Meski memiliki istilah yang terdengar mirip, ketosis dan ketoasidosis ternyata memiliki perbedaan yang mendasar. Tidak heran bila banyak orang yang menganggap kondisi ini serupa. Lantas, seperti apa perbedaan antara kedua kondisi ini?
Perbedaan ketosis dan ketoasidosis
Terlepas dari kemiripan nama, sebenarnya kedua kondisi ini berbeda. Perbedaan ketosis dan ketoasidosis tampak jelas pada kondisi yang mendasarinya. Di bawah ini sederet perbedaan ketosis dan ketoasidosis yang perlu Anda ketahui.
1. Definisi
Perbedaan ketosis dan ketoasidosis sebenarnya dapat dilihat melalui definisi masing-masing istilah.
Ketosis
Ketosis yaitu kondisi ketika adanya keton dalam tubuh, tapi hal ini tidak berbahaya. Pasalnya, keton merupakan bahan kimia yang dihasilkan tubuh ketika membakar cadangan lemak.
Ketosis akan terjadi saat Anda menjalani diet rendah karbohidrat, puasa, atau mengonsumsi terlalu banyak alkohol. Pada saat proses ini berlangsung, tubuh memiliki tingkat keton dalam darah atau urine yang lebih tinggi.
Ketoasidosis
Ketoasidosis atau ketoasidosis diabetik (disingkat DKA) merupakan komplikasi dari diabetes melitus tipe 1 atau 2. Berbeda dengan ketosis, ketoasidosis termasuk kondisi yang mengancam jiwa akibat kadar keton dan gula darah yang berlebihan.
Kedua hal tersebut bisa menyebabkan darah terlalu asam yang memengaruhi organ internal, seperti organ hati dan organ ginjal. DKA dapat terjadi dengan sangat cepat, yakni kurang dari 24 jam.
Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan ketoasidosis, mulai dari penyakit, diet yang tidak tepat, hingga tidak mengonsumsi insulin dalam dosis yang memadai.
2. Gejala
Selain definisi, ketosis dan ketoasidosis dapat dibedakan melalui gejala yang dialami oleh penderitanya. Di bawah ini penjelasannya.
Ketosis
Meski terbilang aman, ketosis dapat memicu ketidakseimbangan gizi pada beberapa orang. Akibatnya, ada sejumlah gejala yang dapat muncul, seperti:
- bau napas,
- sakit kepala,
- kelelahan,
- sulit konsentrasi,
- mudah marah,
- anemia,
- badan menggigil, dan
- mudah sakit.
Ketoasidosis
Dibandingkan ketosis, ketoasidosis biasanya ditandai dengan kondisi yang lebih beragam dan cukup berbahaya bila dibiarkan. Ada pun gejala DKA antara lain:
- kadar gula darah tinggi,
- peningkatan kadar keton dalam urine,
- sering merasa haus dan buang air kecil,
- kelelahan,
- kulit kering atau memerah,
- mual atau muntah,
- sakit perut,
- sulit bernapas,
- bau napas,
- sulit fokus, dan
- kehilangan kesadaran.
Jika Anda mengalami salah satu atau lebih gejala yang disebutkan, sebaiknya konsultasikan dengan dokter.
3. Pemicu
Perbedaan ketosis dan ketoasidosis ternyata juga tampak jelas pada apa yang menjadi faktor pemicunya.
Ketosis
Umumnya, ketosis dipicu oleh diet rendah karbohidrat, atau biasa disebut sebagai diet ketogenik (keto).
Diet ketogenik dapat membuat tubuh membakar lemak untuk digunakan sebagai energi. Hal ini dikarenakan Anda mengurangi asupan karbohidrat yang menjadi sumber utama energi.
Pembakaran tersebut kemudian menghasilkan keton dalam tubuh yang nantinya menyebabkan proses metabolisme ini.
Ketoasidosis
Bila ketosis dipicu oleh diet rendah karbohidrat, perbedaan proses ini dengan ketoasidosis terletak pada kurangnya hormon insulin dalam darah.
Insulin yang tidak cukup dalam darah menyebabkan gula darah tidak dapat dipecah menjadi energi oleh sel tubuh saat proses metabolisme. Akibatnya, tubuh mulai memecah lemak untuk digunakan sebagai energi dan melepaskan keton ke aliran darah.
Bila hal ini terjadi, tubuh bisa mengalami ketidakseimbangan kimiawi dalam darah yang disebut asidosis metabolik. Selain itu, ada sejumlah kondisi yang bisa memicu DKA, seperti:
- pneumonia,
- infeksi saluran kemih,
- stres,
- serangan jantung,
- penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan,
- penggunaan obat-obatan tertentu, dan
- penyakit akut, seperti sepsis atau pankreatitis.
4. Faktor risiko
Mengingat ketosis dan ketoasidosis memiliki perbedaan dari faktor pemicunya, beragam kondisi tertentu pun juga bisa meningkatkan risiko kedua kondisi ini. Berikut faktor risiko ketosis dan DKA yang membedakan keduanya.
Ketosis
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pola makan rendah karbohidrat merupakan faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya ketosis.
Diet rendah karbohidrat biasanya bertujuan menurunkan berat badan. Bahkan, orang yang menjalani diet ketat dengan gangguan makan juga berisiko lebih tinggi.
Ketoasidosis
Melansir American Diabetes Association, ketoasidosis cenderung terjadi pada penyandang diabetes tipe 1 yang tidak menjaga kadar gula darah dengan baik.
Tak hanya kurang menjaga kadar gula darah, ada berbagai faktor risiko tambahan lainnya, meliputi:
- penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan,
- sering telat makan, serta
- tidak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup.
5. Pengobatan
Lantaran ada perbedaan kegawatan antara ketosis dan ketoasidosis, pengobatan keduanya pun berbeda. Orang yang mengalami ketosis mungkin tidak memerlukan perawatan intensif. Namun, itu tidak berlaku untuk DKA.
Umumnya, penderita DKA harus dilarikan ke ruang gawat darurat atau menjalani rawat inap di rumah sakit, terutama ketika terjadi akibat komplikasi diabetes.
Beberapa perawatan ketoasidosis yang direkomendasikan dokter meliputi:
- cairan melalui mulut atau vena,
- penggantian elektrolit, seperti klorida, natrium, atau kalium, serta
- insulin intravena hingga kadar gula darah di bawah 240 mg/dL.
Dalam waktu 48 jam, kondisi DKA pada penyandang diabetes baisanya akan membaik. Dokter juga akan meninjau ulang rencana pola makan gizi seimbang dan pengobatan guna mencegah kekambuhan gangguan ini.
Ketosis dan ketoasidosis memang memiliki perbedaan. Namun, cara mendiagnosis kedua kondisi ini cukup mirip, yakni pemeriksaan darah untuk mendeteksi kadar keton dalam darah.
Walaupun demikian, Anda perlu waspada ketika mengalami salah satu atau lebih gejala yang disebutkan. Bila perlu, konsultasikan dengan dokter guna mendapatkan perawatan yang tepat.
[embed-health-tool-bmi]