Baca semua artikel tentang coronavirus (COVID-19) di sini.
Pandemi penyakit memberikan dampak beragam pada setiap orang. Sebagian orang berisiko mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD) akibat melewati masa pandemi COVID-19 yang mengguncang. Bagaimana peristiwa-peristiwa selama masa pandemi COVID-19 membuat seseorang mengalami PTSD?
Risiko PTSD akibat melewati masa pandemi COVID-19
PTSD atau gangguan stres pascatrauma adalah gangguan psikologi yang terjadi pada seseorang setelah mengalami atau menyaksikan peristiwa mengejutkan, menakutkan, atau berbahaya.
Gejala gangguan psikologi ini terjadi pada petugas kesehatan garis depan dan orang-orang yang melakukan karantina mandiri pascawabah SARS pada 2003 lalu.
Sebuah studi yang diterbitkan tahun 2010 melaporkan bahwa total 47,8% subjek mengalami PTSD pada beberapa titik waktu setelah wabah SARS. Semua subjek ini mengidentifikasi wabah SARS sebagai pemicu trauma.
Dalam studi lainnya, peneliti di Canada menemukan bahwa hampir sepertiga orang yang dikarantina saat wabah SARS mengalami PTSD atau depresi. Studi tersebut juga menyebutkan berinteraksi dengan seseorang yang positif SARS bisa meningkatkan kemungkinan PTSD atau gejala depresi .
1,347,026
1,160,863
36,518
Para ahli mengatakan, pandemi COVID-19 juga dapat memiliki efek yang sama yaitu risiko mengalami gangguan PTSD.
Pandemi COVID-19 berpotensi meningkatkan stres dan kecemasan. Stres dan cemas bisa terjadi pada seseorang karena takut terinfeksi atau karena ketidakpastian masa pandemi tentang bagaimana itu akan mempengaruhi secara sosial dan ekonomi.
Bahkan walaupun tidak didiagnosis PTSD secara klinis, ada kemungkinan reaksi emosional yang kuat terhadap trauma COVID-19 dapat bertahan relatif lama setelah peristiwa berlalu.
Karena intensitas dampak mental dari pandemi termasuk pada remaja yang meningkat di seluruh dunia, para ahli epidemiologi dari GlobalData memprediksi adanya peningkatan risiko PTSD akibat pengalaman peristiwa pandemi.
Siapa saja yang berisiko mengalami PTSD pasca pandemi?
“Ketika berpikir tentang sebuah peristiwa traumatis, ini bukan hanya tentang peristiwanya, tapi bagaimana peristiwa itu berdampak pada Anda,” ujar Luana Marques, psikolog klinis dan profesor di departemen psikiatri Harvard Medical School.
Riset-riset terdahulu yang dilakukan setelah peristiwa bencana seperti wabah SARS memberikan antisipasi akan adanya peningkatan angka PTSD pada masa pandemi ini. Berikut kemungkinan kelompok orang yang berisiko mengalami PTSD akibat pandemi COVID-19.
1. Pasien yang sembuh dari COVID-19
Penelitian menunjukkan, PTSD muncul pada banyak pasien yang pernah dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU). Mereka mengingat bagaimana mereka berada pada kondisi antara hidup dan mati.
Studi Johns Hopkins pada pasien dengan cedera paru akut yang dirawat di ICU menunjukkan bahwa 35% dari mereka mengalami PTSD klinis dua tahun setelah keluar dari rumah sakit.
2. Petugas medis garda depan penanganan COVID-19
Pada masa pandemi, petugas kesehatan menyaksikan lebih banyak kesakitan dan kematian daripada biasanya. Selain itu, risiko besar tertular COVID-19 juga bisa menyebabkan munculnya kekhawatiran dan stres.
Studi yang dipublikasi SAGE Public Health Emergency Collection menyatakan bahwa kemungkinan ada 10% lebih banyak staf kesehatan lini depan yang berisiko PTSD selama pandemi COVID-19 ini.
5 Langkah Berpikir Positif Selama Menghadapi Pandemi COVID-19
3. Mereka yang kehilangan keluarga karena COVID-19
Perasaan kehilangan dan duka akibat kehilangan orang yang sayang, ditambah tidak bisa berada di samping orang yang disayang di detik-detik terakhir kalinya dialami oleh mereka yang kehilangan keluarga akibat COVID-19. Ini juga bisa menjadi pemicu risiko PTSD.
4. Orang yang terpukul secara ekonomi
Jutaan orang di Indonesia dilaporkan kehilangan pekerjaan selama masa pandemi COVID-19. Kehilangan pekerjaan secara tiba-tiba ini bisa membuat mental terganggu dan berpotensi menimbulkan masalah pada kesehatan mental dan kemungkinan mendapati gejala PTSD.
Beberapa orang mungkin akan mengalami gejala PTSD selama dan setelah pandemi COVID-19. Menjaga kesehatan psikis diri sendiri mesti diutamakan. Bila tidak bisa sendiri, cobalah konsultasi keluhan mental dengan psikolog atau psikiater.
Bantu dokter dan tenaga medis lain mendapatkan alat pelindung diri (APD) dan ventilator untuk melawan COVID-19 dengan berdonasi melalui tautan berikut.
Hello Health Group dan Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, maupun pengobatan. Silakan cek laman kebijakan editorial kami untuk informasi lebih detail.