Impotensi bagi sebagian kalangan juga dikenal dengan istilah impoten atau disfungsi ereksi. Lantas, bagaimanakah kondisi ini memengaruhi kesehatan seksual pria?
Ditulis oleh dr. Akbari Wahyudi Kusumah, Sp.U · Urologi · RS Brawijaya Saharjo
Impotensi bagi sebagian kalangan juga dikenal dengan istilah impoten atau disfungsi ereksi. Lantas, bagaimanakah kondisi ini memengaruhi kesehatan seksual pria?
Impotensi adalah kondisi ketika pria tidak memiliki kemampuan untuk mencapai dan mempertahankan ereksi penis yang cukup untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Disfungsi ereksi bisa menjadi tanda masalah kesehatan lain yang kemungkinan membutuhkan perawatan medis tertentu, termasuk risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Masalah kesehatan ini juga bisa memengaruhi kualitas hidup, di mana mungkin Anda akan merasa stres, kurang percaya diri, dan mengalami masalah dengan pasangan.
Disfungsi ereksi memengaruhi pria dari segala ras dan negara. Umumnya, impotensi terjadi saat pria memasuki usia tua, lebih banyak diderita oleh pria umur 40 tahun atau lebih.
Sebuah studi pada tahun 2019 menyebutkan bahwa prevalensi pria yang mengalami disfungsi ereksi sekitar 35,6% pada pria berusia 20 hingga 80 tahun di Indonesia.
Studi tersebut juga mengungkapkan risiko impotensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi disfungsi ereksi berkisar 6,5% pada kelompok usia 20-29 tahun hingga 88% pada kelompok usia 60 tahun ke atas.
Kondisi kesehatan, seperti hipertensi, stroke, diabetes, penyakit ginjal, riwayat penyakit jantung, riwayat operasi prostat, dan stres juga secara signifikan terkait dengan disfungsi ereksi.
Impotensi bukanlah kondisi yang tidak bisa diobati. Selalu konsultasikan dengan dokter atau ahli urologi, apabila Anda memiliki gejala-gejala disfungsi ereksi.
Masalah kesuburan atau infertilitas pada pria dapat terjadi karena adanya faktor-faktor tertentu, misalnya ketika kepuasan seksual menurun yang memicu beban psikologis.
Hal inilah yang menjadikan impotensi dan infertilitas saling berhubungan. Salah satu gejala infertilitas adalah ketika pria punya masalah fungsi seksual, termasuk disfungsi ereksi.
Gejala utama impotensi adalah ketidakmampuan penis untuk mencapai ereksi, walaupun sudah mendapatkan rangsangan saat akan melakukan hubungan seksual.
Menurut National Institute of Health, impotensi bisa menjadi masalah jangka pendek atau jangka panjang. Anda mungkin mengalami kondisi ini, ketika:
Mungkin ada beberapa tanda atau gejala yang tidak tercantum di atas. Jika Anda memiliki kekhawatiran tentang gejala disfungsi ereksi, silakan konsultasikan ke dokter.
Anda perlu mencari tahu informasi dan mendapatkan bantuan dari dokter, jika mengalami masalah ereksi. Segera temui dokter jika Anda mengalami kondisi, seperti:
Ada beragam kondisi yang dapat menyebabkan disfungsi ereksi. Sejumlah faktor risiko, seperti penyakit dan gaya hidup juga bisa meningkatkan risiko Anda mengalami masalah ini.
Ereksi penis normal sangat dipengaruhi oleh integrasi proses fisiologis yang cukup kompleks. Hal ini mencakup sistem saraf pusat, sistem saraf perifer, hormonal, dan pembuluh darah.
Faktor psikologis, seperti stres dan gangguan kecemasan juga dapat memperburuk disfungsi ereksi, sehingga bisa kondisi ini menimbulkan impotensi pada pria berusia muda.
Gangguan pada salah satu atau kombinasi antara fisik dan psikologis, akan memengaruhi ereksi penis dan menjadi penyebab utama impotensi.
Terdapat cukup banyak kasus impotensi yang disebabkan oleh penyakit fisik, meliputi:
Otak memiliki peran dalam mekanisme ereksi saat mendapatkan stimulasi erektogenik. Namun, saat perasaan seksual terganggu tentu hal ini dapat menimbulkan disfungsi ereksi.
Beberapa hal yang dapat menjadi penyebab psikologis terjadinya impotensi, antara lain:
Bertambahnya usia sering dikaitkan pada faktor yang memicu kesulitan ereksi. Biarpun begitu, faktor risiko yang sangat penting terhadap impotensi adalah gangguan pembuluh darah.
Selain itu, pria dengan penyakit penyerta tertentu (komorbid) juga memiliki risiko lebih besar untuk menderita disfungsi ereksi.
Berdasarkan sebuah studi, kondisi ini diderita oleh 31% pria dengan penyakit kardiovaskular, 26% pria dengan hipertensi, 26% pria dengan kolesterol tinggi, dan 26% pria dengan stres, depresi, atau gangguan kecemasan.
Menurut studi lain, pria dengan penyakit diabetes melitus juga mengalami peningkatan risiko hingga tiga kali lipat untuk menderita disfungsi ereksi.
Selain dari kondisi komorbid tersebut, ada beberapa faktor lainnya yang dapat meningkatkan risiko disfungsi ereksi seperti berikut ini.
Impotensi dapat ditangani secara medis. Deteksi dini dan pengobatan terhadap kondisi ini juga membantu Anda untuk kembali merasakan hubungan seksual yang memuaskan.
Melihat prevalensi dan faktor risiko yang dapat menyebabkan disfungsi ereksi, maka penting bagi Anda untuk melakukan deteksi dini secara mandiri.
Pertama, Anda bisa menjawab kuesioner SHIM dengan pertanyaan dan skor tertentu. Hal ini membantu Anda dalam mengidentifikasi apakah mengalami impotensi atau tidak, beserta tingkat keparahannya.
Dalam menjalani tes ini, Anda harus memilih salah satu jawaban dari setiap pertanyaan berdasarkan pengalaman dalam enam bulan terakhir.
1. Bagaimana kepercayaan diri Anda dalam mencapai dan mempertahankan ereksi?
2. Ketika Anda mencapai ereksi melalui rangsangan seksual, seberapa sering ereksi tersebut cukup keras untuk dapat melakukan penetrasi (senggama) pada pasangan Anda?
3. Selama bersenggama, seberapa sering Anda dapat mempertahankan ereksi tersebut setelah Anda melakukan penetrasi pada pasangan Anda?
4. Selama bersenggama, seberapa sulit bagi Anda untuk mempertahankan ereksi hingga senggama selesai?
5. Ketika Anda mencoba bersenggama, seberapa sering aktivitas tersebut dapat memuaskan diri Anda?
Jumlahkan skor jawaban dari setiap pertanyaan, kemudian Anda bisa melihat interpretasi hasilnya seperti berikut ini.
Kedua, Anda bisa membandingkan derajat kekerasan ereksi melalui hasil observasi mandiri, yang kemudian dibandingkan dengan Erection Hardness Score (EHS).
Untuk mempermudah orang awam dalam memahaminya, derajat kekerasan ereksi juga dapat dianalogikan dengan empat jenis makanan seperti berikut ini.
Jika kurang yakin dengan kondisi Anda, segera lakukan pemeriksaan. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menanyakan riwayat medis untuk mendiagnosis impotensi.
Setelahnya, dokter mungkin merekomedasikan beberapa pemeriksaan medis untuk mengetahui kondisi tertentu yang menyebabkan impotensi.
Selain dari beberapa tes tersebut, terkadang dokter juga akan melakukan kombinasi suntikan obat ke dalam penis untuk merangsang aliran darah dan menghasilkan ereksi.
Secara umum, tidak ada perawatan atau pengobatan yang khusus untuk penderita disfungsi ereksi. Pengobatan akan dokter lakukan sesuai dengan penyebab yang Anda alami.
Namun, terapi impotensi terus berkembang hingga saat ini. Berikut ini adalah pilihan cara mengobati impotensi yang dokter akan sarankan.
Dokter dapat memberikan resep obat-obatan untuk mengobati impotensi. Obat umum meliputi sildenafil (Viagra), vardenafil (Levitra, Staxyn), tadalafil (Cialis), dan avanafil (Stendra).
Jika kesehatan Anda secara umum baik, dokter mungkin meresepkan salah satu obat-obatan ini. Semua obat tersebut bekerja dengan meningkatkan aliran darah ke penis.
Namun, efek obat ini tidak bisa membuat ereksi otomatis. Anda tetap perlu mendapatkan rangsangan seksual untuk merasakan efeknya dalam menangani gangguan ini.
Jika terapi obat tidak berhasil, dokter mungkin dapat mengobati dengan menggunakan alat tabung vakum penis yang dirancang khusus.
Pengobatan ini Anda lakukan dengan menempatkan penis ke dalam tabung yang terhubung ke pompa. Hal ini membantu mengalirkan darah dan membuat penis lebih besar dan kencang.
Namun, Anda perlu perhatikan efek samping vakum, seperti nyeri penis, penis tidak terasa, hingga memar atau lebam pada permukaan kulit penis akibat hematoma.
Jika tidak terjadi perubahan, dokter akan menganjurkan Anda untuk terapi suntik. Perawatan ini menggunakan obat yang disuntikkan, seperti alprostadil, papaverine, dan phentolamine.
Terapi suntik dokter lakukan dengan menyuntikkan obat ke sisi badan penis (intracavernosal) dengan jarum yang sangat halus untuk membantu melebarkan pembuluh darah penis.
Adapun semua pengobatan dengan terapi suntik dapat menimbulkan efek samping, seperti hematoma, fibrosis penis, dan penis ereksi berkepanjangan (priapismus).
Terapi LI-ESWT merupakan terapi baru untuk mengobati disfungsi ereksi. Terapi ini bertujuan memulihkan mekanisme ereksi, sehingga penis bisa ereksi alami atau spontan kembali.
Pengaplikasian terapi gelombang kejut (shock wave) telah banyak digunakan dalam dunia medis, seperti untuk memecahkan batu saluran kemih dan pengobatan ortopedi.
Dalam pengobatan disfungsi ereksi, dokter akan menggunakan perangkat gelombang kejut dengan intensitas rendah pada batang penis.
Hal ini akan memicu efek angiogenesis atau proses pembentukan pembuluh darah baru, yang memungkinkan darah mengalir lebih ke penis dan menimbulkan ereksi.
Terapi LI-ESWT tidak membutuhkan suntik, anestesi, atau pembedahan. Prosedur ini umumnya tidak berlangsung lama, tetapi efeknya bisa bertahan hingga kurang lebih dua tahun.
Walaupun begitu, terapi ini mungkin bisa menimbulkan infeksi, inflamasi, gangguan pembuluh darah, tumor, hingga pertumbuhan tulang rawan epifisis di daerah terapi shock wave.
Selain pengobatan dan terapi tersebut, dokter mungkin menyarankan Anda untuk melakukan prosedur medis lainnya seperti berikut ini.
Dokter juga bisa melakukan terapi psikologis untuk memperbaiki faktor mental dan perasaan, apabila hal tersebut merupakan penyebab disfungsi ereksi yang Anda alami.
Perawatan ini mungkin membutuhkan waktu yang lama dan perlu menggunakan beberapa metode untuk mencapai kondisi yang Anda inginkan.
Impotensi dapat disebabkan atau diperburuk oleh pilihan gaya hidup. Beberapa perubahan gaya hidup berikut ini mungkin bisa Anda lakukan untuk mengatasi masalah ereksi.
Apabila ada pertanyaan atau kekhawatiran lainnya, lebih baik konsultasikan lebih lanjut dengan dokter untuk solusi terbaik masalah Anda.
Catatan
Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar