Kondisi kesehatan lansia seiring waktu akan menurun. Oleh karena itu, tidak jarang timbul berbagai penyakit pada lansia dan perlu mengonsumsi obat secara rutin. Tujuannya, untuk mengelola gejala, sekaligus mencegah keparahan penyakit. Lantas, penyakit apa saja yang umumnya menyerang lansia dan apa obat yang sering dokter resepkan? Kemudian, bagaimana panduan aman penggunaan obat pada lansia? Yuk, simak ulasannya berikut ini!
Jenis penyakit dan obat yang umum untuk lansia
Semakin bertambah tua, fungsi tubuh juga akan mengalami penurunan. Kondisi tubuh juga semakin memburuk jika gaya hidup yang Anda terapkan tidak sehat, sehingga membuat risiko berbagai penyakit semakin meningkat.
Penyakit atau masalah kesehatan yang umumnya lansia miliki, Anda kenal dengan istilah penyakit degeneratif. Penyakit ini terdiri dari penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, dan kanker.
Nah, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, penyakit yang umum menyerang dan penggunaan obat untuk mengatasi kondisi tersebut pada lansia di Indonesia, di antaranya:
1. Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Persentase hipertensi pada lansia di Indonesia mencapai 63,5 persen. Penyebab tingginya kasus hipertensi tersebut adalah berkurangnya fleksibilitas pembuluh arteri seiring waktu dan menurunnya kemampuan tubuh dalam mengatur kadar natrium (garam).
Kondisi ini membuat tubuh menahan cairan ekstra dan meningkatkan jumlah darah yang harus jantung pompa sehingga tekanannya menjadi semakin tinggi. Jika sedari muda, Anda suka mengonsumsi makanan tinggi garam dan memiliki berat badan berlebihan, risiko hipertensi pada usia tua akan semakin tinggi.
Agar tekanan darah selalu terkontrol, dokter akan meresepkan obat sekaligus aturan penggunaan obat pada lansia. Obat tekanan darah tinggi yang biasanya lansia minum, meliputi:
- Obat diuretik. Pil air berguna untuk membantu ginjal menghilangkan natrium dan air dari tubuh. Obat golongan ini yang biasanya lansia gunakan adalah chlorthalidone atau hydrochlorothiazide (Microzide).
- ACE inhibitor. Obat untuk mengendurkan pembulouh darah dengan menghalangi pembentukan bahan kimia alami yang mempersempit pembuluh darah. Obat hipertensi kelas ini yang biasanya lansia minum adalah lisinopril (Prinivil, Zestril), benazepril (Lotensin), dan captopril.
- Calcium channel blockers. Obat ini membantu mengendurkan otot-otot pembuluh darah dan memperlambat detak jantung. Obat yang umum digunakan adalah amlodipine dan diltiazem.
2. Radang sendi
Peradangan pada sendi atau lutut, yakni rematik dan osteoarthritis juga menjadi penyakit yang umum menyerang lansia, dengan presentasi sebesar 18 persen. Penyebab rematik pada lansia tidak diketahui secara pasti, tapi kondisi ini melibatkan sistem imun yang menyerang selaput keras yang membungkus lapisan sendi.
Sementara penyebab osteroarthritis adalah kerusakan pada tulang rawan yang ada pada sendi, yang menimbulkan rasa nyeri akibat gesekan langsung antar tulang. Penggunaan obat untuk mengatasi masalah kesahatan pada lansia ini, meliputi:
- Obat pereda nyeri, seperti acetaminophen atau ibuprofen, yang boleh lansia minum ketika gejala muncul.
- Obat kortikosteroid untuk mengurangi peradangan dan menekan sistem imun, seperti prednison (Prednisone Intensol, Rayos) dan kortison (Cortef). Kortikosteroid bisa berbentuk pil maupun cairan yang dokter berikan lewat suntikan.
3. Diabetes
Selain tekanan darah yang tinggi, lansia juga kerap kali mengalami kadar gula darah tinggi. Jika tubuh sudah kesulitan dalam mengatur kadar gula darah, ini merupakan penyakit diabetes. Di Indonesia, lansia pengidap diabetes kasusnya mencapai 5,7 persen. Biasanya kondisi ini terjadi akibat keseringan mengonsumsi makanan tinggi gula.
Selain mengubah gaya hidup jadi lebih sehat, penggunaan obat juga pada lansia juga diperlukan untuk mengelola gejala diabetes. Beberapa obat yang dokter biasanya resepkan adalah metformin atau suntik insulin.
4. Penyakit jantung
Hipertensi yang tidak terkendali bisa meningkatkan risiko penyakit jantung pada lansia. Apalagi penerapan gaya hidup yang buruk sedari muda, juga bisa membuat penumpukan plak pada pembuluh darah sehingga menggaggu sirkulasi darah ke jantung.
Lansia dengan penyakit jantung perlu minum obat, agar kondisi jantung dan pembuluh darah di sekitarnya tidak semakin memburuk. Jika Anda tidak, penyakit jantung bisa menimbulkan komplikasi seperti serangan jantung.
Penggunaan obat pada lansia dengan penyakit jantung tidak berbeda jauh dengan pasien hipertensi. Hanya saja, ada beberapa obat penyakit jantung tambahan, seperti:
- Antikoagulan. Obat yang berfungsi untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah, contohnya obat heparin atau warfarin.
- Antiplatelet. Obat ini bertugas untuk mencegah trombosit darah saling menempel, contohnya clopidogrel, dipyridamole, dan prasugrel.
- Beta-blocker. Obat yang dapat mengatur ritme jantung kembali normal, contoh bisoprolol atau acebutolol.
- Obat penurun kolesterol. Kolesterol tinggi menyebabkan plak pada jantung terus terbentuk, sehingga dokter akan meresepkan obat ini pada pasien penyakit jantung. Contoh obatnya adalah simvastatin atau fluvastatin.
5. Stroke
Hipertensi dan penyakit jantung yang terus bertambah buruk bisa menyebabkan penyakit stroke. Kondisi ini menyebabkan sel-sel otak tertentu mati, sehingga fungsi tubuh tertentu akan mengalami gangguan.
Saat serangan stroke terjadi, pasien akan menerima perawatan darurat dengan penyuntikkan obat ateplase dalam kurun waktu 4,5 jam setelah gejala pertama muncul. Pada beberapa kasus dokter mungkin akan melakukan proses pengobatan lewat teknik pembedahan lebih lanjut.
Setelahnya, lansia akan menjalani rawat jalan dan perlu meminum obat yang sama dengan pasien pengidap hipertensi dan penyakit jantung
Panduan penggunaan obat pada lansia
Agar efektivitas obat dapat lansia dapatkan, penggunaan obat harus berhati-hati. Penting memerhatikan lansia tidak boleh melewatkan atau mengonsumsi lebih dari dosis yang dokter anjurkan. Namun, aturannya tidak hanya itu saja. Agar lebih jelas, berikut panduannya.
1. Awasi lansia ketika minum obat
Jangan biarkan lansia minum obat sendiri karena tindakan ini bisa sangat berisiko. Sebagai contoh, lansia salah membaca dosis obat sehingga takarannya tidak sesuai atau lupa minum obat karena sudah pikun.
Kelebihan atau kekurangan dosis dapat membuat obat tidak bekerja efektif, bisa jadi menimbulkan efek samping yang membahayakan jiwa. Oleh karena itu, keberadaan Anda sebagai anggota keluarga dalam merawat lansia atau perawat lansia sangat dibutuhkan.
Agar tidak lupa, Anda bisa mengandalkan aplikasi ponsel untuk membuat jadwal minum obat sekaligus pengingat. Selain itu, keberadaan Anda sebagai pengawas juga dapat mencegah lansia berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter atau membaginya dengan orang lain.
Jika Anda menghadapi masalah, seperti lansia menolak untuk minum obat, jangan ragu untuk konsultasi ke dokter. Jangan menuruti keinginannya ini, karena bisa berdampak buruk bagi kesehatannya kelak.
2. Pindahkan dalam wadah bersih
Wadah plastik yang umum memiliki aturan pemakaiannya tertera pada permukaan plastik. Nah, gesekan pada plastik bisa membuat label obat menjadi pudar, sehingga nantinya akan menyulitkan untuk mengetahui informasi dari obat tersebut.
Jadi, akan lebih baik jika obat tersebut Anda pindahkan dalam wadah bersih. Kemudian, buat kembali informasi obat pada bagian depan wadah dengan kertas label dan lapisi dengan selotip agar tidak hilang terkena gesekan atau air. Simpan obat di tempat yang bersih dan jauh dari jangkauan anak-anak.
Agar tidak lupa, buat catatan ulang mengenai informasi obat yang dokter resepkan. Sewaktu-waktu catatan ini bisa membantu Anda ketika wadah obat rusak.
3. Perhatikan efek samping
Penggunaan obat pada lansia tidak lepas dengan efek samping, baik itu ringan atau parah. Untuk mengetahuinya, Anda bisa menanyakan langsung pada dokter. Lalu, perhatikan juga bagaimana kondisi lansia, kakek, nenek atau anggota keluarga setelah mengonsumsi obat.
Jika menimbulkan efek samping yang mengkhawatirkan, jangan ragu konsultasi ke dokter. Dokter mungkin akan mempertimbangkan obat lain dengan khasiat sama tapi efek samping lebih rendah pada lansia.
[embed-health-tool-bmi]