Injeksi interferon alfa-2b (intron A) biasanya dipakai untuk pasien yang lebih muda dan ingin menghindari perawatan jangka panjang. Perlu diingat bahwa obat-obatan ini tidak boleh digunakan selama kehamilan.
3. Hepatitis C
Bagi Anda yang mengalami hepatitis C dan sudah berlangsung selama lebih dari 6 bulan, perawatan dari dokter mungkin sudah dibutuhkan. Beberapa orang yang mengalami hepatitis ini tidak sadar telah terinfeksi virus beberapa tahun yang lalu.
Bila jaringan parut pada hati (sirosis) sudah parah, dokter akan merekomendasikan obat untuk mengatasi hepatitis, seperti obat antivirus dan protease inhibitor.
Obat antivirus analog nukleosida
Salah satu obat-obatan antivirus yang digunakan untuk mengatasi hepatitis C adalah analog nukleosida. Obat ini membantu mencegah penyebaran infeksi dengan menghentikan pembentukan nukleosida pada sel yang terinfeksi.
Ribavirin adalah satu-satunya obat yang digunakan untuk mengobati infeksi HCV pada kelas ini. Meski begitu, Ribavirin membutuhkan kombinasi dengan injeksi interferon demi melawan infeksi.
Anda perlu berhati-hati saat menggunakan obat ini. Pasalnya, Ribavirin dapat memicu risiko cacat lahir dan menekan pertumbuhan pada anak-anak. Risiko ini dapat dialihkan dari pria kepada pasangan wanitanya pada saat pembuahan.
Protease inhibitor

Protease inhibitor adalah obat hepatitis oral yang bekerja dengan mencegah penyebaran infeksi. Obat ini juga memperlambat produksi virus dalam tubuh. Jenis obat-obatan protease inhibitor meliputi:
- Telaprevir
- Boceprevir
- Paritaprevir
Ketiga obat tersebut hanya digunakan bersamaan dengan terapi infeksi HCV lainnya. Sebagai contoh, Telaprevir diminum dua kali sehari, sementara boceprevir diminum tiga kali sehari.
Efek samping paling umum dari obat ini adalah anemia, diare, kelelahan, sakit kepala, mual, dan muntah.
Polymerase inhibitor dan terapi kombinasi obat
Polymerase inhibitor didesain untuk mencegah terjadinya pembentukan virus hepatitis C. Obat yang termasuk polymerase inhibitor sovaldi ini bekerja dengan menghambat RNA polymerase yang dipakai virus hepatitis C untuk mereplikasi RNA.
Obat ini juga terkadang dikombinasikan dengan ribavirin selama 24 minggu. Perlu diingat bahwa polymerase inhibitor harus digunakan dengan makanan dan tak boleh dihancurkan. Efek samping yang umum terjadi meliputi:
- mual,
- gatal,
- insomnia, dan
- rasa lemah.
4. Hepatitis D

Meski jarang terjadi, penyakit hepatitis D lebih berbahaya dibandingkan jenis hepatitis lainnya. Namun, virus hepatitis D hanya bisa mengganggu fungsi hati pada pasien hepatitis B.
Hepatitis D pun hingga saat ini belum memiliki obat-obatan yang khusus untuk melawan infeksi virus penyebabnya. Namun, pasien dengan penyakit hepatitis ini akan diberikan obat yang tidak jauh berbeda dengan jenis hepatitis lainnya.
Interferon alfa (IFN-α)
Interferon alfa adalah salah satu obat hepatitis D yang menunjukkan hasil yang tampak efektif. Bahkan, hasil IFN-α juga terlihat lebih manjur pada pasien hepatitis D kronis dibandingkan pada pasien sirosis.
Walaupun demikian, obat ini memiliki efek jangka pendek, sehingga perlu diberikan setiap hari atau 3 kali dalam seminggu selama 6 bulan hingga 1 tahun. Sayangnya, interferon alfa juga mulai ditinggalkan, termasuk di Indonesia.
Hal ini dikarenakan pengobatan hepatitis yang satu ini menimbulkan efek samping, tetapi tidak cukup efektif untuk melawan infeksi. Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan interferon alfa antara lain:
- mual dan muntah,
- kelelahan dan demam,
- anemia dan sakit kepala,
- darah tinggi, dan
- gangguan kecemasan hingga depresi.
Bila penyakit ini sudah memasuki stadium akhir, dokter mungkin akan merekomendasikan transplantasi hati sebagai cara mengobati hepatitis terakhir.
5. Hepatitis E
Mirip dengan hepatitis A, hepatitis E dapat sembuh dengan sendirinya dengan perawatan sederhana di rumah. Selain itu, belum ada obat khusus untuk melawan infeksi virus hepatitis E.
Walaupun demikian, infeksi virus hepatitis E yang sudah masuk kategori kronis membutuhkan perawatan dari dokter, seperti:
- Ribavirin, dan
- obat antivirus lainnya.
Bagaimana dengan obat alternatif untuk hepatitis?

Kemajuan teknologi saat ini sudah memungkinkan para ahli untuk meneliti berbagai tanaman sebagai pengobatan herbal. Faktanya, sudah banyak obat alternatif yang digunakan untuk meredakan gejala penyakit liver, termasuk hepatitis.
Walaupun terdapat embel-embel aman, Anda perlu memeriksakan diri ke dokter sebelu mengonsumsinya. Pasalnya, obat-obatan ini nantinya akan diproses oleh hati, sehingga bisa saja menjadi bumerang bagi pasien penyakit liver.
Beberapa obat alternatif dapat merusak hati dan menyebabkan kondisi semakin parah. Itu sebabnya, selalu diskusikan dengan dokter sebelum menggunakan pengobatan alternatif untuk menghindari risiko tersebut.
Bila obat dan perawatan dari dokter tidak memperlihatkan hasil yang maksimal, dokter mungkin akan merekomendasikan transplantasi hati. Namun, prosedur cangkok hati ini memerlukan syarat dan kondisi tertentu sebelum dilakukan.
Bila Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut, silakan hubungi dokter untuk mendapatkan solusi yang tepat.