3. Makanan mengandung MSG
Makanan kemasan yang mempunyai rasa gurih pada umumnya mengandung MSG (monosodium glutamat). Beberapa orang melaporkan bahwa MSG sering menjadi penyebab migrain. The American Migraine Foundation mencatat sebanyak 10-15% orang mengalami sakit kepala migrain setelah mengonsumsi makanan yang mengandung MSG.
4. Makanan dan minuman berpemanis buatan
Dalam beberapa penelitian menemukan bahwa, beberapa orang mengalami peningkatan frekuensi migrain setelah mengonsumsi makanan yang mengandung pemanis buatan, yaitu aspartam, dalam jumlah besar. Namun, pada penderita migrain lainnya justru tidak mengalami hal tersebut. Pengaruh pemanis buatan ini mungkin berbeda antar individu.
5. Cokelat
Cokelat bisa menjadi makanan penyebab migrain, terutama pada orang-orang yang sensitif. Menurut American Migraine Foundation, cokelat merupakan pemicu migrain paling umum kedua setelah alkohol, dengan persentase sebesar 22 persen. Kandungan feniletilamin dan kafein dalam cokelat bisa menjadi alasan mengapa cokelat memicu migrain.
6. Keju
Keju merupakan makanan yang mengandung tiramin dan dapat menjadi pemicu migrain, terutama bagi yang sensitif terhadap tiramin. Tiramin adalah asam amino yang dapat memicu perubahan pada pembuluh darah yang khas pada penderita migrain. Selain keju, tiramin juga ditemukan di makanan lainnya, seperti yoghurt, kacang-kacangan, pisang, buah sitrus (jeruk), acar, daging yang diawetkan, dan ikan yang diasapkan.
7. Daging olahan
Sosis dan ham merupakan contoh daging olahan yang dapat menjadi penyebab migrain. Kandungan nitrat dan nitrit sebagai pengawet pada daging olahan dapat memperlebar pembuluh darah sehingga dapat memicu migrain pada beberapa orang. Jadi, mungkin tidak semua orang akan mengalami migrain setelah mengonsumsi daging olahan.
Selain daftar di atas, makanan lainnya juga disebut bisa menjadi pemicu migrain pada beberapa orang, seperti makanan atau minuman yang beraroma kuat atau menyengat, makanan berlemak, serta makanan dan minuman dingin.
Namun perlu diingat, faktor pemicu setiap penderita migrain bisa berbeda. Untuk mengenali dan mencegah serangan migrain, Anda dapat membuat catatan atau daftar tertulis mengenai faktor pemicu, termasuk gejala, durasi, waktu terjadinya, apa yang sedang Anda lakukan, dan kondisi lingkungan selama serangan berlangsung.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya migrain

Migrain dapat terjadi siapapun dan kapanpun. Namun, ada kondisi atau faktor tertentu yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena migrain. Memiliki faktor risiko ini bukan berarti Anda akan pasti mengidap migrain. Sebaliknya, bagi yang tidak memiliki faktor risiko pun tidak pasti akan terbebas dari penyakit ini. Berikut adalah faktor-faktor risiko tersebut:
1. Riwayat keluarga
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, para peneliti menduga faktor genetik mungkin terkait dengan penyebab migrain pada seseorang. The American Migraine Foundation menyebut, jika salah satu orangtua Anda memiliki riwayat migrain, Anda memiliki 50 persen peluang untuk memiliki kondisi yang sama. Namun, jika kedua orangtua Anda memiliki riwayat penyakit ini, peluang Anda dapat meningkat hingga 75 persen.
2. Usia
Migrain memang penyakit yang dapat terjadi pada siapapun, termasuk anak-anak. Meski demikian, penyakit ini lebih sering dimulai pada remaja atau dewasa muda, yang kemudian memuncak pada sekitar usia 30 tahun. Namun, secara bertahap, penyakit ini mulai membaik dan jarang terjadi serangan pada tahun-tahun setelahnya.
3. Jenis kelamin
Migrain adalah penyakit yang lebih sering dialami oleh wanita. Bahkan, wanita disebut berpotensi tiga kali lebih besar mengalami sakit kepala migrain ketimbang pria. Migrain pada wanita umumnya terkait dengan perubahan hormon estrogen yang dialaminya ketika menstruasi, memasuki masa menopause, dan saat kehamilan.
4. Kondisi medis tertentu
Memiliki kondisi medis tertentu juga disebut dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami migrain. Beberapa kondisi medis yang kerap berkaitan, seperti depresi, kecemasan, gangguan bipolar, gangguan tidur, dan epilepsi.
Tak hanya itu, gangguan pencernaan juga disebut berkaitan erat dengan kemungkinan migrain pada seseorang. Dalam sebuah penelitian disebutkan, orang yang sering mengalami gangguan pada sistem pencernaan berisiko tinggi mengalami migrain daripada yang tidak. Kondisi tersebut mengarah pada sindrom iritasi usus besar (IBS) dan penyakit Celiac (intoleransi terhadap gluten).
Selain itu, anak dengan sindrom tertentu dan mengalami gejala muntah, pusing, dan sakit perut juga bisa terkena migrain pada kemudian hari. Kondisi ini dikenal dengan sindrom periodik masa kanak-kanak (childhood periodic syndromes).
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar