HIV (human immunodeficiency virus) adalah penyakit yang tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Oleh karena itu, memahami ciri HIV pada anak sangat penting untuk deteksi dini dan pengobatan yang tepat agar penyakit tidak berkembang menjadi lebih parah.
Apa ciri atau gejala HIV pada anak?
Tidak semua anak yang terkena HIV menunjukkan gejala spesifik. Gejala pada anak bisa bersifat ringan atau parah tergantung dari tahapan infeksi atau stadium HIV.
Melansir laman Stanford Children’s Health, gejala yang muncul pada anak dapat berbeda-beda, tergantung usia berapa mereka terkena infeksi pertama kali.
Gejala HIV yang samar-samar dapat membuat orangtua terkecoh dengan tanda penyakit lain yang mirip.
Akan tetapi, berikut ini beberapa ciri atau gejala HIV pada anak secara umum berdasarkan usianya.
1. Bayi
Gejala HIV pada bayi atau balita di bawah usia 2 tahun mungkin sulit dikenali. Jika Anda atau pasangan Anda termasuk orang yang berisiko, Anda dianjurkan untuk rutin memeriksakan si Kecil.
Pasalnya, ayah pun dapat menularkan HIV pada bayi mereka. Beberapa gejala HIV pada bayi dan balita yang akan muncul, antara lain berikut ini.
- Tumbuh kembang anak terhambat, misalnya berat badan tidak kunjung naik.
- Perut membesar akibat adanya pembengkakan pada hati dan limpa.
- Mengalami diare dengan frekuensi yang tidak menentu atau datang dan pergi.
- Sariawan, akibat infeksi jamur pada mulut anak yang ditandai dengan bercak-bercak putih di rongga pipi dan lidah.
Walaupun demikian, beberapa gejala di atas juga dapat menandai anak menderita penyakit lain, sehingga lebih baik memastikannya ke dokter.
2. Anak
Bagi anak yang berusia lebih dari 2 tahun, gejala HIV dapat dibagi menjadi tiga kategori, dari ringan hingga parah. Gejala HIV ringan pada anak di antaranya berikut ini.
- Pembengkakan kelenjar getah bening.
- Kelenjar parotis (kelenjar ludah yang terletak di dekat telinga) membengkak.
- Sering mengalami infeksi sinus dan telinga.
- Mengalami gatal dan terdapat ruam pada kulit.
- Pembengkakan perut akibat membengkaknya hati dan limpa anak.
Sementara, ciri HIV sedang pada anak mungkin menunjukkan tanda berikut.
- Sariawan yang berlangsung lebih dari dua bulan.
- Pneumonitis, yaitu pembengkakan dan peradangan jaringan paru-paru.
- Diare.
- Demam tinggi yang tidak kunjung sembuh lebih dari satu bulan.
- Hepatitis atau peradangan organ hati.
- Cacar air dengan komplikasi.
- Gangguan atau penyakit ginjal.
Bila infeksi sudah semakin berkembang, maka gejala HIV parah yang dapat terjadi, di antaranya berikut ini.
- Menderita dua infeksi bakteri yang serius dalam dua tahun belakangan ini, seperti meningitis atau sepsis.
- Infeksi jamur pada saluran pencernaan dan paru-paru.
- Peradangan otak atau ensefalitis.
- Tumor atau lesi ganas.
- Pneumocystis jiroveci, jenis pneumonia yang paling sering terjadi pada penderita HIV.
3. Remaja
Pada anak remaja, HIV mungkin dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan yang terjadi pada anak-anak atau bahkan orang dewasa.
Beberapa remaja mungkin mengalami penyakit mirip seperti flu dalam satu waktu atau dua bulan setelah terpapar virus HIV.
Selain itu, gejala lain yang muncul biasanya dapat hilang dalam waktu seminggu hingga satu bulan, sehingga sering disalahartikan sebagai gejala infeksi pada anak lainnya.
Beberapa ciri HIV pada anak yang mungkin timbul, misalnya:
- demam,
- sakit kepala,
- malaise (tidak enak badan), hingga
- pembesaran kelenjar getah bening.
Beberapa anak mungkin saja terkena infeksi herpes simpleks dan herpes zoster (cacar ular) sebagai komplikasi gejala HIV.
Ini karena infeksi HIV seiring waktu melemahkan sistem imun anak, yang notabene memang belum sekuat orang dewasa.
Maka dari itu, perlu diingatkan kembali bahwa gejala HIV pada anak mungkin juga sama dengan penyakit atau masalah medis lain.
Selalu konsultasikan terlebih dahulu kepada dokter jika Anda curiga melihat gejala HIV pada anak untuk mendapatkan diagnosis yang lebih pasti.
Apa penyebab HIV pada anak?
HIV pada anak paling utama disebabkan oleh transmisi virus dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya selama kehamilan, persalinan, atau melalui proses menyusui.
Melansir laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, penularan lain juga dapat terjadi akibat transfusi darah yang diterima oleh anak telah tercemar virus HIV.
Selain itu, penggunaan jarum suntik atau alat medis yang terkontaminasi virus HIV dan tidak disterilkan juga dapat menjadi penyebab penularan HIV pada anak.
Bahkan, penularan HIV juga berisiko terjadi pada anak yang mengalami kekerasan seksual dari pelaku yang menderita HIV, baik disadari maupun tidak.
Penularan HIV lewat hubungan seks rentan terjadi dari kontak darah, air mani, cairan vagina, atau cairan praejakulasi milik orang yang terinfeksi HIV dengan luka terbuka atau lecet pada alat kelamin orang sehat.
Misalnya dinding dalam vagina, bibir vagina, bagian penis mana pun (termasuk lubang bukaan penis), ataupun jaringan dubur dan cincin otot anus.
Perkawinan anak di bawah umur dengan orang yang berisiko memiliki HIV juga membuat mereka lebih rentan terkena infeksi.