?

    bekas operasi usus buntu

    Komplikasi bisa terjadi segera atau setelah cedera kepala parah. Berikut berbagai macam komplikasi yang mungkin timbul.

    • Koma.
    • Status vegetatif, yaitu kondisi ketika seseorang tidak sadar akan sekitarnya, tetapi ia masih membuka mata, membuat suara, merespon refleks, atau bergerak.
    • Mati otak.
    • Kejang.
    • Hidrosefalus.
    • Infeksi otak.
    • Kerusakan pembuluh darah.
    • Sakit kepala parah yang berulang.
    • Vertigo.
    • Gejala akibat kerusakan saraf kranial, seperti perubahan fungsi indera atau kelumpuhan pada wajah-wajah otot.
    • Masalah kognitif, seperti gangguan memori, belajar, berpikir, dan konsentrasi.
    • Gangguan komunikasi, seerti afasia, agrafia, apraksia, agnosia, atau masalah dengan membaca, menulis, bekerja, dan sebagainya.
    • Masalah perilaku.
    • Gangguan mental, seperti depresi, mood swings, kecemasan, dan sebagainya.
    • Gangguan fungsi sosial, seperti sulit menjalin pertemanan.
    • Penyakit saraf degeneratif, seperti penyakit Parkinson atau Alzheimer.

    Jika ada pertanyaan lebih lanjut atau kondisi tertentu yang Anda alami, jangan ragu untuk segera memeriksakan diri kepada dokter.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Carla Pramudita Susanto

    General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


    Ditulis oleh Ihda Fadila · Tanggal diperbarui 02/12/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan