backup og meta

Retensi Urine

Retensi Urine

Kandung kemih manusia bagaikan tangki penampung air yang secara alami menyimpan urine hingga tiba waktu untuk dikeluarkan dari tubuh. Namun, pada kondisi tertentu, proses ini dapat terganggu menyebabkan penumpukan urine dalam kandung kemih yang tidak bisa dikeluarkan sepenuhnya. Gangguan ini dikenal sebagai retensi urine (bladder retention).

Apa itu retensi urine?

Retensi urine adalah kondisi ketika kandung kemih tidak bisa kosong sepenuhnya saat buang air kecil.

Dalam sistem urinaria (pembuangan urine) yang normal, urine diproduksi oleh ginjal dan disimpan di kandung kemih.

Ketika seseorang merasa perlu buang air kecil, otot-otot di sekitar kandung kemih berkontraksi untuk mengeluarkan urine melalui saluran kemih (uretra).

Retensi urine menyebabkan hambatan yang menghalangi pengosongan kandung kemih

Hambatan ini bisa berupa pembesaran prostat pada pria, batu ginjal, atau penyempitan uretra (striktur).

Kondisi ini juga bisa terjadi karena masalah pada saraf yang mengontrol otot kandung kemih atau saluran kemih.

Ada 2 jenis bladder retention yang bisa dialami, yaitu akut dan kronis, berikut penjelasannya.

  • Retensi urine akut terjadi secara tiba-tiba, disertai rasa sakit yang intens, dan keinginan kuat untuk buang air kecil, tetapi tidak keluar sama sekali.
  • Retensi urine kronis terjadi secara bertahap dan tidak selalu menyebabkan nyeri. Seseorang mungkin merasakan bahwa kandung kemihnya tidak benar-benar kosong setelah buang air kecil, atau frekuensi buang air kecil menjadi lebih sering dan dalam jumlah sedikit-sedikit.

Seberapa umum kondisi ini?

Dikutip dari Yale Medicine, retensi urine merupakan kondisi yang umum terjadi, terutama pada pria berusia di atas 60 tahun.

Diperkirakan sekitar 10% pria mengalami kondisi ini pada usia 70 tahun, dan angkanya meningkat hingga 30% setelah memasuki usia 80 tahun.

Retensi urine tidak hanya dialami oleh pria, tapi wanita juga berisiko mengalaminya.

Tanda dan gejala retensi urine

lymphogranuloma venereum

Ciri-ciri urine yang normal yaitu berwarna kuning dan beraroma seperti amonia. Dalam kondisi retensi urine, warna urine mungkin menjadi kuning pekat dan berdarah.

Gejala bladder retention bisa berbeda-beda berdasarkan jenis yang dialami. Berikut ini penjelasan gejala retensi urine sesuai jenisnya.

1. Gejala retensi urine akut

  • Muncul tiba-tiba.
  • Tidak bisa buang air kecil sama sekali atau jumlahnya sangat sedikit meski kandung kemih penuh.
  • Tidak nyaman pada perut.
  • Nyeri perut bagian bawah.

2. Gejala retensi urine kronis

  • Sulit buang air kecil.
  • Aliran urine lemah, lambat, atau tak terkendali.
  • Merasa ingin selalu buang air kecil.
  • Inkontinensia urine.
  • Bangun tengah malam untuk buang air kecil (nokturia).

Kapan harus periksa ke dokter?

Apabila Anda sering ingin buang air kecil, buang air kecil tersendat-sendat, dan merasa nyeri pada perut bagian bawah, segera konsultasikan dengan dokter.

Pasalnya, ini bisa menjadi tanda adanya bladder retention atau gangguan lain di saluran kemih. 

Gejala tersebut sering kali menunjukkan adanya penyakit kandung kemih atau saluran kemih yang perlu segera diperiksakan agar tidak semakin memburuk.

Penyebab retensi urine

Berikut berbagai kondisi yang bisa menyebabkan urine tidak bisa dikeluarkan sepenuhnya dari kandung kemih.

1. Penyumbatan

Bila ada sesuatu yang menghalangi aliran urine, Anda mungkin dapat mengalami bladder retention. Beberapa penyebab penyumbatan meliputi hal-hal berikut ini.

  • Pembesaran prostat adalah kondisi di mana kelenjar prostat tumbuh membesar dan dapat menekan saluran kemih.
  • Obstruksi saluran keluar kandung kemih adalah penyumbatan di leher kandung kemih yang menghambat aliran urine ke uretra.
  • Obstruksi ureter adalah penyumbatan di saluran ureter yang menghalangi aliran urine dari ginjal ke kandung kemih.
  • Sistokel adalah kondisi di mana dinding kandung kemih melemah dan menonjol ke dalam vagina, menyebabkan gangguan pada fungsi saluran kemih.
  • Rektokel adalah kondisi di mana dinding rektum melemah dan menonjol ke dalam vagina.

2. Konsumsi obat-obatan

Obatan-obatan tertentu dapat menyebabkan retensi urine karena dapat mengubah cara kerja otot kandung kemih dan menyebabkan penyumbatan.

Obat-obatan yang dapat menyebabkan bladder retention meliputi antihistamin, antidepresan, obat penurun tekanan darah, antipsikotik, dan relaksan otot.

3. Masalah saraf

Jika ada masalah dalam cara otak berkomunikasi dengan saraf, hal ini dapat menyebabkan masalah buang air kecil.

Pasalnya, otak sangat berperan dalam regulasi buang air kecil. Penyebab masalah saraf meliputi stroke, penyakit kencing manis, multiple sklerosis, dan trauma pada tulang panggul.

4. Infeksi atau pembengkakan

Infeksi dan peradangan juga dapat memengaruhi aliran air kencing melalui uretra. Berikut contoh bladder retention akibat infeksi atau peradangan.

  • Prostatitis: peradangan atau infeksi pada kelenjar prostat.
  • Infeksi saluran kemih: infeksi bakteri pada bagian mana pun dari sistem kemih, seperti uretra, kandung kemih, ureter, atau ginjal.
  • Infeksi menular seksual: infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, disebabkan oleh bakteri, virus, atau parasit, dan dapat memengaruhi berbagai organ reproduksi atau saluran kemih.

Komplikasi retensi urine

gejala sakit ginjal pada wanita

Jika tidak terdiagnosis dan diobati segera, retensi urine dapat menyebabkan komplikasi berupa kondisi berikut ini.

  • Infeksi saluran kemih. Air kencing yang tertahan di kandung kemih bisa menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri. Hal ini dapat mengarah pada infeksi saluran kemih.
  • Kerusakan kandung kemih. Bila kencing tertahan di kandung kemih, otot kandung kemih bisa meregang berlebihan dan membuat kerusakan.
  • Kerusakan ginjal. Infeksi saluran kemih dapat menyebar hingga ke ginjal dan menyebabkan ginjal meradang. Peradangan ini dapat merusak ginjal dan menyebabkan penyakit ginjal.
  • Inkontinensia urine. Bila kandung kemih tidak terkuras sepenuhnya, hal ini dapat menyebabkan pasien mengeluarkan kencing secara tidak sengaja.
  • Batu kandung kemih. Tertahannya urine di kandung kemih menyebabkan terbentuknya batu kandung kemih.

Diagnosis retensi urine

Jika Anda diduga mengalami retensi urine, dokter urologi akan melakukan beberapa tes seperti berikut ini.

  • Melakukan anamnesis (wawancara medis di awal pemeriksaan).
  • Melakukan pemeriksaan fisik.
  • Merekomendasikan tes urine.
  • Melakukan rektal digital.

Beberapa tes lain yang dapat digunakan dokter untuk menemukan penyebab retensi yaitu sebagai berikut.

  • Post-Void Residual Urine Test (PVR). Tes ini untuk mengukur seberapa banyak urine yang tersisa di kandung kemih setelah pasien buang air kecil.
  • Sistoskopi. Tes untuk memeriksa kesehatan uretra dan kandung kemih dengan sistoskop.
  • Pengujian urodinamik. Tes untuk mengukur fungsi saraf dan otot, tekanan di dalam kandung kemih, dan laju aliran urine.

Pengobatan retensi urine

Pengobatan bladder retention dilakukan berdasarkan jenis dan penyebabnya. Namun, secara umum berikut cara mengobati bladder retention yang mungkin dilakukan dokter.

1. Pemasangan kateter

Baik retensi urine akut atau kronis sama-sama membutuhkan pemasangan kateter untuk mengurangi jumlah urine dalam kandung kemih.

Ketika kandung kemih terlalu penuh, risiko nyeri dan kerusakan otot kandung kemih meningkat. Kateterisasi membantu mengurangi tekanan tersebut.

Dengan mengosongkan kandung kemih, risiko infeksi saluran kemih, kerusakan ginjal, dan komplikasi lain akibat penumpukan urine dapat diminimalkan.

2. Pengobatan

Berikut pilihan obat yang umum diberikan pada pasien bladder retention.

  • Alpha-blocker, seperti tamsulosin atau alfuzosin, yang membantu merilekskan otot di sekitar leher kandung kemih dan prostat pada pria sehingga aliran urine menjadi lebih lancar.
  • Pada pria dengan retensi urine yang disebabkan oleh pembesaran prostat, obat-obatan seperti finasteride atau dutasteride dapat digunakan untuk mengurangi ukuran prostat secara bertahap dan mengurangi gejala sumbatan.
  • Jika retensi urine disebabkan oleh infeksi saluran kemih, antibiotik diberikan untuk mengobati infeksi sehingga peradangan dan penyumbatan berkurang.
  • Bagi pasien yang memiliki masalah saraf yang memengaruhi fungsi kandung kemih, dokter mungkin meresepkan obat-obatan antikolinergik, seperti oxybutynin atau tolterodine, yang bekerja mengontrol kontraksi otot kandung kemih.

3. Operasi

operasi ambeien

Pada kasus di mana retensi urine tidak dapat diatasi dengan obat-obatan, atau jika penyebab bladder retention memerlukan intervensi fisik, operasi menjadi pilihan. 

Operasi yang dilakukan berdasarkan penyebab dari bladder retention. Berikut ini jenis operasi sesuai dengan penyebabnya.

  • Pembesaran prostat. Jenis operasi yang dapat menjadi pilihan untuk mengatasi kondisi ini yaitu reseksi prostat transurethral (TURP), pengangkatan uretra prostat, atau enukleasi prostat dengan laser holmium (HoLEP).
  • Batu saluran kemih. Dokter mungkin akan melakukan cystolitholapaxy untuk memecah dan mengeluarkan batu di kandung kemih atau uretra.
  • Striktur uretra. Dokter Anda dapat membuka jaringan parut yang membentuk striktur menggunakan kateter atau balon.

Dokter akan memulai dengan prosedur yang tidak terlalu invasif (pembedahan dalam). Namun, jika tidak membantu, dokter mungkin akan mempertimbangkan prosedur yang lebih invasif yaitu sebagai berikut.

  • Pengangkatan prostat.
  • Stimulasi sumsum tulang belakang.
  • Operasi kandung kemih.

4. Perawatan nonbedah

Perawatan nonbedah seperti di bawah ini dapat membantu meredakan gejala resistensi urine.

  • Senam kegel.
  • Pessarium vagina.
  • Kontrol kandung kemih.

Pencegahan retensi urine

Retensi urine sebenarnya tidak dapat dicegah, tetapi Anda dapat melakukan langkah-langkah berikut ini untuk menurunkan risiko.

  • Jangan menahan buang air kecil, segera ke kamar mandi saat Anda ingin buang air kecil.
  • Terapkan pola makan seimbang, jaga berat badan, dan penuhi kebutuhan air putih harian.

Demikian informasi tentang retensi urine. Apabila Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait kondisi ini, jangan ragu konsultasikan dengan dokter.

Ringkasan

  • Retensi urine (bladder retention) adalah kondisi ketika seseorang tidak dapat mengosongkan kandung kemih sepenuhnya sehingga urine tertahan dalam tubuh.
  • Bladder retention dapat menyebabkan rasa nyeri, pembengkakan kandung kemih, dan risiko komplikasi pada saluran kemih.
  • Gejala retensi urine yaitu berupa kesulitan buang air kecil, aliran urine tersendat-sendat, nyeri perut bawah, dan perasaan kandung kemih masih penuh meski sudah berkemih.
  • Penyebab bladder retention yaitu pembesaran prostat, infeksi saluran kemih, batu saluran kemih, gangguan saraf, atau efek samping obat-obatan tertentu.

[embed-health-tool-bmi]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Urinary Retention. (2024). Retrieved 11 November 2024, from https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/15427-urinary-retention

Definition & Facts of Urinary Retention – NIDDK. (n.d.). Retrieved 11 November 2024, from https://www.niddk.nih.gov/health-information/urologic-diseases/urinary-retention/definition-facts

Urinary Retention – NIDDK. (n.d.). Retrieved 11 November 2024, from https://www.niddk.nih.gov/health-information/urologic-diseases/urinary-retention

Urinary Retention. (2024). Retrieved 11 November 2024, from https://www.yalemedicine.org/conditions/urinary-retention

Urinary retention. (n.d.). Retrieved 11 November 2024, from https://www.healthdirect.gov.au/urinary-retention

Urine Retention: What Causes Urine Retention? (n.d.). Retrieved 11 November 2024, from https://www.cancer.org/cancer/managing-cancer/side-effects/stool-or-urine-changes/urine-retention.html

Serlin, D. C., Heidelbaugh, J. J., & Stoffel, J. T. (2018). Urinary retention in adults: evaluation and initial management. American family physician, 98(8), 496-503.

Versi Terbaru

18/11/2024

Ditulis oleh Annisa Nur Indah Setiawati

Ditinjau secara medis oleh dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.

Diperbarui oleh: Fidhia Kemala


Artikel Terkait

Epispadia, Kelainan Bawaan pada Saluran Keluarnya Urine

Kateter Urine, Siapa yang Memerlukan dan Cara Pakainya


Ditinjau secara medis oleh

dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.

Magister Kesehatan · None


Ditulis oleh Annisa Nur Indah Setiawati · Tanggal diperbarui 3 minggu lalu

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan