Stres dapat terjadi setiap waktu, baik karena pekerjaan, masalah finansial, hingga perseteruan dengan pasangan. Hal-hal kecil seperti menghadapi kemacetan juga berpotensi menjadi penyebabnya. Ketika tidak dikelola dengan baik, dampak stres pada tubuh sangat banyak dan pastinya merugikan kesehatan Anda.
Sekilas tentang stres dan pemicunya
Stres dapat terjadi karena perubahan lingkungan di sekitar kita. Semua perubahan ini membuat tubuh bereaksi dan meresponsnya sebagai upaya perlindungan.
Tubuh bereaksi terhadap segala hal yang dianggapnya sebagai bahaya, entah itu benar-benar membahayakan atau tidak. Reaksinya dapat berbentuk respons fisik, mental, maupun emosional.
Ketika Anda merasa terancam, di dalam tubuh akan terjadi reaksi kimia yang memungkinkan Anda untuk melawan dan mencegah cedera. Reaksi ini disebut dengan fight-or-flight.
Saat tubuh Anda merespon stres, Anda akan merasakan denyut jantung meningkat, pernapasan lebih cepat, otot menegang, dan tekanan darah naik.
Pemicu stres pada setiap orang berbeda-beda. Apa yang menjadi pemicu stres pada diri Anda belum tentu juga dirasakan orang lain.
Ini semua tergantung dari bagaimana Anda melihat sesuatu yang bisa menyebabkan stres dan cara menanganinya.
Stres ringan mungkin dapat membantu Anda dalam menyelesaikan tugas. Namun, jika tingkat stres sudah berat dan kronis, kondisi tersebut dapat berdampak buruk terhadap kesehatan mental dan fisik.
Dampak stres terhadap kesehatan
Dampak stres, terlebih yang berat dan kronis, dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan.
Stres yang Anda alami bisa memengaruhi kinerja sistem saraf pusat, endokrin, pernapasan, pencernaan, hingga imun. Hal itu terjadi sebagai bentuk respons tubuh untuk memberikan perlindungan.
Berikut beberapa masalah kesehatan yang dapat muncul akibat stres.
1. Gangguan muskuloskeletal
Ketika Anda stres, otot di kepala akan menegang. Kontraksi yang terjadi secara terus-menerus dalam waktu yang berkepanjangan dapat memicu sakit kepala dan migrain.
Pada kasus yang parah, dampak stres bisa menyebar dan mengakibatkan gangguan muskuloskeletal, seperti terganggunya fungsi ligamen, saraf, tendon, otot, sendi, hingga tulang belakang.
2. Penyakit kardiovaskular
Saat Anda mengalami stres akut (stres dalam waktu singkat, seperti karena terjebak macet di jalan), detak jantung akan meningkat serta pembuluh darah yang menuju ke otot besar dan jantung akan melebar.
Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan darah dan volume darah yang dipompa ke seluruh tubuh.
Ketika stres, darah perlu dialirkan dengan cepat ke seluruh tubuh (terutama otak dan hati) untuk membantu menyediakan energi bagi setiap sel tubuh.
Begitu juga saat Anda mengalami stres kronis (stres dalam jangka waktu lama), detak jantung akan meningkat secara konsisten.
Tekanan darah dan kadar hormon stres juga akan meningkat secara berkelanjutan. Akibatnya, stres kronis dapat meningkatkan risiko Anda terkena hipertensi, serangan jantung, atau stroke.
3. Gangguan pernapasan
Stres berat berpotensi mengakibatkan sesak napas. Pernapasan menjadi lebih cepat sebagai bentuk upaya untuk mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh.
Bagi beberapa orang, kondisi tersebut mungkin tidak menjadi masalah yang berarti. Namun, pada orang yang mempunyai riwayat penyakit asma atau emfisema, dampak yang ditimbulkan bisa parah.
Selain itu, napas cepat atau hiperventilasi juga dapat menyebabkan serangan panik.
4. Gangguan pencernaan
Saat stres, peningkatan detak jantung dan pernapasan dapat mengganggu sistem pencernaan Anda. Anda mungkin akan makan lebih banyak atau lebih sedikit dari biasanya.
Risiko Anda mengalami heartburn, refluks asam lambung, mual, muntah, atau sakit perut juga meningkat.
Dampak stres juga dapat memengaruhi pergerakan makanan dalam usus Anda. Akibatnya Anda berpotensi mengalami diare atau sembelit.
5. Gangguan sistem saraf pusat dan endokrin
Sistem saraf pusat adalah yang paling bertanggung jawab dalam merespon stres, mulai dari pertama kali stres muncul sampai stres menghilang.
Sistem saraf pusat menghasilkan respons fight-or-flight saat tubuh mengalami stres. Saraf juga memberikan perintah dari hipotalamus ke kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon adrenalin dan kortisol.
Saat hormon stres seperti kortisol dan adrenalin dilepaskan, hati menghasilkan lebih banyak gula dalam darah untuk menyediakan energi bagi tubuh Anda. Jika energi ini bersisa, tubuh akan menyerap gula darah kembali.
Namun, bagi orang yang rentan terhadap diabetes tipe 2 (misalnya karena obesitas), gula darah ini tidak bisa diserap semua sehingga mengakibatkan kadar gula darah meningkat.
Pelepasan hormon adrenalin dan kortisol menyebabkan peningkatan detak jantung, pernapasan yang lebih cepat, pelebaran pembuluh darah pada lengan dan kaki, dan peningkatan kadar glukosa darah.
Saat stres mulai menghilang, sistem saraf pusat juga yang pertama kali memerintahkan tubuh untuk kembali ke dalam kondisi normal.
6. Disfungsi ereksi
Stres juga berpengaruh pada gairah seksual Anda. Mungkin gairah seksual Anda akan menurun saat Anda sedang mengalami stres kronis.
Namun, pria lebih banyak menghasilkan hormon testosteron selama stres, yang dapat meningkatkan gairah seksual dalam jangka pendek.
Jika stres berlangsung dalam waktu lama, kadar hormon testosteron pria akan mulai menurun. Hal ini dapat mengganggu produksi sperma, yang akan menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi.
7. Gangguan siklus menstruasi
Pada wanita, salah satu dampak stres yang paling jelas ialah terganggunya siklus menstruasi.
Saat stres, Anda mungkin mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur, tidak mengalami menstruasi sama sekali, atau mengalami menstruasi yang lebih berat.
8. Gangguan sistem imun
Saat Anda stres, tubuh merangsang sistem kekebalan tubuh untuk bekerja. Jika stres yang Anda rasakan bersifat sementara, ini akan membantu tubuh Anda dalam mencegah infeksi dan penyembuhan luka.
Namun, jika stres terjadi dalam waktu lama, tubuh akan melepaskan hormon kortisol yang akan menghambat pelepasan histamin dan respon peradangan untuk melawan zat asing.
Akibatnya, orang yang mengalami stres kronis akan lebih rentan untuk terkena penyakit, seperti influenza, pilek, atau penyakit infeksi lainnya. Stres kronis juga membuat Anda lebih lama untuk sembuh dari sakit atau cedera.
9. Gangguan kehamilan
Pada ibu hamil, stres dapat menyebabkan gangguan kehamilan. Hal tersebut tidak hanya akan membahayakan nyawa ibu hamil, tapi juga janin dalam kandungan. Pada beberapa kasus, stres yang berkepanjangan juga dapat mengakibatkan depresi.
Dampak stres yang berkepanjangan dapat memberikan efek buruk untuk kesehatan. Untuk menghindari efek yang mungkin ditimbulkan, penting bagi Anda untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi stres.
Selain itu, pertimbangkan untuk berkonsultasi ke psikolog atau dokter jika stres yang dirasakan mulai mengganggu aktivitas.