backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Ubi Jalar, Pengganti Nasi yang Tepat untuk Pasien Diabetes

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    Ubi Jalar, Pengganti Nasi yang Tepat untuk Pasien Diabetes

    Masyarakat Indonesia kerap menggunakan ubi jalar sebagai makanan pokok pengganti nasi. Namun, umbi yang satu ini memiliki rasa yang manis sehingga banyak pasien diabetes (diabetesi) khawatir kalau konsumsinya bisa menaikkan gula darah. Benarkah demikian? Faktanya, ubi jalar merupakan pilihan makanan pengganti nasi yang baik untuk diabetesi, lho! Yuk, cari tahu manfaat konsumsi ubi jalar untuk diabetes dan cara pengolahannya yang tepat dalam ulasan ini!

    Efek makan ubi jalar untuk pasien diabetes

    Ubi jalar yang memiliki nama latin Ipomoea batatas mengandung karbohidrat yang tinggi sehingga bisa dimanfaatkan sebagai makanan pokok yang mengenyangkan.

    Tak sekadar memiliki kuantitas yang tinggi, jenis karbohidrat pada ubi jalar juga termasuk karbohidrat berkualitas yang dianjurkan untuk dimakan oleh pasien diabetes.

    Karbohidrat ubi jalar terdiri atas pati dan serat, yaitu jenis karbohidrat kompleks yang menyehatkan pencernaan sekaligus bisa melancarkan proses metabolisme.

    Selain itu, ubi jalar mengandung sejumlah vitamin yang bermanfaat untuk mengotimalkan beberapa fungsi organ tubuh, termasuk untuk pasien diabetes.

    Berdasarkan kandungan gizinya, berikut adalah berbagai manfaat konsumsi ubi jalar untuk penyakit diabetes.

    1. Menjaga kadar gula darah tetap terkendali

    Ubi kukus

    Dibandingkan pengganti nasi lain seperti kentang, ubi jalar memiliki nilai indeks glikemik yang lebih rendah.

    Nilai indeks glikemik satu porsi ubi jalar rebus adalah 63, sedangkan kentang rebus adalah 78.

    Indeks glikemik menjadi ukuran seberapa cepat makanan yang mengandung karbohidrat bisa meningkatkan gula darah.

    Berdasarkan nilai indeks glikemiknya, dapat diketahui bahwa konsumsi ubi rebus tidak menyebabkan kenaikan gula darah secepat konsumsi kentang rebus.

    Selain itu, ubi cenderung lebih mengenyangkan ketimbang kentang sehingga biasanya orang makan ubi jalar dalam porsi yang lebih sedikit dibandingkan saat makan kentang.

    Cara ini bisa dilakukan pasien diabetes bila ingin makan ubi jalar untuk mendapatkan manfaatnya.

    Hal ini berkaitan dengan muatan glikemik atau jumlah karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh, mengingat kadar gula darah juga dipengaruhi oleh asupan karbohidrat.

    Jika dikonsumsi dalam jumlah sedang, memanfaatkan ubi jalar sebagai pengganti nasi untuk diabetes dapat membantu mengendalikan gula darah.

    2. Meningkatkan sensitivitas insulin

    Ubi ungu

    Selain yang berwarna putih, terdapat beberapa jenis ubi jalar yang bisa diberikan untuk pasien diabetes, seperti ubi jalar kuning (orange), ungu, dan ubi Jepang.

    Umumnya, setiap jenis ubi jalar mengandung vitamin dan mineral dengan manfaat yang serupa. Namun, jenis ubi tertentu bisa memiliki komponen aktif yang tidak ditemukan pada jenis ubi lainnya.

    Pada ubi ungu misalnya, terdapat senyawa antioksidan berupa antosianin dan fenolik yang berpotensi memperbaiki sensitivitas insulin pada pasien diabetes tipe 2.

    Jenis diabetes disebabkan oleh fungsi hormon insulin yang tidak lagi efektif untuk membantu sel tubuh menyerap glukosa di dalam darah (resistensi insulin).

    Dengan meningkatkan sensitivitas insulin, hormon ini bisa bekerja lebih optimal dalam membantu sel tubuh memproses glukosa menjadi energi.

    Alhasil, penumpukan gula dalam darah pun berkurang.

    3. Memperbaiki nilai hemoglobin A1C

    Di samping itu, riset lain dari American Diabetes Association menemukan bahwa kandungan ekstrak caiapo yang berasal dari ubi Jepang berpotensi menurunkan kadar gula darah puasa.

    Hal ini berhubungan dengan perbaikan nilai hemoglobin A1C (HbA1C) pada darah.

    Nilai ini menjadi tolak ukur seberapa banyak jumlah hemoglobin (komponen sel darah merah) yang berikatan dengan glukosa.

    Hasil yang sama juga diperoleh dalam sejumlah penelitian kontrol acak (randomised controlled trials) yang dijelaskan pada ulasan ilmiah terbitan Cochrane Database of Systematic Reviews.

    Pada studi tersebut, pasien diabetes yang rutin mengonsumsi ubi jalar mengalami penurunan nilai HbA1C.

    Meskipun demikian, peneliti mencatat riset belum dapat membuktikan secara menyeluruh bahwa ubi bermanfaat untuk menurunkan gula darah.

    Pasalnya, masih terdapat kekurangan dalam metode penelitian dan penentuan standar kualitas, termasuk menentukkan jenis ubi jalar yang sebaiknya diberikan untuk pasien diabetes.

    Cara memasak ubi yang tepat untuk pasien diabetes

    Sajian ubi kukus

    Metode memasak makanan untuk diabetesi dapat memengaruhi kandungan gizi pada ubi yang turut berdampak pada perubahan kadar gula darah.

    Hindari membakar, memanggang, atau menggoreng ubi dalam minyak kelapa. Cara memasak seperti ini dapat memecah ikatan kimia pada karbohidrat sehingga membuat indeks glikemik ubi menjadi lebih tinggi.

    Jika demikian, konsumsi ubi justru cenderung menaikkan gula darah dengan cepat.

    Untuk pengolahan yang lebih sehat, penderita diabetes bisa merebus ubi jalar dalam air mendidih sampai matang.

    Setelah itu, ubi bisa dikonsumsi secara langsung atau ditumbuk dan ditambahkan bumbu penyedap dari rempah-rempah pengganti garam dan gula.

    Bahkan, akan lebih baik lagi jika Anda memilih jenis ubi jalar terbaik. Ubi jalar ungu memiliki indeks glikemik yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis ubi lainnya.

    Selain itu, porsi penyajian makanan untuk diabetes penting untuk Anda perhatikan.

    Berdasarkan prinsip diet sehat untuk diabetes, Anda sebaiknya mengonsumsi ubi dalam takaran 1/4 piring untuk sekali makan.

    Intinya, ubi bisa menjadi pilihan pengganti nasi yang bermanfaat untuk pasien diabetes, asalkan diolah dengan tepat dan dikonsumsi dalam porsi moderat atau sesuai dengan kebutuhan karbohidrat harian.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

    General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


    Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan