backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

TB MDR, Kondisi saat Pengidap TBC Kebal Obat Antibiotik

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Satria Aji Purwoko · Tanggal diperbarui 25/07/2022

TB MDR, Kondisi saat Pengidap TBC Kebal Obat Antibiotik

Obat antibiotik tertentu digunakan untuk mengobati tuberkulosis (TBC). Namun, pada beberapa kondisi, TB mungkin tidak merespons pengobatan yang kondisinya dikenal sebagai TB MDR (multiple drug resistant).

Simak penyebab dan langkah pengobatannya berikut ini.

Apa itu TB MDR (multiple drug resistant)?

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pasien harus disiplin menjalani pengobatan untuk mencegah munculnya TB MDR. 

TB MDR (multiple drug resistant) adalah kondisi ketika pasien TB mengalami resistansi atau kebal obat antibiotik. Ini mungkin terjadi akibat pasien tidak mematuhi aturan minum obat TBC dengan benar.

Kondisi resistensi antibiotik menandakan bakteri tidak lagi terpengaruh dengan reaksi antibiotik. Akibatnya, obat-obatan tidak lagi mempan untuk menyembuhkan infeksi bakteri. 

TB MDR ditandai dengan memburuknya gejala tuberkulosis, seperti batuk terus-menerus, batuk berdarah, sesak napas, demam ringan, dan berkeringat pada malam hari.

Ketika seseorang resisten terhadap obat antituberkulosis, pengobatan jadi lebih kompleks dan butuh waktu yang lebih lama untuk sembuh. Pengobatan untuk TB resisten obat juga punya risiko efek samping yang lebih berat.

Pasien yang terkena TB MDR biasanya kebal pada obat TBC lini pertama, seperti isoniazid (INH) dan rifampisin. Kedua antibiotik ini bekerja paling efektif menghentikan infeksi bakteri penyebab tuberkulosis. 

Namun, tidak menutup kemungkinan bila pasien juga bisa resisten terhadap obat-obatan lini pertama lainnya, seperti etambutol, streptomisin, dan pirazinamid. 

Seberapa umum kondisi ini?

TB MDR merupakan masalah kesehatan yang masih jadi ancaman serius. Di negara-negara berkembang, terutama daerah di mana TBC tergolong umum, kasusnya cukup tinggi.

Sebuah studi dalam jurnal Tropical Diseases Travel Medicine and Vaccines (2016) menemukan ada sebanyak 4,1% kasus kebal obat tuberkulosis yang muncul pertama kali.

Di samping itu, ada 19% kasus tuberkulosis MDR yang berkembang dari TBC biasa. Ada pula 240.000 kasus kematian akibat resistansi obat TB pada tahun yang sama.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga melaporkan kasus resistensi obat TBC telah terjadi di 117 negara, dengan kasus tertinggi terjadi di Tiongkok, India, dan Rusia.

Tingginya jumlah pengidap TB resisten obat dipicu berbagai macam faktor, termasuk metode pengobatan yang kurang memadai dan pasien yang lalai menjalani pengobatan.

Tanda dan gejala TB MDR

gejala tb mdr

Munculnya resistensi obat ditandai dengan kondisi kesehatan pasien TB yang tak kunjung membaik dan bahkan bisa bertambah parah sekalipun telah menjalani pengobatan antituberkulosis.

Kemungkinan lainnya, TB resisten obat terjadi saat penyakit tuberkulosis kambuh kembali dalam beberapa waktu setelah Anda tidak merasakan gejala TBC yang khas.

Adapun gejala TB-MDR kurang lebih sama seperti tuberkulosis pada umumnya, meliputi:

Jika Anda mengalami gejala di atas, segera periksakan diri ke rumah sakit untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.

Penyebab tuberkulosis (TB) resisten obat

lupa minum obat TBC

Saat ini, makin banyak bakteri yang resisten atau kebal terhadap obat TBC lini pertama. Pada dasarnya, ada dua hal yang menjadi penyebab umum TB MDR seperti berikut.

1. Pengobatan yang kurang tepat

Penyebab tuberkulosis MDR yang paling umum ialah penggunaan obat TBC yang kurang memadai, baik oleh tim medis maupun pasien sendiri.

Pasien harus menghabiskan obat TBC sesuai dosis dan jadwal yang ditentukan. Jika lalai atau kurang disiplin minum obat sesuai aturan, pasien lebih berisiko mengalami resistensi obat.

Pada kasus tertentu, dokter atau petugas kesehatan tidak dapat memberikan panduan, informasi dosis, dan waktu lama pengobatan dengan baik kepada pasien.

Selain itu, kegagalan pengobatan bisa terjadi lantaran pasien sulit memperoleh obat. Pasalnya, obat antituberkulosis tidak selalu tersedia di semua daerah di Indonesia.

2. Sifat resistensi obat dari bakteri

Kelalaian pengobatan sebenarnya merupakan faktor eksternal yang menjadikan bakteri penyebab TBC kebal terhadap obat antituberkulosis. Ada pula faktor internal berupa sifat bakteri itu sendiri.

Beberapa bakteri MTB bisa memiliki sifat genetik (genotipe) yang memang resisten terhadap antibiotik tertentu. Artinya, resistansi antibiotik juga bisa menjadi sifat alamiah atau bawaan bakteri tuberkulosis.

Risiko resistensi juga akan meningkat bila jumlah bakteri MTB di dalam tubuh sangat banyak. Artinya, semakin banyak bakteri yang resistan terhadap jenis antibiotik yang berbeda.

Inilah sebabnya, durasi pengobatan TB MDR mungkin berlangsung lebih panjang dari yang seharusnya.

Faktor risiko TB MDR

TB MDR bisa terjadi pada hampir setiap pengidap tuberkulosis. Namun, ada beberapa faktor yang membuat Anda lebih berisiko mengalaminya.

1. Pasien TBC paru aktif tidak menghabiskan obat

Sebagian pasien sudah merasa lebih baik setelah minum obat dalam jangka waktu tertentu, lalu menghentikan pengobatan begitu saja sebelum obat habis. Kondisi inilah yang membuat Anda lebih berisiko terkena TB MDR.

2. Pasien TBC paru aktif tidak minum obat secara rutin

Selain tidak menghabiskan obat, sebagian pasien mungkin tidak minum obat sesuai anjuran dan dosis dari dokter. Dengan kata lain, pasien mencoba mengatur dosis sesuai dengan kemauannya sendiri.

Kombinasi obat antituberkulosis yang diberikan oleh dokter sudah disesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien. Jika dosis tersebut tidak diikuti dengan tepat, besar kemungkinan pasien untuk mengalami resistensi terhadap obat TBC.

3. Pasien tidak minum seluruh obat

Kondisi lain yang memicu terjadinya TB MDR ialah tidak meminum semua obat yang diberikan. Padahal, pengobatan TBC terdiri dari kombinasi berbagai obat-obatan.

Lupa meminum obat tertentu atau malah hanya mengonsumsi beberapa jenisnya membuat TB MDR lebih berisiko terjadi.

4. Tinggal atau berada di daerah dengan kasus kejadian TBC resisten obat tinggi

Hal lain yang bisa menjadi penyebab TB MDR yakni tinggal atau bekerja di daerah dengan kasus TBC resisten obat yang tinggi. Tempat tersebut bisa berupa penampungan, panti, pusat layanan kesehatan, dan penjara.

Kondisi ini meningkatkan risiko penularan bakteri tuberkulosis yang telah resisten obat pada orang-orang yang sehat.

5. Kontak dekat dengan pengidap TB MDR

Penularan bakteri tuberkulosis yang bersifat resisten terhadap obat juga dapat terjadi sekalipun Anda belum pernah kena TBC sebelumnya. Penularan TBC bisa berlangsung ketika Anda berinteraksi dekat dengan orang yang mengalami TB MDR.

Meski begitu, tuberkulosis MDR merupakan kondisi yang bisa Anda atasi dengan penanganan dan pengendalian faktor-faktor risiko yang tepat.

Ikhtisar

TB MDR (multiple drug resistant) bisa disebabkan oleh pengobatan yang kurang tepat dan sifat resistansi obat dari bakteri. Beberapa kebiasaan juga berisiko membuat pasien TB biasa mengembangkan kondisi ini, seperti tidak menghabiskan obat, tidak rutin minum obat, dan tidak minum seluruh obat yang diresepkan.

Diagnosis TB MDR

Dokter akan mendiagnosis tuberkulosis MDR dengan tes laboratorium khusus. Pemeriksaan ini umumnya berupa tes teknik molekul, seperti Xpert MTB/RIF atau dikenal juga dengan tes cepat molekuler (TCM).

Prosedur TCM bertujuan untuk mendeteksi bakteri Mycobacterium tuberculosis secara molekular dan menentukan ada-tidaknya resistensi terhadap obat antituberkulosis tertentu. 

Hasil pemeriksaan dengan TCM dapat diperoleh dalam hitungan jam. Tingkat akurasinya pun cukup tinggi sehingga resistensi dapat segera terdeteksi.

Selain, itu dokter juga bisa melakukan pemeriksaan TBC dengan cara menganalisis sampel cairan tubuh Anda, misalnya melalui darah atau dahak.

Pengobatan TB MDR

pengobatan tb mdr

Pasien TBC biasa berpeluang 90% sembuh saat menyelesaikan pengobatan tahap lanjutan, sedangkan pasien TB resisten obat berpeluang 50% untuk sembuh setelahnya.

TB MDR bisa disembuhkan, tetapi pengobatan butuh waktu lebih lama. Hal ini lantaran bakteri tuberkulosis dalam tubuh pasien sudah kebal, berevolusi, dan sulit untuk dikendalikan. 

Pengobatan TB MDR akan menggunakan obat antituberkulosis lini kedua, yakni siprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin, dan obat injeksi, seperti amikasin.

Selain itu, berikut ini beberapa aturan pengobatan khusus untuk mengatasi tuberkulosis MDR.

  • Dosis pengobatan berbeda, bergantung gejala dan tempat bakteri TB menyerang.
  • Jumlah dan varian obat lebih banyak.
  • Waktu pengobatan lebih lama, umumnya sekitar 12–20 bulan.
  • Pasien harus mendapatkan suntik obat 5 hari dalam seminggu, selama 8 bulan pertama.
  • Menerapkan pola hidup sehat, termasuk tidak merokok, konsumsi makanan sehat untuk pengidap TBC, menjaga kebersihan rumah, dan membuka ventilasi udara setiap pagi agar Anda mendapatkan cukup cahaya matahari.

Pengobatan TB MDR harus intensif dan terisolasi

Penanganan pasien TB resisten obat harus dilakukan sesegera mungkin di bawah pengawasan dokter yang lebih berpengalaman. Agar efektif, dokter menentukan dosis khusus untuk setiap jenis obat antituberkulosis.

Kondisi pasien pun perlu diawasi secara ketat oleh tenaga medis. Oleh karena itu, Anda perlu menjalani pengobatan tahap intensif di fasilitas kesehatan.

Sementara itu, bila pasien resisten terhadap semua obat anti-TBC atau mengalami kerusakan organ serius hingga perkembangan penyakit yang mengancam nyawa, kemungkinan besar dokter akan melakukan prosedur operasi.

TB MDR juga bisa mengarah pada resistensi serius ketika pengobatan lini kedua pun tidak bisa menanganinya. Kondisi ini disebut TB XDR (extensively drug-resistant). 

Efek samping pengobatan TB MDR

Dengan jumlah obat yang lebih banyak dan beragam, pengobatan TB MDR bisa memberikan efek samping obat TBC yang lebih berat dibandingkan pengobatan TB biasa.

Adapun beberapa efek samping dari pengobatan tuberkulosis MDR, antara lain:

  • mual dan muntah,
  • kekurangan hormon tiroid (hipotiroid),
  • mengalami gangguan pencernaan,
  • kerusakan sistem saraf tepi (neuropati perifer), 
  • kejang hingga epilepsi, dan
  • hepatitis.

Pencegahan TB resisten obat

iritasi karena masker

Pencegahan TB MDR ialah dengan minum obat sesuai resep dan anjuran dokter. Pasien tidak boleh menghentikan pengobatan sebelum obat habis, melewatkan dosis, atau mengatur dosis sesuai keinginan sendiri.

Dokter dan tim medis Anda membantu mencegah resistensi obat dengan memberikan edukasi mengenai cara minum obat TBC dengan benar. 

Untuk mencegah penularan bakteri TBC yang resisten terhadap obat, sebaiknya hindari lokasi yang ramai dan tertutup. Terlebih pada tempat yang berisiko tinggi, seperti puskesmas, rumah sakit, penjara, pusat penampungan, atau panti.

Akan tetapi, bila Anda bekerja di rumah sakit atau pusat kesehatan lainnya, sebaiknya rutinlah melakukan pemeriksaan atau kontrol infeksi. 

TB MDR merupakan kondisi yang bisa Anda cegah sedini mungkin dengan vaksin. Imunisasi BCG (Bacille Calmette-Guerin) tersedia di negara-negara dengan kasus TB yang tinggi.

Tak hanya TB MDR, imunisasi BCG menjadi upaya pencegahan paling efektif untuk semua jenis tuberkulosis. Dosis vaksin diberikan sebanyak satu kali.

Apabila ada pertanyaan lebih lanjut, sebaiknya konsultasikanlah dengan dokter untuk solusi terbaik dari masalah Anda.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Satria Aji Purwoko · Tanggal diperbarui 25/07/2022

advertisement iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

advertisement iconIklan
advertisement iconIklan