Panduan ini dibuat untuk mencegah beredarnya stigma dan rasa takut tentang penyakit menular, sehingga menghambat respons. Maka itu, pemerintah diminta untuk membangun kepercayaan pada layanan kesehatan yang bisa diandalkan, menunjukkan empati terhadap pasien, dan memahami penyakit tersebut.
Menulis atau cara berkomunikasi tentang COVID-19 ternyata cukup penting agar orang lain dapat menerapkan tindakan efektif dalam memerangi penyakit. Selain itu, komunikasi juga diperlukan agar rasa takut dan stigma terhadap pasien tidak terlalu buruk.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika menyebarkan informasi tentang wabah penyakit COVID-19 agar tidak menimbulkan citra buruk pada pasien, seperti:
1. Pemilihan kata

Salah satu aturan yang penting dalam menyebarkan informasi tentang wabah COVID-19, terutama soal pasien yang terjangkit adalah pemilihan kata.
Kata-kata mungkin tidak dapat mengubah kenyataan, tetapi bisa mengganti cara orang memandang fakta dan melihat dunia di sekitarnya. Satu dua patah kata dapat membuat perbedaan yang cukup besar antara menyukai dan membenci orang tersebut.
Pada saat membicarakan COVID-19, kata-kata tertentu, seperti pasien suspek dan isolasi mungkin memiliki bagi sebagian orang. Akibatnya, muncul stereotip negatif, memperkuat hubungan palsu antara penyakit dengan faktor lain, seperti ras, dan menyebarkan ketakutan.

Tidak sedikit masyarakat yang terpapar dari salah memilih kata ini untuk tidak memeriksakan diri ke dokter atau menjalani karantina di rumah ketika sakit. Kata-kata kemudian menjadi sangat penting, terutama ketika menyebarkannya di media sosial.
Maka itu, WHO kemudian mencoba membuat aturan menyebarkan informasi terkait COVID-19 agar tidak muncul stigma buruk terhadap pasien dan orang sekitarnya.
Memilih penyebutan penyakit

Salah satu hal yang perlu diperhatikan ketika memilih penyebutan penyakit dalam menyebarkan informasi terkait wabah dan pasien COVID-19 adalah nama penyakitnya.
Sebelum COVID-19 disebut sebagai nama resmi, tidak sedikit media yang menyebut wabah ini sebagai virus Wuhan, virus Asia, atau virus China. Padahal, penggunaan nama ras atau negara tertentu dalam penyebutan nama penyakit tidak diperbolehkan karena dapat menimbulkan stereotip dan stigma buruk.
Menggunakan istilah yang sudah ditetapkan

Selain penyebutan nama penyakit, istilah tertentu terkait pasien COVID-19 pun perlu diperhatikan saat menyebarkan informasi kepada orang lain.
Sebaiknya, Anda menggunakan istilah pasien pada orang yang terkena COVID-19. Penggunaan kata korban atau mengaitkan mereka dengan kasus COVID-19 ternyata tidak disarankan.

Selain itu, WHO juga menganjurkan untuk memakai kata ‘mendapatkan’ dan ‘terjangkit’ bagi pasien yang terkena penyakit. Hal ini bertujuan agar pemakaian kata ‘menyebarkan’ atau ‘menginfeksi’ terdengar menyalahkan pasien dan merusak simpati kepada mereka.
Akibatnya, hal tersebut memicu keengganan masyarakat untuk menerima perawatan hingga menjalani karantina. Oleh karena itu, pemilihan kata ketika menyebarkan informasi terkait penyakit dan pasien COVID-19 cukup penting karena berpengaruh terhadap banyak hal.
2. Menyebarkan fakta

Menyebarkan informasi tentang COVID-19, terutama informasi pribadi pasien kepada masyarakat luas tentu perlu didukung oleh data yang dapat dipercaya.
Memberikan kabar atau berita yang kurang lengkap bisa menyebabkan kesalahpahaman. Semua jenis kabar berita seputar COVID-19 yang dasar hingga penting, seperti penularan, pengobatan, dan cara mencegah infeksi virus cukup penting bagi masyarakat.
Usahakan untuk menggunakan bahasa yang sederhana dan kurangi penggunaan istilah medis. Umumnya, media sosial menjadi tempat yang cukup populer untuk mengambil informasi kesehatan karena gratis dan diakses oleh setiap orang.
Maka itu, menyebarkan informasi berdasarkan fakta yang ada, terutama di media sosial, ternyata sangat bermanfaat. Hal ini bertujuan agar tidak menimbulkan kepanikan terhadap berita yang belum dipastikan kebenarannya.