Hubungan tidak sehat yang berdampak pada KDRT muncul karena ketidakadilan atau ketidaksetaraan peran. Ada relasi satu pihak yang bersifat berkuasa dan pihak yang lain menjadi koordinat bawahannya.
Itu berarti kasus KDRT yang meningkat saat pandemi COVID-19 seperti sekarang ini tidak terjadi pada keluarga yang tadinya baik-baik saja.
“Ketidakadilan peran itu sudah ada sejak sebelumnya. Itu yang harus ditekankan. Jadi adanya pertengkaran dalam rumah tangga itu wajar saja ya,” tutur Nurindah.
Hubungan rumah tangga yang sehat bukan berarti tanpa konflik. Untuk hubungan yang sehat, konflik rumah tangga yang timbul dalam masa pandemi ini tidak akan berakhir menjadi KDRT.
Bagaimana membantu tetangga korban KDRT?

Saat melihat korban KDRT, Anda tidak serta merta bisa bertindak karena khawatir dianggap ikut campur dalam konflik rumah tangga orang lain. Walaupun begitu, Anda merasa perlu untuk mendampingi korban KDRT.
Nurindah mengatakan yang paling dibutuhkan oleh korban adalah pertolongan. Perlaku kerap kali memanipulasi korban. Secara perlahan, pelaku mengurangi rasa percaya diri korban, menjauhkan korban dari lingkungan sosial, dan membuat korban merasa tidak punya tempat untuk dimintai pertolongan.
“Jadi hal pertama adalah memastikan si korban mengetahui bahwa di lingkungannya ada kelompok yang siap membantu saat sesuatu terjadi,” kata Nurindah.
Pelaku KDRT akan mengancam dan menyerang para penolong. Nurindah memberi saran mereka yang berniat membantu sudah lebih dulu memastikan punya kekuatan untuk menerima ancaman dari pelaku.
“Kelompok atau rukun tetangga bersama ketua RT akan menjadi solusi yang baik dalam menolong korban KDRT,” tutup Nurindah.