backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Post Power Syndrome, Masalah Mental Rentan bagi Lansia

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri · General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Aprinda Puji · Tanggal diperbarui 31/08/2023

    Post Power Syndrome, Masalah Mental Rentan bagi Lansia

    Post power syndrome atau retirement syndrome termasuk masalah kesehatan mental yang kerap menyerang lansia. Apa yang perlu diketahui mengenai sindrom ini?

    Apa itu post power syndrome?

    Post power syndrome adalah kondisi kejiwaan yang umumnya terjadi pada orang-orang yang kehilangan kekuasaan atau jabatan, yang menimbulkan penurunan harga diri (self-esteem) pada orang tersebut.

    Masalah mental yang umum pada lansia ini memiliki istilah lain, yakni retirement syndrome.

    Menurut Citra Hanwaring Puri, S.Psi, seorang psikolog dari RS Jiwa Daerah Surakarta, Jawa Tengah, kata “power” pada kondisi ini bukan mengarah pada kekuasan, maupun pekerjaan.

    Kata “power” ini merujuk pada sosok aktif atau banyak kegiatan, yang kemudian menjadi berkurang kegiatannya secara mendadak sehingga menimbulkan ketidaknyamanan.

    Jadi, dapat Anda simpulkan bahwa seseorang yang mengalami retirement syndrome tidak bisa menerima perubahan yang terjadi.

    Perubahan yang terjadi menyangkut banyak aspek, tidak hanya aktivitas, tapi juga kekuasan, harta, koneksi, dan lain sebagainya.

    Mengapa lansia rentan mengalami post power syndrome?

    insomnia pada lansia

    Siapa saja bisa mengalami sindrom ini. Akan tetapi, lansia ialah kelompok usia yang paling rentan.

    Pasalnya, seiring memasuki masa pensiun, lansia juga mengalami penurunan fungsi tubuh terkait proses penuaan.

    Setiap orang menghadapi masa pensiun dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang merasa senang karena bisa terbebas dari pekerjaan dan menghabiskan lebih banyak waktu di rumah bersama anak dan cucu.

    Namun, ada pula yang merasa kebingungan dan gelisah karena beranggapan bahwa masa pensiun merupakan masa yang menakutkan dan penuh ketidakjelasan.

    Orang yang menghadapi masa pensiun dengan pikiran negatif inilah yang bisa menyebabkannya mengalami retirement syndrome.

    Selain masa pensiun, orang yang mengalami pemutusan hubungan kerja, termasuk PHK karena COVID-19, atau figur publik yang hilang ketenarannya juga berisiko dengan kondisi ini.

    Penyebabnya tidak hanya itu. Ada juga faktor lain yang mendukung post power syndrome sebagai berikut.

    • Hanya menguasai satu bidang pekerjaan, ketika tidak bisa bekerja pada bidang tersebut, ia merasa kehilangan mata pencaharian.
    • Punya jabatan penting dalam perusahaan dan takut kehilangan pengakuan publik ketika harus berhenti bekerja.
    • Ketika harus berhenti bekerja, ia mengkhawatirkan masalah keuangan untuk memenuhi kebutuhannya setiap hari.
    • Ketakutan akan pembalasan dendam orang yang bekerja saat bawah pimpinannya, ketika ia melepas jabatan.
    • Khawatir akan keberhasilan yang selama ini ia bangun, akan hancur setelah ia berhenti bekerja.

    Pada banyak kasus, post power syndrome menyerang orang dengan kepribadian yang selalu menuntut keinginannya untuk terpenuhi, senang dihormati dan mengatur orang lain, dan bangga dengan jabatannya.

    Seperti apa tanda dari retirement syndrome?

    kurang gizi pada lansia

    Gejala retirement syndrome terbagi menjadi tiga, yakni sebagai berikut.

    1. Gejala fisik

    Pengidap sindrom ini kemungkinan besar akan berpenampilan lebih kuyu dan tidak ceria. Mereka jadi lebih mudah terserang penyakit, contohnya flu, pilek, atau demam.

    Kondisi ini bisa terjadi karena sistem kekebalan tubuh mereka yang menurun.

    2. Gejala terkait emosi

    Lansia menjadi lebih senang menyendiri, mudah tersinggung atau marah (agitasi) jika pendapatnya Anda abaikan.

    Mereka mungkin jadi lebih sering melamun karena kesepian dan hampa serta mudah bersedih dan kecewa.

    Kondisi ini bisa saja menyebabkan lansia susah makan dan pada akhirnya membuat lansia mengalami kekurangan nutrisi.

    3. Gejala yang melibatkan perubahan perilaku

    Perilaku lansia yang mengalami post power syndrome juga akan berubah.

    Lansia jadi lebih pemalu dan pendiam, atau malah sebaliknya, terus-menerus membicarakan masa-masa kejayaan kariernya pada waktu muda.

    Bagaimana cara mengatasi post power syndrome?

    kesehatan lansia

    Memang, retirement syndrome bukan kondisi yang serius seperti penyakit jantung atau stroke. Namun, lansia yang mengidap kondisi ini perlu mendapatkan penanganan segera.

    Bila tidak, kualitas kesehatan bisa memburuk karena risiko depresi atau hipertensi (tekanan darah tinggi) pada lansia meningkat.

    Oleh karena itu, jika Anda mendapati orangtua, kakek, nenek, atau orang sekitar Anda menunjukkan gejala retirement syndrome, ajak mereka untuk periksa ke dokter.

    Tidak ada perawatan khusus untuk kondisi ini. Namun, ada beberapa hal yang bisa membantu lansia mengatasi post power syndrome sebagai berikut.

    1. Terima perubahan yang terjadi

    Sebagaimana penjelasan sebelumnya, kebanyakan pengidap retitrement syndrome tidak bisa menerima perubahan yang mereka hadapi, contohnya pensiun.

    Supaya mereka bisa menerima perubahan tersebut, lansia perlu belajar untuk memahami kondisi tersebut.

    Begitu juga dengan orang yang “dirumahkan”, mereka juga perlu memahami situasi tersebut. Sah-sah saja jika bersedih, tapi jangan biarkan emosi tersebut menguasai karena dapat menjadi bibit post power syndrome.

    Jadi, luangkan waktu untuk menenangkan diri, kemudian kembali bangkit dan kembali menghadapi hari.

    2. Buat rencana ke depan

    Bagi sebagian lansia yang harus pensiun, aktivitas akan menjadi semakin berkurang sehingga mudah bosan.

    Oleh karena itu, manfaatkan waktu senggang untuk melakukan berbagai aktivitas yang menyehatkan bagi lansia.

    Jika masih mampu, membuka usaha untuk menambah pemasukan juga bisa lansia rencanakan.

    Sebagai contoh, bagi lansia yang suka berkebun bisa membuka bisnis cocok tanam, bagi yang suka memasak bisa membuka bisnis kuliner, atau membuka toko/warung depat rumah yang menjual kebutuhan sehari-hari.

    3. Ikuti komunitas dan terus bersosialisasi

    Cara selanjutnya untuk mengatasi post power syndrome yaitu terus terkoneksi dengan orang sekitar Anda.

    Coba pikirkan baik-baik, menjalani hari dengan orang-orang yang Anda sayangi tentu lebih menyenangkan, bukan, ketimbang sendirian?

    Lansia yang pensiun bisa menggunakan waktu luangnya untuk mengikuti komunitas, seperti komunitas olahraga khusus lansia atau komunitas keagamaan.

    Selain itu, cobalah untuk berbaur dengan tetangga, seperti menyapa, membuka obrolan, atau mengundang mereka untuk makan malam bersama.

    4. Konseling ke dokter atau psikolog jika perlu

    Mengatasi retirement syndrome mungkin tidak bisa hanya dengan mengandalkan cara-cara di atas. Lansia atau pengidapnya juga butuh konsultasi ke psikolog atau dokter.

    Jadi, jangan ragu untuk mengunjungi dokter jika Anda merasa kesulitan untuk beradaptasi dengan perubahan memasuki masa pensiun atau stres akibat kehilangan pekerjaan.

    Namun, ingat bahwa lansia atau pengidap post power syndrome tidak bisa berjuang sendiri dalam melawan kondisi ini.

    Oleh karena itu, jika Anda sebagai keluarga atau perawat lansia, penting bersikap siap membantu dan mendukung mereka.

    Lansia ditemani agar tidak lagi merasa kesepian. Perawat juga dapat mengajak mereka untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat bersama, sehingga lansia tetap sehat dan bugar.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Tania Savitri

    General Practitioner · Integrated Therapeutic


    Ditulis oleh Aprinda Puji · Tanggal diperbarui 31/08/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan