Kabar buruk tak berhenti di situ. Suami saya meninggal dunia sebulan kemudian. Rasanya saya ingin merutuk, mengapa semua ini harus menimpa diri saya?
Dokter menjelaskan ulang dengan lebih detail tentang penyakit yang diderita oleh suami saya hingga meninggal. Dia juga memaparkan bagaimana risiko penularan penyakit tersebut pada saya dan termasuk bayi kembar yang baru saya lahirkan. Dokter itu kembali meminta saya menjalani pemeriksaan HIV, termasuk memeriksakan si kembar.
Akhirnya saya memeriksakan diri dan, benar dugaan dokter tersebut, saya telah terinfeksi HIV. Saya tak memeriksakan si kembar. Saya tak cukup punya nyali menghadapi risiko kabar buruk lain yang mungkin saya terima. Pernyataan bahwa saya telah terinfeksi virus ini saja sudah membuat pikiran saya kacau.
Kenyataan bahwa penyakit ini tak bisa disembuhkan membuat saya semakin terpuruk setelah didera kenyataan pahit berkali-kali. Kondisi mental membuat saya membiarkan si kembar diurus oleh keluarga.
Meski terdengar sebagai pembelaan diri, tapi kemalangan yang saya alami bertubi-tubi di usia tersebut membuat saya mencari pelarian pada obat-obatan dan alkohol. Saya ingin lari dan bersembunyi dari rasa takut yang terasa menyiksa. Saya takut akan masa depan saya, terlebih saya takut akan kemungkinan si kembar juga terinfeksi HIV. Bagaimana nasib anak saya nanti?
Selama satu tahun hidup saya seperti layangan putus, melayang-layang tak tentu arah. Hingga akhirnya saya sadar bahwa saya memiliki anak kembar yang menjadi tanggung jawab saya. Akhirnya saya menelepon salah seorang kerabat dan meminta tolong untuk membawa si kembar untuk menjalani pemeriksaan HIV.
Kabar tak terduga itu datang, kedua anak saya negatif HIV. Sungguh sebuah keajaiban, kabar gembira yang membuat saya kembali bersemangat.
Bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang tidak meminum obat antivirus HIV atau antiretroviral (ARV) selama hamil, peluang melahirkan bayi negatif HIV adalah 60-65%. Jadi kemungkinan kedua bayi kembar saya terinfeksi HIV sebesar 35-40%.
Namun, jika ibu dengan HIV/AIDS rajin melakukan terapi obat sebelum dan selama merencanakan kehamilan, maka risiko penularan HIV secara vertikal hanya 0,2%. Saya merasa bahagia mendengar kabar tersebut. Seakan-akan ada harapan baru bagi saya dan si kembar.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar