Mungkin Anda sudah tidak asing dengan autism spectrum disorder atau yang lebih dikenal dengan nama autisme. Kondisi ini bisa mulai terdeteksi sejak awal masa kanak-kanak dan berlangsung hingga dewasa. Simak informasi selengkapnya mengenai autisme dalam ulasan berikut ini.
Apa itu autisme (gangguan spektrum autis)?
Autisme atau autism spectrum disorder (ASD) adalah gangguan fungsi otak dan saraf serius dan kompleks yang memengaruhi perilaku dan proses berpikir manusia.
Gangguan ini memengaruhi kemampuan seseorang dalam berkomunikasi, bersosialisasi, berperilaku, dan belajar.
Gangguan perkembangan ini umumnya dimulai pada masa kanak-kanak dan bertahan seumur hidup.
Umumnya, orang dengan ASD memiliki cara berkomunikasi, berinteraksi, berperilaku, dan belajar yang berbeda dari kebanyakan orang. Mereka sering kali tampak berada di “dunianya sendiri”.
Adapun kondisi ini disebut dengan gangguan spektrum karena memiliki berbagai gejala dan tingkat keparahan yang berbeda pada setiap penderitanya.
Ini juga mencakup berbagai kondisi yang sebelumnya dianggap terpisah, antara lain gangguan autistik, sindrom Asperger, dan gangguan perkembangan pervasif (PPD-NOS).
Anak autis (sebutan lama bagi anak pengidap autisme) cenderung kesulitan untuk menuangkan pikiran dan mengekspresikan diri, baik dengan kata-kata, gerak tubuh, ekspresi wajah, dan sentuhan.
Mereka juga cenderung kesulitan untuk memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain.
Mereka sangat sensitif sehingga lebih mudah terganggu, bahkan tersakiti oleh suara, sentuhan, bau, atau pemandangan yang tampak normal bagi orang lain.
Selain itu, anak dengan kelainan ini juga cenderung melakukan hal yang diulang-ulang dan memiliki ketertarikan yang sempit dan obsesif.
Seberapa umum penyakit ini?
Secara peluang, anak laki-laki umumnya lima kali lebih mungkin memiliki autisme daripada anak perempuan.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), sekitar 1 dari 100 anak mengidap autisme.
Para pakar percaya jika kondisi ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Hal ini dapat dilihat dari angka kunjungan di rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, termasuk pada klinik tumbuh kembang anak dari tahun ke tahun.
Tanda dan gejala autisme
Gejala autisme cukup beragam. Setiap anak mungkin memiliki gejala yang berbeda-beda, dengan tingkat keparahan yang ringan hingga berat.
Akan tetapi, umumnya pada penderita menunjukkan beberapa gejala autis seperti dikutip dari National Health Service, seperti berikut ini.
1. Gejala autisme pada bayi dan anak yang lebih muda
- Tidak memberi respons ketika namanya dipanggil.
- Menghindari kontak mata dengan orang lain.
- Tidak tersenyum, meskipun Anda memberikan senyum pada mereka.
- Melakukan gerakan berulang, seperti mengepakkan tangan, menjentikkan jari, atau mengayunkan tubuh.
- Cenderung pendiam, tidak banyak berceloteh seperti bayi kebanyakan.
- Sering mengulang kata atau frasa yang sama.
Umumnya, ciri-ciri bayi autis yang paling terlihat adalah berkurangnya kontak mata saat diajak bicara, tidak merespons saat dipanggil, atau tidak peduli pada orang di sekitarnya.
Namun, ada pula yang baru menunjukkan gejala autis saat sudah berusia 2 tahun.
Ini biasanya ditunjukkan dengan sifat agresif atau anak hiperaktif secara tiba-tiba maupun perkembangan bahasa anak yang menurun.
2. Gejala autisme pada anak yang lebih besar
- Sulit mengungkapkan perasaan dan mengekspresikan emosi.
- Sulit mengerti apa yang diucapkan, dipikirkan, dan dirasakan orang lain.
- Memiliki minat tinggi pada suatu kegiatan sehingga terkesan obsesif dan melakukan suatu perilaku secara berulang (stimming).
- Menyukai rutinitas yang terstruktur dan sama. Jika rutinitas terganggu, ia akan sangat marah.
- Sulit untuk menjalin pertemanan dan lebih suka menyendiri.
- Sering kali menjawab sesuatu yang tidak sesuai dengan pertanyaan. Alih-alih menjawab, mereka lebih sering mengulang apa yang dikatakan orang lain.
- Sulit mengungkapkan kebutuhannya dengan kata-kata atau gerakan.
- Tidak melakukan permainan “pura-pura”, seperti tidak berpura-pura memberi makan pada boneka saat anak main boneka.
- Sering melakukan gerakan yang berulang.
- Sulit beradaptasi ketika rutinitas berubah.
- Memiliki reaksi yang tidak biasa terhadap bau, rasa, tampilan, perasaan, atau suara.
- Anak kehilangan keterampilan yang pernah mereka miliki, seperti berhenti mengucapkan kata-kata yang pernah mereka gunakan.
Gejala autis pada anak laki-laki dan perempuan terkadang sedikit berbeda.
Anak perempuan cenderung lebih tenang dan pendiam, sedangkan anak laki-laki cenderung lebih hiperaktif. Gejala pada anak perempuan yang “samar-samar” ini menyebabkan diagnosis jadi lebih sulit.
Adapun setiap anak dengan autism spectrum disorder menunjukkan gejala yang bervariasi, entah lebih rendah atau tinggi dari anak seusianya.
Misalnya, ASD bisa menimbulkan gangguan belajar pada anak dengan tingkat kecerdasan yang lebih rendah dari teman seusianya.
Namun, ada pula anak autis lainnya yang justru menunjukkan tingkat kecerdasan di atas normal.
3. Gejala autisme pada orang dewasa
- Sulit memahami apa yang dipikirkan atau dirasakan orang lain.
- Sangat cemas dengan berbagai situasi sosial atau kegiatan di luar rutinitas.
- Sulit berteman atau lebih suka menyendiri.
- Sering kali berbicara blak-blakan dan kasar dan menghindari kontak mata dengan orang lain.
- Sulit menunjukkan perasaan pada orang lain.
- Lebih suka tidak dipeluk, kecuali jika mereka mau.
- Seperti tidak menyadari jika ada yang berbicara dengannya dan cenderung merespons suara lain.
- Sering mengulang kata atau frasa saat berbicara, termasuk kata-kata lawan bicaranya (echolalia).
- Saat berbicara dengan orang lain, posisi tubuhnya akan sangat dekat dengan Anda. Bisa juga sebaliknya, tidak suka orang lain berada terlalu dekat atau melakukan kontak fisik, seperti menyentuh atau memeluk.
- Sangat teliti pada suatu hal yang kecil, berpola, dan mudah terganggu oleh bau atau suara yang dianggap normal oleh orang lain.
Kapan harus ke dokter?
- Tidak merespons saat dipanggil.
- Perkembangan komunikasi lambat.
- Sulit bersikap dan berperilaku atau mengalami beberapa gejala seperti yang sudah disebutkan di atas.
Penyebab autisme
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab dari autisme.
Namun, para ilmuwan dan pakar kesehatan sepakat bahwa faktor genetik dan lingkungan berperan dalam menyebabkan gangguan ini.
Para ilmuwan menemukan sejumlah gen yang kemungkinan berperan dalam kelainan ini.
Gen-gen ini memengaruhi perkembangan otak atau cara sel-sel otak berkomunikasi sehingga menimbulkan tanda-tanda khas pada anak yang mengalami ASD.
Selain itu, faktor lingkungan dianggap berperan dalam menyebabkan ASD, seperti konsumsi obat-obatan tertentu, terinfeksi virus, atau komplikasi selama kehamilan.
Polusi udara juga mungkin berperan memicu gangguan ini. Meski demikian, para peneliti masih meneliti kembali kemungkinan faktor-faktor tersebut sebagai pemicu autisme.
Faktor risiko autisme
Meski penyebabnya belum pasti, ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami autisme atau gangguan spektrum autisme (ASD).
- Jenis kelamin. Autisme terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan.
- Riwayat keluarga. Keluarga yang memiliki anak autis mungkin akan memiliki anak autis lain.
- Penyakit lain. Autis cenderung terjadi lebih sering pada anak dengan genetik atau kondisi kromosom tertentu, seperti tuberous sclerosis, sindrom fragile X, Down syndrome, atau sindrom Rett.
- Bayi prematur. Autisme lebih sering terjadi pada bayi prematur dan biasanya lebih berisiko pada bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 26 minggu.
- Berat lahir rendah. Bayi dengan berat badan lahir rendah lebih berisiko mengalami ASD.
- Paparan bahan kimia dan obat tertentu. Paparan logam berat, obat valproic acid (Depakene) atau thalidomide (Thalomid) pada janin dapat meningkatkan risiko terjadinya autis.
Di sisi lain, beberapa studi menunjukkan bahwa vaksin atau imunisasi pada anak tidak akan meningkatkan risiko autism spectrum disorder.