backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

2

Tanya Dokter
Simpan
Konten

Demensia

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri · General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Aprinda Puji · Tanggal diperbarui 2 hari lalu

Demensia

“Sudah tua, jadi pikun.” Mungkin kalimat itu sudah cukup sering diucapkan oleh orang lanjut usia (lansia). Kondisi ini sering dianggap enteng dan wajar mengingat usia mereka yang sudah tidak lagi muda. Padahal, seperti apa yang dibilang, kondisi pelupa ini bisa menjadi gejala dari penyakit pikun atau demensia. Ketahui apa yang dimaksud dengan demensia di bawah ini.

Apa itu penyakit demensia?

Pengertian penyakit demensia adalah sekumpulan gejala yang memengaruhi kemampuan fungsi kognitif otak dalam mengingat (memori), berpikir, bertingkah laku, dan berbicara (berbahasa).

Sebenarnya, demensia bukanlah penyakit sungguhan, melainkan istilah untuk menggambarkan sekelompok gejala yang mengganggu fungsi otak.

Kondisi ini memiliki banyak sebutan lain, seperti gangguan neurokognitif mayor atau penyakit pikun. Meski pada dasarnya tidak semua orang yang pikun (pelupa atau sering kali lupa) mengalami demensia.

Pikun sendiri adalah menurunnya daya ingat seseorang, yang umumnya disebabkan oleh menuanya usia. Namun, orang dengan penyakit demensia sangat khas mengalami gejala pikun yang cukup parah.

Tingkat keparahan kondisi ini bisa beragam, mulai dari yang ringan hingga berat. Bahkan bukan tidak mungkin, kondisi yang memengaruhi fungsi otak ini bisa mengubah kepribadian seseorang.

Penyakit yang menyerang otak ini juga bisa bersifat progresif, yang artinya dapat berkembang memburuk dari waktu ke waktu. Beberapa kasus yang mengakibatkan demensia cenderung sulit untuk pulih. 

Risiko mengalami demensia memang biasanya semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Namun, penting untuk dipahami bahwa kondisi ini sebenarnya bukan merupakan bagian dari penuaan.

Seberapa umumkah kondisi ini?

Demensia adalah penyakit yang umum terjadi pada lansia, tepatnya orang usia 65 tahun ke atas, baik pria maupun wanita.

Bahkan, kemungkinannya bisa semakin tinggi setelah seseorang berusia lebih dari 85 tahun. Faktor genetik juga turut menyumbang andil sebagai salah satu faktor risiko kondisi ini.

Melansir dari jurnal BJPsych Open, di Indonesia tahun 2021, diperkirakan ada sekitar 4,2 juta orang yang memiliki penyakit demensia. Namun sayangnya, tingkat diagnosis penyakit ini di Indonesia tergolong sangat rendah.

Sementara angka penderita kondisi ini di seluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai jumlah 152,8 juta orang di tahun 2050.

Apa saja jenis-jenis demensia?

demensia vaskular vaskuler adalah

Berdasarkan situs National Institute of Aging, ada beberapa jenis dari demensia (penyakit pikun), di antaranya sebagai berikut.

1. Penyakit Alzheimer

Penyakit Alzheimer adalah jenis demensia yang paling umum, dengan jumlah kejadian mencapai 60—80% dari semua kasus demensia. Sebagian kecil kasus ini terkait dengan mutasi gen yang diturunkan orangtua ke anak.

Salah satu gen yang mewariskan tingginya risiko penyakit ini adalah apolipoprotein E4 (APOE). Sementara kasus lain kemungkinan terjadi akibat adanya plak (gumpalan protein) di otak. 

2. Demensia vaskular

Demensia vaskular adalah gangguan fungsi otak yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah pada otak. Kondisi tersebut bisa disebabkan oleh adanya penumpukan plak di dalam pembuluh darah arteri.

Padahal normalnya, pembuluh darah tersebut bertugas sebagai pemasok darah untuk otak. Stroke atau gangguan lainnya bisa menjadi penyebab masalah pada pembuluh darah ini.

3. Lewy body dementia

Lewy body dementia adalah kondisi yang ditandai dengan munculnya endapan protein di dalam sel saraf pada otak. Akibatnya, fungsi otak untuk menghantarkan sinyal kimia ke seluruh tubuh pun terhambat.

Itulah mengapa orang yang mengalami hal ini biasanya memiliki penurunan daya ingat dan respons yang cenderung lambat. Lewy body dementia merupakan salah satu jenis demensia progresif yang cukup umum.

4. Demensia frontotemporal

Demensia frontotemporal adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan rusaknya sel-sel saraf di lobus frontal temporal otak, yakni di bagian depan.

Bagian otak ini umumnya bertugas untuk mengatur kepribadian, perilaku, dan kemampuan berbicara (bahasa).

5. Kombinasi demensia

Penyakit pikun ini merupakan gabungan dari dua atau lebih jenis demensia, seperti penyakit Alzheimer, demensia vaskular, dan Lewy body disease.

Apa saja tanda dan gejala demensia?

Berikut ini adalah berbagai tanda, gejala, maupun ciri-ciri yang ditunjukkan oleh orang yang mengalami demensia (penyakit pikun).

Gejala terkait perubahan kognitif

  • Kehilangan ingatan.
  • Kesulitan berbahasa, berkomunikasi dengan orang lain, dan melakukan kegiatan sehari-hari.
  • Mengalami disorientasi atau linglung terkait waktu dan tempat.
  • Kesulitan dalam berpikir dan mencerna informasi.
  • Sering lupa dan salah saat meletakkan suatu benda.

Gejala terkait perubahan psikologis

  • Perubahan perilaku, kepribadian, dan suasana hati yang kerap terjadi secara tiba-tiba.
  • Kehilangan inisiatif atau apatis pada hal apa pun, termasuk pada kegiatan yang sebelumnya pernah ditekuni.
  • Kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
  • Mengalami depresi.
  • Mengalami halusinasi.
  • Merasa gelisah.
  • Mengalami paranoid.

Seiring bertambahnya usia pasien, gejala demensia di tahap akhir biasanya dapat semakin memburuk. Kemungkinan ada tanda-tanda dan gejala yang tidak disebutkan di atas.

Bila Anda memiliki kekhawatiran akan sebuah gejala tertentu, segera konsultasikan dengan dokter Anda.

Kapan harus periksa ke dokter?

Jika Anda atau orang terdekat memiliki satu atau lebih gejala di atas atau pertanyaan lainnya, konsultasikanlah kepada dokter Anda. Kondisi kesehatan tubuh masing-masing orang berbeda. Selalu konsultasikan kepada dokter untuk mendapatkan penanganan terbaik terkait kondisi kesehatan Anda.

Apa penyebab demensia?

penyebab demensia

Ada berbagai penyebab demensia. Namun secara umum, kondisi ini disebabkan oleh adanya kerusakan sel-sel otak (neuron) yang bisa terjadi di beberapa bagian otak.

Selain itu, kondisi ini juga bisa diawali karena muncul gangguan pada bagian tubuh lain yang kemudian memengaruhi fungsi neuron tersebut.

Neuron atau sel-sel otak akan melemah dan kehilangan fungsinya secara bertahap, sampai akhirnya mati.

Kondisi ini akhirnya memengaruhi koneksi antar neuron, yang disebut sebagai sinapsis. Alhasil, pesan yang seharusnya dihantarkan oleh otak pun terputus sehingga menimbulkan berbagai masalah.

Hal inilah yang nantinya dapat menghambat sel-sel otak untuk menjalankan fungsinya dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bahkan, hal ini turut memengaruhi perilaku dan perasaan orang yang mengalaminya.

Demensia dapat memengaruhi seseorang dengan cara yang berbeda, tergantung dari area otak yang bermasalah. Berikut ini adalah berbagai kondisi dan hal yang bisa menjadi penyebab penyakit pikun (demensia).

  • Gangguan pada struktur otak, seperti hidrosefalus dan hematoma subdural atau tumor dan infeksi pada otak atau penyakit Parkinson
  • Gangguan pada sistem metabolisme, misalnya hipotiroidisme, kekurangan vitamin B-12, kalium, natrium, kadar gula darah rendah (hipoglikemia), serta masalah ginjal dan hati.
  • Terpapar zat kimia yang menyebabkan keracunan, seperti timah, logam berat, dan pestisida.
  • Anoxia, atau juga disebut sebagai hipoksia, yang terjadi ketika tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Anoxia bisa berkembang karena asma yang parah, serangan jantung, keracunan karbon monoksida, dan lainnya.
  • Kurang gizi. Misalnya karena kekurangan cairan (dehidrasi), vitamin, dan mineral lainnya yang diperlukan tubuh.

Apa saja faktor-faktor risiko demensia?

Ada banyak faktor yang bisa meningkatkan risiko demensia, di antaranya sebagai berikut. 

Faktor risiko demensia yang tidak bisa diubah

  • Usia. Seseorang yang berusia 65 tahun ke atas lebih berisiko terkena kondisi ini. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk terjadi demensia saat usia muda.
  • Riwayat keluarga. Memiliki anggota keluarga dengan penyakit ini berisiko lebih besar untuk mengalaminya.
  • Down syndrome. Banyak orang dengan Down syndrome mengalami penyakit Alzheimer pada usia paruh baya.

Faktor risiko demensia yang bisa diubah

  • Penyalahgunaan alkohol. Sering minum alkohol dalam jumlah banyak bisa membuat Anda memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kondisi ini.
  • Faktor risiko penyakit kardiovaskular. Sebagai contoh tekanan darah tinggi (hipertensi), kolesterol tinggi, menumpuknya lemak pada dinding arteri (aterosklerosis), dan obesitas.
  • Depresi. Meski belum dapat dipahami dengan baik, depresi pada usia lanjut mungkin mengindikasikan perkembangan demensia.
  • Diabetes. Jika Anda memiliki diabetes, Anda memiliki risiko lebih tinggi terhadap demensia, terutama jika tidak ditangani dengan baik.
  • Kebiasaan merokok. Meningkatkan risiko terhadap demensia dan penyakit lainnya seperti penyakit pembuluh darah (vaskular).
  • Sleep apnea. Orang yang sering mendengkur dan berhenti bernapas saat tidur dapat mengalami kondisi yang ditandai dengan gangguan pada fungsi kognitif.

Apa saja komplikasi akibat demensia?

Demensia yang memburuk seiring waktu dapat menimbulkan komplikasi, di antaranya sebagai berikut.

  • Kekurangan nutrisi. Ini terjadi karena pasien lupa untuk makan dengan baik atau mungkin tidak bisa menelan dan mengunyah.
  • Pneumonia (radang paru-paru). Kesulitan menelan meningkatkan risiko tersedak atau menyedot makanan ke dalam paru-paru yang dapat menghalangi pernapasan dan menyebabkan pneumonia.
  • Tidak bisa merawat diri. Ketidakmampuan untuk melakukan perawatan diri, seperti mandi, berpakaian, menyikat rambut atau gigi, menggunakan toilet sendiri, dan minum obat secara akurat.
  • Kematian. Demensia stadium akhir menyebabkan koma dan kematian, sering kali karena infeksi.

Bagaimana dokter mendiagnosis demensia?

konsultasi dokter lansia

Dokter mungkin akan melakukan serangkaian tes diagnosis untuk penyakit demensia. Awalnya, dokter akan menanyakan tentang sejarah keluarga, penyakit, cedera, dan operasi yang pernah dialami.

Selain itu, obat-obatan yang pernah dikonsumsi serta kondisi kronis juga akan diperiksa guna mencari tahu penyebab kondisi ini.

Kemudian, tes pendengaran dan penglihatan, tekanan darah, denyut jantung, dan berbagai indikator lainnya akan diperiksa. Tujuannya untuk mendeteksi apakah kondisi kesehatan Anda tergolong akut atau kronis.

Bila diperlukan, pemeriksaan lainnya juga bisa dilakukan, seperti berikut ini.

  • Tes darah. Jenis tes ini bisa digunakan untuk membantu mendeteksi masalah fisik yang turut memengaruhi kerja otak, seperti kekurangan vitamin B-12 atau kelenjar tiroid yang kurang aktif.
  • Tes cairan tulang belakang. Terkadang, cairan tulang belakang juga diperiksa guna mengetahui adanya infeksi, peradangan, atau pertanda beberapa penyakit degeneratif.
  • Tes pencitraan. Electroencephalography (EEG), PET scan, dan MRI, bisa menjadi prosedur tes lainnya. Namun hal ini tergantung dari sejarah medis dan gejala yang Anda miliki.
  • Tes neuropsikologis. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai fungsi memori, bahasa, penglihatan, perhatian, pemecahan masalah, gerakan tubuh, sistem indra, keseimbangan, hingga refleks tubuh.
  • Evaluasi kejiwaan. Seorang ahli kesehatan jiwa biasanya akan menilai apakah depresi atau kondisi kesehatan mental lainnya turut terkait dengan kondisi penurunan fungsi otak ini.

Apa pilihan pengobatan untuk demensia?

Demensia dapat ditangani dengan menggunakan dua cara, yakni sebagai berikut. 

1. Obat-obatan

Ada beberapa obat yang digunakan untuk mengobati demensia alias penyakit pikun, di antaranya berikut ini.

  • Obat penghambat kolinesterase. Obat ini bekerja dengan meningkatkan senyawa kimia di otak yang terlibat dalam memori dan penilaian. Contoh obat-obatan yang digunakan adalah donepezil (Aricept), rivastigmine (Exelon) dan galantamine (Razadyne). Efek samping dari obat ini adalah gangguan pencernaan, denyut jantung melambat, dan gangguan tidur.
  • Obat memantine. Memantime bekerja dengan mengatur aktivitas glutamat, pembawa pesan kimiawi lain yang terlibat dalam pembelajaran dan pengolahan memori. Efek samping dari obat ini adalah kepala pusing.

2. Terapi demensia

Cara mengobati dan mengatasi demensia selain obat adalah dengan mengikuti terapi. Perawatan ini bertujuan untuk membantu pasien memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Terapi yang dilakukan umumnya meliputi berikut ini.

  • Terapi okupasi. Perawatan ini membantu pengasuh pasien dan pasien ketika gejala muncul. Tujuannya untuk mencegah terjadi kecelakaan atau terjatuh yang bisa memengaruhi kesehatan.
  • Perubahan lingkungan. Suasana yang jauh dari kebisingan dan aman tentu membantu pasien demensia untuk lebih fokus dalam menjalankan aktivitas. Keluarga dan pengasuh biasanya akan diminta untuk menyembunyikan berbagai benda yang sifatnya membahayakan, seperti pisau.
  • Menyederhanakan tugas harian. Pasien demensia kesulitan melakukan aktivitas yang biasanya mudah dilakukan orang normal. Oleh karena itu, dalam terapi ini, pasien akan diajarkan untuk lebih fokus serta mengikuti langkah-langkah mudah dalam menyelesaikan suatu kegiatan.

Apa perawatan rumahan yang bisa dilakukan untuk mengatasi demensia?

merawat orang demensia

Hampir semua kasus demensia membuat pasien harus menjalani perawatan di rumah karena gejala yang dialaminya. Oleh karena itu, pasien membutuhkan bantuan Anda dan keluarga.

Beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk merawat pasien demensia adalah sebagai berikut.

  • Anda harus membantu pasien mengikuti pengobatan yang direkomendasikan dokter. Bahkan, mengatur jadwal pengobatan rutin lanjutan agar kondisi tubuhnya tetap sehat.
  • Anda perlu membantu pasien melakukan perawatan diri, seperti menyiapkan makanan dan memastikan pola makannya sesuai anjuran dokter, membersihkan tubuhnya, dan mengajaknya untuk melakukan berbagai aktivitas yang memberi manfaat pada kesehatan otaknya, seperti berkebun atau olahraga.
  • Cobalah berkomunikasi dengan pasien dengan cara yang benar, yakni menggunakan pilihan kata yang mudah dimengerti, tidak terburu-buru, dan gunakan gestur tubuh untuk menunjukkan suatu hal.
  • Paling penting adalah bagaimana Anda bisa menjaga emosi pasien tetap stabil. Hindari berbicara membentak, dan tidak mengabaikannya.

Bagaimana cara mencegah demensia?

Tidak cara khusus yang bisa mencegah seseorang dari penyakit demensia. Meski begitu, Anda bisa menurunkan risiko terkena penyakit ini dengan cara berikut.

  • Jagalah pikiran Anda agar tetap aktif, seperti membaca buku, memecahkan teka-teki, atau mengikuti permainan tebak kata atau mengasah memori.
  • Aktif baik secara fisik maupun sosial, yakni dengan berolahraga rutin dan berinteraksi dengan orang-orang di sekeliling, seperti mengikuti komunitas.
  • Berhenti merokok dan menghindari paparan asap rokok.
  • Ikuti pengobatan dari masalah kesehatan yang Anda miliki, seperti depresi, hipertensi, atau kolesterol tinggi.
  • Penuhi nutrisi dari berbagai makanan yang sehat, terutama dari vitamin D, vitamin B kompleks, dan vitamin C. Anda bisa mendapatkan berbagai nutrisi dari sayur, buah, kacang-kacangan, telur, daging, dan biji-bijian.
  • Jaga pola makan tetap sehat agar berat badan Anda tetap ideal.
  • Pastikan Anda cukup beristirahat. Jika Anda memiliki gangguan tidur, jangan ragu untuk konsultasi kepada dokter.

Kesimpulan

  • Demensia adalah istilah medis yang mengacu pada serangkaian gejala yang memengaruhi kemampuan seseorang dalam berpikir, mengingat, dan berfungsi secara independen.
  • Gejala kondisi ini meliputi penurunan kognitif yang signifikan yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari seseorang.
  • Penyebab demensia dapat bervariasi, termasuk penyakit Parkinson, cedera kepala, dan kondisi medis lainnya.
  • Demensia biasanya berkembang secara progresif dan memerlukan perawatan dan pengobatan jangka panjang.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Tania Savitri

General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Aprinda Puji · Tanggal diperbarui 2 hari lalu

advertisement iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

advertisement iconIklan
advertisement iconIklan