backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

1

Tanya Dokter
Simpan
Konten

Batuk Rejan (Pertusis)

Ditinjau secara medis oleh dr. Carla Pramudita Susanto · General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 07/09/2023

Batuk Rejan (Pertusis)

Batuk rejan merupakan kasus batuk yang serius dan bisa berakibat fatal jika tidak mendapat penanganan yang tepat. Meski dapat dialami oleh semua golongan usia, kasus batuk ini banyak dialami oleh anak-anak, mulai dari bayi hingga remaja. Untuk mengetahui informasi seputar batuk rejan, simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.

Apa itu batuk rejan (pertusis)?

Anak perempuan baju putih batuk terus

Batuk rejan atau pertusis adalah batuk yang sangat menular akibat infeksi bakteri Bordetella pertussis di saluran pernapasan.

Kondisi ini dapat berlangsung selama 4—8 minggu, sehingga dikenal juga dengan sebutan batuk seratus hari.

Selain batuk berkepanjangan, pertusis juga disertai dengan tarikan napas mengi (berbunyi ngik-ngik).

Mulanya batuk berlangsung ringan, tapi semakin bertambah parah dan dapat disertai beberapa gangguan kesehatan lainnya, seperti hidung tersumbat, mata berair, tenggorokan kering, dan demam. 

Pertusis dapat menular dengan cepat umumnya di antara anak-anak dan remaja serta berpotensi menimbulkan komplikasi atau dampak kesehatan yang berbahaya.

Kabar baiknya, Anda bisa mencegah batuk rejan atau pertusis dengan memberikan vaksin DPT (difteri, pertusis, dan tetanus).

Seberapa umumkah kondisi ini?

Anak-anak dan balita adalah kelompok usia yang paling rentan mengalami batuk rejan. Ini terutama terjadi pada bayi berumur 12 bulan dan anak-anak berusia 1—4 tahun yang tidak melakukan vaksinasi.

Badan Kesehatan Dunia (WHO), mengestimasi setidaknya terdapat 300.000 kasus kematian pada anak di negara berkembang yang disebabkan oleh batuk rejan setiap tahunnya.

Akan tetapi, bayi yang masih berumur kurang dari 12 bulan belum bisa mendapatkan vaksin pertusis. Oleh sebab itu, ia lebih mungkin terkena batuk rejan jika semasa mengandung ibunya tidak melakukan vaksinasi.

Meskipun batuk pertusis lebih umum dialami anak-anak, penyakit ini juga mugkin saja terjadi pada orang dewasa.

Tanda dan gejala batuk rejan

Gejala batuk rejan atau pertusis biasanya baru muncul sekitar 5—10 hari setelah terinfeksi oleh bakteri.

Pada anak-anak, gejala pertusis yang dialami bisa lebih spesifik, seperti sesak napas ketika berbaring atau tidur.

Tahapan infeksi batuk rejan sendiri terdiri dari tiga fase yang mana setiap fasenya menunjukkan gejala yang berbeda-beda.

1. Gejala pertusis fase 1

Tanda-tanda dan gejala dari batuk rejan pada tahap awal yang berlangsung selama 1—2 minggu biasanya ringan dan mirip dengan gejala pilek biasa, seperti berikut ini.

  • Hidung berair/tersumbat.
  • Mata merah dan berair.
  • Demam.
  • Batuk berdahak.

2. Gejala pertusis fase 2

Setelah lebih dari 2—3 minggu, tanda-tanda dan gejala batuk rejan akan memburuk. Fase kedua ini juga dikenal dengan fase paroksismal.

Pada fase ini kondisi batuk semakin intens dan kadang tidak dapat berhenti selama 10 menit. Kondisi ini dapat berulang sampai 10—15 kali dalam sehari. Fase ini dapat berlangsung dalam 1—6 minggu.

Sementara pada orang dewasa, selama periode batuk berlangsung suara napas yang meninggi (whooping) akan terdengar lebih jelas.

Produksi lendir pada saluran pernapasan juga bertambah banyak dan pekat, sehingga batuk semakin sulit untuk berhenti. 

Fase kedua infeksi juga lebih berisiko mengancam keselamatan bayi dan anak-anak. Bayi bisa mengalami sesak napas yang semakin lama bertambah parah.

Berikut adalah gejala-gejala lain yang kerap muncul pada fase kedua infeksi bakteri yang menyebabkan batuk rejan. 

  • Mual.
  • Wajah berubah pucat membiru (biasanya pada anak-anak) atau memerah.
  • Merasakan kelelahan ekstrem.
  • Dada terasa sakit saat batuk.
  • Suara mengi semakin tinggi, terutama saat menarik napas setelah batuk.

3. Gejala pertusis fase 3

Fase akhir adalah fase penyembuhan yang umumnya berlangsung selama 1—3 bulan.

Gangguan kesehatan yang dialami biasanya mulai berangsur membaik, serta frekuensi dan lamanya periode batuk mulai menurun.

Meskipun pada fase ini penderita tidak lagi menularkan bakteri, mereka tetap berisiko terkena infeksi dari virus atau bakteri lain, sehingga memperlambat proses penyembuhan.

Kapan harus periksa ke dokter?

Fase pertama dari perkembangan batuk pertusis adalah masa di mana infeksi sangat rentan menular. Orangtua perlu sangat berhati-hati dan jangan sampai menunda pengobatan medis, terutama ketika gejala telah menunjukkan perkembangan infeksi di fase kedua. Pasalnya, risiko kematian akibat pertusis yang paling tinggi terjadi di fase ini.
Jika Anda mencurigai gejala yang muncul adalah tanda pertusis, periksakan anak ke dokter meskipun batuk masih bersifat ringan. Anda juga harus segera menghubungi dokter bila Anda atau si Kecil mengalami gejala-gejala berikut ini.
  • Muntah.
  • Wajah menjadi kemerahan atau kebiruan.
  • Kesulitan bernapas.
  • Napas semakin memendek.

Penyebab batuk rejan (pertusis)

radang amandel pada anak

Batuk rejan terjadi akibat infeksi pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis.

Pertusis merupakan jenis batuk yang sangat mudah ditularkan dari satu orang ke orang lainnya.

Bakteri Bordetella pertussis dapat keluar melalui droplet atau percikan dahak/lendir yang keluar saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, dan berbicara.

Berikut tahapan penularan batuk rejan atau pertusis.

  1. Bakteri penyebab batuk masuk ke dalam tubuh melalui hidung, mulut, atau mata.
  2. Infeksi bakteri penyebab batuk rejan berlangsung di permukaan saluran pernapasan, yaitu pada trakea dan bronkus.
  3. Sesaat setelah Bordetella pertussis berada di saluran pernapasan, bakteri tersebut mulai memperbanyak diri.
  4. Selama berkembang biak, B. pertussis memproduksi berbagai macam zat antigenik sekaligus zat beracun seperti pertussis toxin (PT), filamentous hemagglutinin (FHA), agglutinogens, adenylate cyclase, pertactin, dan tracheal cytotoxin.
  5. Racun-racun inilah yang melumpuhkan kerja sel-sel yang bertugas membersihkan lendir pada dinding paru-paru. Racun tersebut juga dapat menyerang sistem kekebalan tubuh.
  6. Seiring bertambah parahnya infeksi yang disebabkan bakteri, bertambah banyak pula jumlah dahak. Alhasil, batuk pun akan berlangsung semakin sering.

Lama kelamaan penderita akan semakin sulit untuk bernapas karena sirkulasi udara dalam saluran pernapasan kian terhambat akibat dahak yang menumpuk.

Udara yang tidak bisa sepenuhnya masuk sampai ke paru-paru akan menimbulkan suara mengi saat penderita bernapas.

Faktor risiko batuk rejan

Pertusis merupakan jenis batuk yang sangat menular. Terdapat sejumlah kondisi yang dapat meningkatkan peluang seseorang untuk terjangkit penyakit ini. 

Orang-orang dengan kondisi berikut ini lebih berisiko mengalami batuk pertusis.

  • Bayi di bawah 12 bulan yang masih belum bisa menerima vaksin.
  • Orang yang berinteraksi secara dekat dan sering dengan penderita pertusis.
  • Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti ibu hamil, penderita autoimun atau yang sedang menjalani pengobatan yang menurunkan kerja sistem imun.

Perlu Anda ketahui

Penderita yang belum diberikan pengobatan paling berisiko menularkan bakteri selama fase pertama, yaitu selama 2—3 minggu gejala batuk berlangsung. 

Komplikasi batuk rejan

Batuk rejan juga berpotensi menyebabkan masalah kesehatan lain yang lebih serius atau komplikasi baik pada penderita.

Masalah-masalah kesehatan umum yang disebabkan oleh batuk rejan pada orang dewasa meliputi berikut ini. 

  • Kesulitan untuk tidur di malam hari atau insomnia.
  • Kesulitan bernapas saat tidur.
  • Penurunan berat badan.
  • Pneumonia.
  • Anak-anak lebih rentan mengalami komplikasi yang disebabkan oleh pertusis. Komplikasi dapat mengalami napas yang berhenti sementara (apnea).

    Bahkan, jika terus berlangsung, otak bisa mengalami hipoksia, yaitu kekurangan pasokan oksigen. 

    Sekitar setengah dari jumlah bayi berusia kurang 1 tahun yang terinfeksi batuk pertusis harus menjalani perawatan rumah sakit akibat komplikasi pernapasan serius, seperti pneumonia atau gangguan fungsi otak.

    Selain itu, sebuah penelitian dari University Aarhus N Denmark juga mengungkap bahwa bayi yang terserang batuk rejan berisiko lebih tinggi untuk mengalami epilepsi pada masa kanak-kanak nanti.

    Komplikasi yang paling fatal akibat batuk rejan berkepanjangan yakni dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi pendarahan di dalam otak. 

    Diagnosis batuk rejan

    perbedaan pneumonia dan paru-paru basah

    Pada tahap awal diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, menganalisis riwayat kesehatan, dan mencoba mengidentifikasi gangguan kesehatan yang menyerupai gejala pertusis.

    Dari sini, dokter mungkin saja mendiagnosis kondisi lain selain pertusis karena dalam banyak kasus gejala yang muncul mirip dengan penyakit pilek atau flu biasa.

    Oleh karena itu, dokter biasanya akan mulai mencari analisis pembanding dengan menanyakan separah apa batuk yang dialami atau mendengarkan bunyi batuk untuk mendeteksi adanya suara mengi.

    Untuk memperoleh hasil diagnosis yang lebih pasti, dokter biasanya meminta anak untuk menjalani beberapa tes kesehatan sebagai berikut.

    • Tes dahak atau sputum: pemeriksaan laboratorium untuk menganalisis sampel lendir yang diambil dari tenggorokan dan hidung sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya bakteri Bordetella pertussis.
    • Tes darah: untuk mengetahui jumlah elemen sel darah, terutama sel darah putih. Jika jumlahnya tinggi, maka mengindikasikan terdapat infeksi.
    • Tes rontgen dada: mengambil gambar bagian dalam dada menggunakan X-ray untuk memeriksa adanya peradangan atau cairan pada paru-paru.

    Pengobatan batuk rejan 

    Pengobatan pertusis sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setidaknya pada 1—2 minggu pertama sebelum gejala yang lebih serius muncul.

    Berikut pengobatan sesuai kondisi pasien.

    1. Antibiotik

    Karena batuk rejan atau pertusis disebabkan infeksi bakteri, maka jenis obat yang tepat digunakan adalah antibiotik.

    Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), jenis antibiotik yang efektif diguanakan sebagai obat untuk membasmi infeksi bakteri penyebab batuk rejan adalah golongan makrolida, seperti berikut ini. 

    Ketiga obat antibiotik untuk batuk rejan ini akan bekerja dengan efektif terutama saat infeksi masih berlangsung pada fase awal (2—3 minggu).

    Namun, obat-obatan ini hanya aman diberikan pada pasien yang telah berusia 1 bulan atau lebih. Sementara itu, pertusis pada bayi berusia di bawah 1 bulan membutuhkan penanganan medis khusus. 

    2. Pengobatan lainnya

    Pengobatan pertusis lainnya yang perlu Anda tahu.

    • Selain antibiotik, dokter juga dapat memberikan obat tambahan untuk mengatasi gejala batuk rejan, seperti kortikosteroid yang dapat membantu mengurangi peradangan di saluran pernapasan.
    • Rawat inap di rumah sakit biasanya hanya diperlukan oleh anak-anak atau orang dewasa yang mengalami penyakit komplikasi dari batuk rejan, seperti pneumonia.

    Sementara obat batuk nonresep atau over-the-counter (OTC) sebaiknya tidak digunakan sebagai obat pengganti antibiotik untuk batuk rejan.

    Pasalnya, obat batuk nonresep tidak bekerja secara langsung membunuh bakteri penyebab infeksi pertusis.

    Perawatan rumahan batuk rejan

    Pengobatan pertusis bisa dilakukan secara rawat jalan, terutama pada pasien yang tidak menunjukkan gejala berat.

    Proses pemulihan bisa berlangsung semakin cepat apabila selama mengonsumsi obat batuk rejan, anak juga melakukan perawatan sebagai cara menyembuhkan batuk di rumah, seperti berikut ini. 

    • Mengurangi aktivitas berat dan memperbanyak istirahat.
    • Mewaspadai tanda-tanda dehidrasi. Cegah dehidrasi dengan mencukupi kebutuhan cairan melalui minum air putih, mengonsumsi makanan berkuah, dan lainnya.
    • Sesuaikan porsi makan untuk mencegah muntah setelah batuk. Bila perlu, bagi porsi makan ke dalam beberapa porsi yang lebih kecil tapi sering.
    • Membersihkan udara di dalam ruangan dengan menggunakan humidifier guna membersihkan udara dari partikel kotor pemicu batuk seperti polusi, asap rokok, dan senyawa kimia.
    • Cegah penularan penyakit dengan mencuci tangan secara rutin dan mengenakan masker saat bersama orang lain.

    Pencegahan batuk rejan

    Penyakit ini dicegah dengan melakukan imunisasi untuk memberikan perlindungan dari infeksi bakteri penyebab pertusis sejak dini.

    Anak-anak adalah kelompok usia yang paling rentan terjangkit batuk rejan dan lebih berisiko mengalami komplikasi. Itu sebabnya, mereka perlu mendapatkan imunisasi untuk mencegah pertusis.

    Vaksin untuk batuk rejan bisa diperoleh pada program imunisasi dasar untuk difteri, pertusis, dan tetanus (DPT) atau vaksin pentavalen yang juga membangun kekebalan untuk penyakit hepatitis, pneumonia, dan meningitis yakni vaksin DPT-HB-Hib.

    Berdasarkan Kementrian Kesehatan RI, imunisasi rutin untuk difteri pada anak biasanya diberikan dalam 3 dosis, yaitu ketika bayi berusia 2, 3 dan 4 bulan.

    Imunisasi difteri lanjutan dilakukan pada saat anak berusia 18 bulan dan 5—7 tahun. 

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Carla Pramudita Susanto

    General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


    Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan