Ketika terdiagnosis tuberkulosis, pasien tentunya harus menjalani pengobatan jangka panjang. Biasanya, pengobatan dapat memakan waktu sampai 6 bulan atau bahkan lebih, tergantung tingkat keparahan penyakitnya. Ketika pasien tidak disiplin melakukan pengobatan TBC, penyakit tuberkulosis dapat menimbulkan risiko resistensi antibiotik. Pada kasus yang lebih parah, TB paru aktif yang diderita bisa berkembang menjadi TB XDR. Sefatal apa kondisi ini?
Apa itu TB XDR?
Extensively drug-resistant tuberculosis atau TB XDR merupakan suatu kondisi di mana pasien kebal terhadap obat antituberkulosis (OAT). Meski serupa, kondisi ini lebih serius dari TB MDR (multi-drug resistant tuberculosis).
Pasien TB MDR biasanya kebal dengan OAT paling efektif seperti isoniazid (INH) dan rifampisin (obat lini pertama). Sementara itu, untuk TB XDR, selain kebal dengan obat-obatan TBC lini pertama, pasien juga bisa resistan terhadap obat TBC lini kedua, seperti:
- amikasin
- kanamisin
- capreomycin
- fluoroquinolone
TB XDR sangat berbahaya karena tingkat kekebalan yang tinggi pada banyak obat akan membuat virus TB semakin sulit untuk dibunuh. Tak jarang kasus TB XDR bisa menyebabkan kematian.
Parahnya lagi, penderita TB XDR juga lebih berisiko tinggi menularkan bakteri TBC yang resistan obat kepada orang yang sehat daripada penderita TBC paru aktif biasa. Artinya, semakin tinggi pula risiko orang lain untuk tertular bakteri yang kebal antibiotik.
Berdasarkan data WHO pada akhir 2016, terdapat sekitar 6,2% pasien dengan TB XDR yang tersebar di 123 negara. Dari 490,000 kasus TB MDR di tahun yang sama, hanya sebagian kecil bakteri TB XDR yang terdeteksi.
Namun, tak menutup kemungkinan bertambahnya jumlah kasus TB XDR, mengingat masih banyak negara yang belum bisa mendeteksi penyakit ini secara optimal.
Apa penyebab TB XDR?
Umumnya, tuberkulosis XDR dapat disebabkan karena faktor eksternal dan internal.
Untuk faktor eksternal biasanya berkaitan dengan tindakan medis yang dilakukan. TB XDR bisa terjadi karena adanya kesalahan dalam pengobatan yang diberikan. Beberapa di antaranya adalah:
- Obat TBC yang disalahgunakan
- Perawatan klinis yang tidak memadai
- Resep pengobatan yang tidak memadai
- Kualitas obat yang buruk
- Kesulitan akses ke fasilitas yang menyediakan pengobatan
- Pasokan obat ke klinik yang terhambat
- Durasi pengobatan yang terlalu pendek
Sementara itu, faktor internal terjadi ketika pasien tidak mengonsumsi obat TBC dengan teratur, seperti sering lupa minum obat TBC. Faktor lainnya, Anda tidak menyelesaikan tahapan pengobatan TBC seperti yang dianjurkan dokter alias berhenti di tengah jalan.
Hal ini biasa dilakukan ketika pasien merasa kondisinya telah membaik. Padahal bakteri penyebab TBC belum sepenuhnya mati sehingga saat putus pengobatan, gejala TBC yang sudah berhasil diatasi bisa muncul kembali.
Penyakit ini juga dapat ditularkan ketika Anda menghirup udara yang terdapat bakteri penyebab TBC yang resistan obat lini pertama dan kedua. Bakteri tersebut dikeluarkan penderita TB XDR saat batuk, bersin, dan berbicara.
Gejala tuberkulosis XDR
Gejala yang dialami pasien dengan TB XDR sebenarnya tidak berbeda dengan TBC paru aktif biasa. Perbedaannya gejala TBC yang awalnya dirasakan bisa semakin parah kondisinya atau jika Anda sudah tidak lagi mengalami gejala, kelompok gangguan kesehatan seperti berikut ini bisa kembali muncul:
- Batuk berdahak yang kadang disertai darah selama lebih dari dua minggu,
- Tubuh lemas
- Sesak napas dan nyeri pada dada
- Berat badan yang menurun drastis
- Demam
- Keringat dingin pada malam hari
Orang dengan kondisi TB MDR lebih berisiko mengalami TB ekstra paru, yaitu kondisi di mana bakteri TBC juga menyerang organ tubuh lainnya seperti ginjal, otak, dan tulang. Gejala yang dirasakan nantinya akan berbeda-beda tergantung dari organ yang terinfeksi bakteri tuberkulosis. Sebagai contoh, bakteri TBC yang menyebar di saluran limfatik bisa mengakibatkan rasa sakit dan pembengkakan di area kelenjar dan saluran getah bening.
Jika Anda mengalami gejala di atas, sebaiknya Anda segera memeriksakan diri ke dokter. Untuk memastikan diagnosis dari kondisi TBC resistan obat, dokter akan meminta Anda menjalani sejumlah pemeriksaan TBC, seperti Tes Cepat Molekular yang khusus mendeteksi kondisi tuberkulosis resistan obat.
Bagaimana pengobatan untuk penyakit TB XDR?
Tuberkulosis XDR tentunya masih bisa diobati. Namun, perlu diketahui juga bahwa mengobati penyakit ini akan memakan waktu yang lebih panjang, biaya yang lebih besar, serta kemungkinan keberhasilan pengobatan yang lebih rendah dibandingkan TB biasa atau MDR. Menurut CDC, keberhasilan pengobatan TB XDR termasuk jarang dengan presentase peluang untuk sembuh hanya sekitar 30-50 persen.
Selain faktor resistansi terhadap jenis OAT tertentu, keberhasilan pengobatan juga dipengaruhi oleh keadaan pasien seperti tingkat keparahan penyakitnya, kondisi imunitas tubuh pasien, serta ketaatan pasien selama menjalani pengobatan.
Dalam buku Panduan Pengobatan Tuberkulosis Resistan Obat, pengobatan yang diberikan untuk pasien TB XDR adalah:
- Memperpanjang durasi pengobatan dengan penggunaan obat anti-TBC lini kedua yang tidak resistan sampai 12 bulan, biasanya berupa obat injeksi.
- Menggunakan obat golongan fluoroquinolone generasi ketiga, seperti moxifloxacin.
- Menggunakan obat TBC golongan keempat yang khusus mengatasi TBC resistan obat, seperti ethionamide atau prothionamide.
- Menggabungkan dua sampai tiga jenis obat TBC dari golongan kelima, seperti menggunakan obat jenis bedaquiline, linezolid, dan clofazimine.
Penggunaan OAT lini pertama yang tidak menunjukkan efek resistansi bisanya juga tetap dilanjutkan selama pengobatan TB XDR. Apabila diketahui terdapat kerusakan jaringan yang serius pada paru-paru, tidak menutup kemungkinan operasi akan dilakukan untuk mengambil jaringan yang rusak.
Efek samping pengobatan tuberkulosis XDR
Oleh karena pengobatan yang lebih rumit serta obat yang digunakan lebih kuat, tentunya efek samping obat TBC yang muncul bisa lebih berat. Pengobatan untuk TB kebal obat dapat menyebabkan gangguan pendengaran, depresi, serta masalah pada ginjal.
Selain itu, obat antituberkulosis golongan lima yang kerap digunakan sebagai obat utama untuk kondisi TB XDR seperti linezolid dapat menimbulkan efek samping berupa:
- Myelosupresi (penurunan produksi sel darah)
- Neuropati perifer (gangguan sistem saraf tepi)
- Asidosis laktat (kelebihan asam laktat)
Bila efek samping ini muncul, pengobatan TBC harus dihentikan atau dokter akan menyesuaikan dosis yang bisa lebih ditoleransi tubuh pasien.
TB XDR adalah kondisi yang sangat serius karena bisa memperkecil peluang untuk sembuh dari penyakit TBC. Perawatan yang dibutuhkan akan memakan lebih banyak biaya, energi, dan waktu. Untuk mencegahnya, pastikan Anda menjalani pengobatan TBC hingga tuntas dengan disiplin.