Pemerintah masih gencar memperluas cakupan vaksin ke seluruh daerah di Indonesia untuk menekan angka penularan COVID-19. Selain mengandalkan ketersediaan vaksin seperti Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, Sinopharm, dan Moderna, pemerintah juga menggunakan vaksin terbaru, yakni vaksin Johnson and Johnson (Janssen).
Seperti apa efikasi dan efek samping vaksin jenis ini?
Apa itu vaksin Johnson and Johnson?
Vaksin Johnson and Johnson (J&J) adalah vaksin COVID-19 yang berasal dari Belgia, yang dikembangkan oleh Janssen Pharmaceutical Companies of Johnson & Johnson. Kandungan dalam vaksin ini meliputi:
- 2-hydroxypropyl-β-cyclodextrin (HBCD),
- trisodium sitrat dihidrat,
- asam sitrat monohidrat,
- natrium klorida, dan
- adenovirus tipe 26 yang tidak dapat memperbanyak diri (bereplikasi).
Peneliti yang mengembangkan vaksin J&J menambahkan gen pada protein spike virus corona ke virus lain yang disebut adenovirus 26.
Adenovirus merupakan virus yang biasanya menyebabkan pilek dan flu, sedangkan protein spike merupakan permukaan virus yang berbentuk seperti paku.
Adenovirus tipe 26 yang ditambahkan pada vaksin ini sebelumnya dimodifikasi sehingga dapat memasuki sel. Meski begitu, virus tersebut tidak akan menyebabkan penyakit karena tak memiliki kemampuan untuk bereplikasi.
Efektivitas vaksin Johnson and Johnson
Melansir dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), tingkat efektivitas vaksin Janssen yaitu sebesar 66,3 persen. Hasil tersebut didapat melalui uji klinis laboratorium untuk mencegah infeksi COVID-19.
Dalam uji klinis tersebut, didapati bahwa orang yang menerima vaksin Johnson and Johnson terlindung dari COVID-19 setidaknya hingga 2 minggu setelah vaksinasi.
Selain itu, didapati juga bahwa vaksin ini efektif mencegah munculnya gejala parah pada orang yang terinfeksi.
Penggunaan vaksin Janssen juga telah mendapat persetujuan dari BPOM RI. BPOM telah mengeluarkan izin penggunaan darurat (EUA) vaksin ini pada 7 September 2021.
Dosis dan jadwal pemberian vaksin Johnson and Johnson
Berdasarkan aturan dari Kementerian Kesehatan RI, Johnson & Johnson dapat diberikan sebagai vaksin primer dan booster COVID-19. Penerimanya sendiri baru dikhususkan pada kelompok usia 18 tahun ke atas.
Berikut ini detail dosis untuk penerima vaksin Janssen.
Dosis primer
Sama seperti vaksin Sputnik V dan Convidecia, vaksin Janssen masuk dalam kelompok vaksin dosis tunggal. Anda hanya akan menerima satu kali suntikan dengan dosis 0,5 ml sebagai vaksin primer.
Dosis booster
Penerima vaksin Janssen dapat memeroleh booster tiga bulan setelah vaksinasi primer. Pada vaksinasi COVID-19 di Indonesia, penerima vaksin primer J&J akan diberikan vaksin lanjutan Moderna dengan separuh dosis (0,25 ml).
Cara pemberian vaksin Johnson and Johnson
Sebelum proses vaksinasi, petugas akan melakukan skrining terlebih dahulu. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan Anda dan menentukan apakah Anda boleh menerima vaksin.
Jika Anda lolos skrining, vaksin akan diberikan. Dalam prosesnya, penyuntikan vaksin Janssen dilakukan secara intramuskular. Pemberian vaksin harus dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan yang sudah terlatih.
Setelah vaksinasi, Anda akan diminta menunggu di ruang observasi selama 10 hingga 15 menit. Hal tersebut dilakukan untuk melihat potensi adanya Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
Sesudah itu, Anda akan menerima kartu tanda vaksin, disertai dengan nomor kontak dokter yang bisa dihubungi jika mengalami gejala pasca vaksinasi. Petugas juga akan memberitahu jadwal terkait vaksinasi lanjutan yang harus Anda terima.
Efek vaksin Johnson and Johnson
Sama seperti vaksin lain, beberapa efek samping mungkin akan Anda rasakan setelah disuntik vaksin Janssen.
Dari hasil pemantauan vaksin Johnson and Johnson, beberapa efek samping yang paling sering muncul yakni:
- sakit kepala,
- demam disertai tubuh menggigil,
- nyeri pada bekas suntikan, dan
- tubuh terasa lemas.
Efek samping ini biasanya akan muncul dalam satu atau dua hari setelah vaksin dan mungkin memengaruhi kemampuan Anda untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Namun, jangan khawatir karena biasanya efek samping tersebut akan hilang dalam beberapa hari.
Pada beberapa kasus, efek vaksin Johnson and Johnson juga bisa menyebabkan pingsan, yang terjadi dalam kurun waktu 15 menit setelah vaksin diberikan.
Hingga kini, belum diketahui secara pasti apakah kondisi tersebut merupakan respons tubuh terhadap kandungan vaksin atau kecemasan perihal vaksinasi.
Di samping itu, laporan lain menunjukkan vaksin Janssen dapat meningkatkan risiko terjadinya trombosis dengan sindrom trombositopenia (TTS).
Kondisi ini menandakan pembekuan darah dengan trombosit rendah yang dapat terjadi pada wanita dewasa yang berusia kurang dari 50 tahun.
Perlu diingat, efek vaksinasi pada masing-masing orang mungkin akan berbeda. Jika gejala yang muncul mulai mengganggu aktivitas, segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan penanganan.
Peringatan dan perhatian saat menerima vaksin
Vaksin J&J hanya boleh diterima oleh kelompok usia 18 tahun ke atas. Vaksin ini juga bisa diterima oleh orang yang pernah memiliki riwayat COVID-19 tiga bulan setelah infeksi.
Di sisi lain, ada beberapa kondisi yang membuat Anda tidak diperbolehkan untuk menerima jenis vaksin ini. Berikut di antaranya.
- Kelompok usia di bawah 18 tahun.
- Suhu tubuh lebih dari 38,5 derajat Celsius saat hendak menerima vaksin.
- Orang dengan riwayat anafilaksis atau reaksi alergi parah.
- Mengalami trombosis dengan sindrom trombositopenia setelah penyuntikan vaksin primer atau dosis pertama.
Sebelum menerima vaksin, Anda bisa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Sampaikan riwayat penyakit, obat, hingga alergi agar dokter bisa menentukan apakah Anda boleh menjalani vaksinasi atau tidak.
Apakah vaksin J&J aman untuk ibu hamil dan menyusui?
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa vaksin Johnson and Johnson aman diberikan kepada ibu hamil dan menyusui. Hingga kini, belum ada temuan yang mendapati adanya masalah pada ibu hamil akibat pemberian vaksin Janssen.
Ibu hamil menjadi kelompok yang diprioritaskan untuk menerima vaksin COVID-19. Manfaat vaksin pada ibu hamil jauh lebih besar dibanding potensi risiko yang mungkin ditimbulkan.