backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

Hepatitis E

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Lika Aprilia Samiadi · Tanggal diperbarui 19/01/2021

Hepatitis E

Definisi

Apa itu hepatitis E?

Hepatitis E adalah penyakit liver yang disebabkan oleh infeksi virus HEV. Virus HEV menyerang hati dan mengakibatkan peradangan serta kerusakan hati yang juga berpotensi merusak organ lainnya. 

Virus ini menyerang sel sehat dalam tubuh dan terdiri dari berbagai jenis yang berbeda sesuai dengan cara penularannya. Sebagai contoh, penularan penyakit hepatitis ini dapat terjadi melalui konsumsi air yang terkontaminasi virus. 

Sementara itu, beberapa kasus juga dilaporkan terjadi akibat memakan daging yang kurang matang atau hewan liar, seperti rusa. 

Hepatitis tipe ini biasanya menyebabkan infeksi akut atau jangka pendek. Namun, tidak menutup kemungkinan virus akan berkembang menjadi hepatitis kronis yang berpotensi menimbulkan komplikasi. 

Seberapa umum kondisi ini? 

Hepatitis E termasuk penyakit yang jarang terjadi, terutama di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Meski begitu, penyakit hepatitis ini lebih sering ditemukan di negara berkembang yang memiliki tingkat kebersihan dan sanitasi yang kurang baik. 

Masyarakat yang tinggal di pemukiman yang penuh atau pengungsian juga lebih berisiko mengalami penyakit ini. 

Dilansir dari organisasi kesehatan dunia WHO, setidaknya setiap tahunnya terdapat sekitar 20 juta infeksi virus HEV. Hampir lebih dari 56 ribu kasus di antaranya berakhir dengan kematian. 

Jenis

Hepatitis E dibagi menjadi dua bagian berdasarkan lama waktu infeksinya, yaitu sebagai berikut.

HEV akut

Hepatitis E akut adalah infeksi virus jangka pendek. Infeksi ini biasanya dapat sembuh dengan sendirinya karena tubuh dapat melawan virus dengan sistem kekebalan tubuh.

Itu sebabnya, penderita HEV akut dapat membaik tanpa pengobatan setelah beberapa minggu. 

HEV kronis

Bila infeksi HEV terjadi dalam waktu yang lama dan tidak kunjung membaik, artinya Anda mengalami hepatitis kronis. Kondisi ini cukup langka dan hanya terjadi pada orang yang memiliki sistem imun yang lemah. 

Sebagai contoh, hepatitis E kronis lebih mungkin terjadi pada orang yang menggunakan obat-obatan yang melemahkan sistem imun, atau penderita HIV/AIDS. 

Tanda dan gejala

Apa saja tanda dan gejala hepatitis E?

Umumnya, gejala HEV dapat muncul sekitar 2 – 7 minggu setelah terinfeksi virus. Gejala juga biasanya berlangsung selama sekitar 2 bulan dan memicu kondisi seperti:

  • kulit dan selaput mata menguning (penyakit kuning), 
  • warna urine gelap seperti teh, 
  • nyeri sendi
  • kehilangan nafsu makan, 
  • nyeri perut, 
  • pembengkakan hati, 
  • gagal hati akut, 
  • mual dan muntah, 
  • kelelahan, serta 
  • demam. 

Pada dasarnya gejala hepatitis E mirip dengan tanda-tanda hepatitis pada umumnya. Segera periksakan diri ke dokter bila Anda mengalami gejala di atas untuk mendapatkan penanganan yang tepat. 

Kapan harus periksa ke dokter? 

Bila Anda mengalami salah satu atau lebih gejala, baik yang disebutkan atau tidak disebutkan, dan mengkhawatirkan, segera periksakan diri ke dokter.

Pasalnya, tubuh setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda, sehingga ada kemungkinan gejala yang muncul pun bervariasi. 

Penyebab dan faktor risiko

Apa penyebab hepatitis E? 

Virus hepatitis E (HEV) adalah virus penyebab dari penyakit ini. Virus ini biasanya dapat menyebar melalui air minum yang tercemar.

Di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, HEV dapat menular dari hewan ke manusia, seperti konsumsi daging babi setengah matang atau hewan buruan. 

Bagaimana cara penularan hepatitis E? 

Mirip dengan hepatitis A, virus hepatitis E menyebar melalui jalur fecal-oral akibat air minum yang terkontaminasi feses penderita.

Selain itu, ada cara penyebaran virus lainnya yang turut menyumbang kasus infeksi HEV ini, yakni: 

  • konsumsi daging yang kurang matang, 
  • transfusi darah yang terpapar virus, serta 
  • penularan vertikal, dari ibu hamil penderita hepatitis ke bayinya. 

Apa faktor yang meningkatkan risiko terkena kondisi ini? 

Semua orang bisa mengalami hepatitis E. Namun, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko Anda terkena kondisi ini, meliputi: 

  • tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang buruk, 
  • berhubungan seks dengan penderita HEV tanpa kontrasepsi,
  • tinggal dengan pasien HEV kronis, 
  • bepergian ke wilayah dengan tingkat infeksi HEV yang tinggi, dan
  • bekerja sebagai pawang hewan, terutama di peternakan babi. 

Tingkat risiko terpapar infeksi virus nantinya juga akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu, beberapa ahli menyebutkan bahwa pria terlihat lebih berpotensi mengalami kondisi ini dibandingkan wanita. 

Komplikasi

Apa saja komplikasi dari hepatitis E? 

Umumnya, penderita hepatitis E yang sudah dewasa dapat sembuh dengan sendirinya dan angka kematian akibat virus ini pun termasuk rendah.

Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa penyakit ini bisa menyebabkan sejumlah komplikasi, seperti: 

Komplikasi HEV kronis biasanya lebih sering terjadi pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. 

Diagnosis dan pengobatan

Bagaimana mendiagnosis kondisi ini? 

Kebanyakan kasus hepatitis E tidak dapat dibedakan lewat gejala dari jenis hepatitis lainnya. Namun, dokter biasanya bisa mendiagnosis penyakit ini lewat jumlah kasus yang terjadi di lingkungan sekitar. 

Selain itu, ada sejumlah pemeriksaan yang mesti dijalani untuk mendeteksi penyakit ini, seperti: 

  • tes antibodi RNA, 
  • tes serologi, dan 
  • RT-PCR (transcriptase-polymerase chain reaction). 

Ketiga pemeriksaan di atas membutuhkan laboratorium khusus dan diperlukan di wilayah yang memiliki jumlah kasus HEV yang cukup sedikit. 

Bagaimana cara mengobati hepatitis E? 

Hepatitis E sebenarnya dapat disembuhkan tanpa pengobatan, tetapi hal ini hanya berlaku pada HEV akut. Bila sudah memasuki tahap kronis dan memicu sejumlah gejala yang mengganggu, pengobatan dari dokter pun dibutuhkan.

Berikut ini beberapa pilihan obat dan pengobatan untuk mengatasi hepatitis E yang dianjurkan oleh dokter. 

Obat hepatitis

Langkah pertama sebagai cara mengatasi hepatitis E adalah meresepkan obat-obatan dan terapi imunosupresi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah virus di dalam darah hingga 30% pada pasien. 

Bila tidak kunjung membuahkan hasil, pilihan pengobatan tambahan adalah memanfaatkan obat antivirus, seperti monoterapi ribavirin

Sebelum menggunakan obat hepatitis, seperti obat imunosupresan, beritahu dokter terkait semua obat yang digunakan, termasuk obat herbal. Jangan pernah memulai atau menghentikan obat apapun tanpa konsultasi dari dokter. 

Transplantasi hati

Bila hepatitis E kronis menyebabkan kerusakan hati permanen, artinya Anda memerlukan transplantasi hati. Setelah menjalani transplantasi, dokter mungkin merekomendasikan terapi interferon alfa pegilasi untuk 3 – 12 bulan. 

Di lain sisi, pengobatan ini dapat menimbulkan efek samping yang serius dan penolakan organ pada penerima donor. 

Pengobatan di rumah

Apa saja pilihan pengobatan di rumah untuk mengatasi hepatitis E? 

Pada dasarnya pengobatan di rumah penting dilakukan oleh setiap pasien hepatitis E, baik HEV kronis maupun akut. Pengobatan di rumah bertujuan untuk meredakan gejala yang di alami. 

Kabar baiknya, pasien HEV dengan sistem imun yang baik biasanya hanya membutuhkan pengobatan sederhana untuk menghilangkan virus ini, seperti: 

Bagaimana cara mencegah HEV?

Sejauh ini baru ada satu vaksin yang dikembangkan oleh peneliti di Tiongkok dan digunakan di negara tersebut.

Namun, vaksin hepatitis E belum tersedia dan menerima izin secara luas, sehingga Anda perlu menjalani gaya hidup bersih dan sehat untuk mencegah hepatitis ini, yaitu: 

  • konsumsi air yang bersih, seperti air kemasan
  • hindari makan makanan mentah atau tidak dikupas, 
  • selalu cuci buah dan sayur dengan air sebelum dimasak atau dikonsumsi, serta
  • selalu mencuci tangan, terutama setelah dari toilet atau sebelum makan. 

Bila Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut, silakan hubungi dokter untuk mendapatkan solusi yang tepat. 

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Patricia Lukas Goentoro

General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Lika Aprilia Samiadi · Tanggal diperbarui 19/01/2021

advertisement iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

advertisement iconIklan
advertisement iconIklan