Eating disorder atau gangguan makan sering diartikan sebagai kebiasaan memuntahkan makanan setelah makan. Padahal, ada begitu banyak jenis gangguan makan dengan karakteristiknya masing-masing.
Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Eating disorder atau gangguan makan sering diartikan sebagai kebiasaan memuntahkan makanan setelah makan. Padahal, ada begitu banyak jenis gangguan makan dengan karakteristiknya masing-masing.
Simak informasi berikut untuk mengetahui lebih lanjut seputar gangguan pada pola makan, penyebab, gejala, hingga penanganannya.
Eating disorder adalah serangkaian gangguan mental yang ditandai dengan pola makan yang tidak sehat atau tidak wajar. Kondisi ini dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan fisik dan mental.
Tak hanya berdampak secara emosional, gangguan makan dapat memengaruhi kemampuan tubuh untuk mendapatkan gizi yang cukup dan menghambat kehidupan sehari-hari.
Bila dibiarkan berlarut-larut, gangguan makan bisa menimbulkan bahaya pada organ-organ tubuh seperti jantung, lambung, dan tulang. Bahkan, pengidapnya juga berisiko mengalami komplikasi yang serius sampai kematian.
Eating disorder paling sering ditemui pada remaja dan orang dewasa muda. Meski demikian, baik pria maupun wanita dari semua kelompok usia tak lepas dari risiko penyakit ini.
Seperti yang telah disebutkan, ada berbagai jenis eating disorder dengan karakteristik yang berbeda. Masing-masing kondisi juga menunjukkan tanda dan gejala yang beragam.
Berikut merupakan gejala gangguan makan berdasarkan jenisnya.
Anoreksia nervosa meripakan kondisi yang membuat penderitanya enggan makan karena takut berat badannya naik. Orang-orang dengan kondisi ini umumnya memiliki berat badan yang sangat rendah.
Selain tidak mau makan, pengidap anoreksia berupaya mengontrol berat badannya dengan olahraga berlebihan, minum obat pencahar untuk menurunkan berat badan, atau sengaja muntah setelah makan.
Bahkan, tak sedikit pula yang mengonsumsi obat pelangsing yang tidak terjamin keamanannya.
Sama-sama didorong oleh perasaan takut naik berat badan, pengidap bulimia makan dalam jumlah banyak, tetapi diikuti oleh kebiasaan memuntahkan makanan.
Pengidap bulimia mungkin juga minum obat pencahar atau obat penekan nafsu makan agar berat badannya tidak bertambah.
Mereka sering merasa bersalah atau malu setelah makan berlebihan. Sering kali, mereka juga dirundung stres karena tidak menyukai bentuk badan atau terus memikirkan berat badannya.
Pada kondisi binge-eating disorder, tanda yang paling terlihat yakni kecenderungan makan berlebihan tanpa kendali.
Makan berlebihan dan binge-eating disorder sekilas memang mirip. Bedanya, pengidap binge-eating disorder akan terus makan lebih banyak dari yang mereka inginkan meski telah merasa kenyang.
Setelah makan, mereka akan merasa bersalah dengan perilaku tersebut. Namun, mereka tetap tidak melakukan usaha untuk menghentikan kebiasaan itu dan menurunkan berat badannya.
Gangguan ruminasi merupakan kondisi ketika seseorang berulang kali memuntahkan makanan yang belum dicerna sempurna, lalu mengunyahnya kembali dan menelannya.
Terkadang, perilaku ini juga dilakukan berulang. Setelah dikunyah, makanan tersebut kemudian dimuntahkan kembali.
Biasanya, gangguan ruminasi terjadi pada anak, bayi, atau orang yang lahir dengan cacat intelektual.
Gangguan ini ditandai dengan kebiasaan menghindari makanan dengan karakteristik sensorik tertentu, seperti warna, tekstur, bau, atau rasa.
Sebagai contoh, seorang pengidap ARFID tidak mau makan makanan yang memiliki warna hijau.
Gejala ARFID juga kerap disertai dengan ketakutan berlebihan akan tersedak makanan. Kondisi ini bisa menyebabkan kurangnya asupan gizi tertentu.
Pica merupakan gangguan pola makan yang ditandai dengan kebiasaan mengonsumsi sesuatu yang tidak layak makan.
Kondisi ini mirip dengan anak kecil yang suka memasukkan benda-benda ke dalam mulut karena penasaran.
Orang dengan kondisi ini bisa saja makan sesuatu yang bisa mengganggu kesehatan. Contoh benda yang dimakan yaitu tanah, batu, kertas, krayon, rambut, atau kapur.
Terlepas dari jenis eating disorder-nya, para pengidap kondisi ini juga menunjukkan gejala depresi, lesu, serta cenderung menghindari situasi sosial dan menarik diri dari orang lain.
Bila Anda atau orang terdekat terlihat mengalami gejala-gejala yang telah disebutkan, apalagi disertai dengan citra yang buruk terhadap tubuh, pertimbangkan untuk pergi ke psikolog.
Penyebab dari gangguan makan tidak diketahui secara pasti. Namun, ada kemungkinan faktor genetik berperan dalam terjadinya penyakit ini.
Ada beberapa orang dengan gen tertentu yang membuat mereka punya risiko lebih tinggi terhadap eating disorder. Biasanya, ini ditemukan pada orang yang keluarganya memiliki riwayat gangguan makan.
Eating disorder juga bisa didasari oleh kondisi psikologis dan emosional yang sudah ada terlebih dahulu.
Bisa jadi gangguan makan didasari oleh rasa percaya diri yang rendah, sifat perfeksionis, perilaku impulsif, atau berada dalam sebuah hubungan yang bermasalah.
Terkadang, munculnya gangguan makan didorong oleh lingkungan sekitar. Seperti yang kita tahu, tubuh langsing masih sering dianggap sebagai tubuh yang ideal.
Karena itu, orang-orang jadi terdorong untuk melakukan segala sesuatu demi mendapatkan tubuh ideal dengan cepat walau harus memilih cara yang tidak sehat.
Beberapa hal lainnya yang membuat seseorang lebih rentan terkena gangguan makan termasuk:
Sebelum mengatasi gangguan makan, tentu Anda harus mengetahui terlebih dahulu jenis dan penyebabnya.
Dokter akan meminta Anda untuk menjalani serangkaian tes berikut untuk mendiagnosis gangguan makan secara pasti.
Perawatan untuk gangguan makan umumnya melibatkan beberapa pendekatan yang berbeda. Mengingat dampaknya bisa berpengaruh terhadap kesehatan fisik, dibutuhkan kerja sama antara psikolog, dokter spesialis kejiwaan, dan ahli gizi.
Berikut adalah beberapa metode yang biasanya dilakukan.
Selain rutin menjalani perawatan dari dokter secara disiplin, pasien juga harus senantiasa menjaga kondisinya dengan:
Bila ada pertanyaan, konsultasi dengan psikolog dan dokter dapat membantu memberikan solusi terbaik atas masalah Anda.
Catatan
Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Ditinjau secara medis oleh
dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar