Baca semua artikel berita seputar coronavirus (COVID-19) di sini.
Data COVID-19 di seluruh dunia menunjukkan bahwa anak-anak umumnya mengalami keluhan yang lebih ringan dibanding orang dewasa. Namun, World Health Organization (WHO) baru-baru ini melaporkan komplikasi COVID-19 pada anak yang dikenal sebagai multisystem inflammatory syndrome, atau sindrom peradangan multisistem.
Bahaya COVID-19 tidak hanya berasal dari virus SARS-CoV-2 itu sendiri. Selain merusak paru-paru, infeksi virus ini juga dapat memancing respons imun besar-besaran menuju berbagai organ tubuh. Respons imun yang berlebihan lalu menyebabkan peradangan dan pada beberapa pasien, mengakibatkan kegagalan organ.
Sindrom peradangan multisistem pada pasien COVID-19
Komplikasi langka ini pertama kali dilaporkan di wilayah Amerika Utara dan Eropa. Saat itu, beberapa anak dan remaja yang positif terjangkit COVID-19 menunjukkan gejala mirip penyakit Kawasaki dan toxic shock syndrome.
Sejumlah laporan turut menyebutkan bahwa pasien mengalami gejala COVID-19 akut disertai peradangan parah pada beberapa organ sekaligus. Kondisi ini mengakibatkan kegagalan organ dan syok pada pasien.
Penyakit Kawasaki adalah penyakit yang menyebabkan peradangan dan bengkak pada pembuluh darah di seluruh tubuh. Jika tidak segera ditangani, penyakit ini bisa merusak pembuluh darah yang mengarah ke jantung dan menyebabkan berbagai komplikasi.
Sementara itu, toxic shock syndrome merupakan kondisi keracunan darah akibat racun yang dihasilkan oleh bakteri stafilokokus. Ini adalah kondisi langka, tapi dapat berakibat fatal. Pasien juga berisiko mengalami komplikasi multiorgan bila tidak lekas ditangani.
882,418
718,696
25,484
Kendati mirip, sindrom peradangan multisistem pada pasien COVID-19 anak berbeda dengan penyakit Kawasaki dan toxic shock syndrome. Namun, ketiganya sama-sama menyerang berbagai organ dalam tubuh secara bersamaan.
Sindrom peradangan multisistem ditandai dengan demam selama beberapa hari, ruam, dan nyeri perut. Ada pula laporan gejala mata merah dan pembengkakan kelenjar getah bening. Jika anak mengalami kumpulan gejala ini, orangtua perlu segera menghubungi dokter untuk menentukan langkah selanjutnya.
Diagnosis sindrom peradangan multisistem pada pasien COVID-19
Sindrom peradangan pada pasien COVID-19 anak awalnya dicurigai sebagai penyakit Kawasaki dan toxic shock syndrome karena ketiganya menimbulkan gejala yang mirip. WHO kini telah memiliki kriteria bagi tenaga medis untuk membantu diagnosis.
Kriteria utamanya adalah anak dan remaja berusia 0-19 tahun yang mengalami demam selama tiga hari berturut-turut atau lebih. Setelah itu, perlu dilihat apakah setidaknya ada dua di antara lima kondisi berikut:
- Tangan, kaki, atau mulut mengalami ruam, tanda-tanda peradangan, atau terlihat kemerahan tanpa mengeluarkan cairan.
- Tekanan darah rendah atau syok.
- Ada tanda-tanda gangguan otot jantung, radang katup jantung, radang selaput pembungkus jantung, atau kelainan pembuluh koroner.
- Ada tanda-tanda darah tidak bisa membeku.
- Gangguan pencernaan akut seperti diare, muntah, atau sakit perut.
Selain sederet kriteria di atas, dokter juga perlu memastikan apakah pasien COVID-19 memenuhi semua kriteria sindrom peradangan berikut:
- Ada peningkatan pada laju endap darah, protein reaktif-C, atau prokalsitonin yang menjadi penanda peradangan.
- Peradangan tidak disebabkan oleh mikroba lain, termasuk bukan karena sepsis atau toxic shock syndrome.
- Positif COVID-19 atau pernah berkontak dengan pasien COVID-19.
Penanganan yang diberikan kepada pasien
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) belum memberikan panduan untuk menangani sindrom peradangan multisistem pada pasien COVID-19. Meski demikian, para tenaga medis sejauh ini sudah memberikan suntikan imunoglobulin dan perawatan intensif.
Menurut Sean T. O’Leary, anggota komite penyakit menular di American Academy of Pediatrics, hal yang paling dibutuhkan pasien adalah perawatan intensif. Di sini, dokter dapat menangani setiap pasien sesuai kebutuhannya masing-masing.
Jika pasien mengalami masalah pernapasan, dokter akan memprioritaskan pemakaian ventilator bila dibutuhkan. Hal yang sama juga berlaku pada pasien yang mengalami penurunan tekanan darah secara drastis atau kegagalan organ.
Orangtua juga tidak perlu terlalu cemas. Walaupun kesannya sangat menyeramkan, sindrom peradangan multisistem adalah komplikasi yang amat langka. Pemulihan dapat berlangsung dengan lebih baik bila kondisi anak dideteksi dengan segera.
5 Langkah Cerdas Menjelaskan COVID-19 dan Penyakit Pandemi pada Anak
Ada dua hal yang dapat dilakukan orangtua untuk melindungi anak dari COVID-19 dan komplikasinya. Pertama, orangtua perlu menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta mengajarkan anak cara mencegah penularan COVID-19.
Kedua, orangtua perlu cermat mengamati kondisi anak. Awasi tanda-tanda COVID-19 dan gejala yang tidak biasa pada anak. Apabila ada tanda yang mencurigakan dan mengacu pada sindrom peradangan, segera periksakan anak ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Bantu dokter dan tenaga medis lain mendapatkan alat pelindung diri (APD) dan ventilator untuk melawan COVID-19 dengan berdonasi melalui tautan berikut.
Hello Health Group dan Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, maupun pengobatan. Silakan cek laman kebijakan editorial kami untuk informasi lebih detail.