backup og meta

Hepatitis D

Hepatitis D

Hepatitis D adalah bentuk infeksi hati yang terjadi pada orang yang terinfeksi virus Hepatitis B. Kombinasi kedua infeksi ini dapat mempercepat kerusakan hati, menjadikannya peradangan hati yang paling berbahaya. Berikut penjelasan lengkap mengenai penyakit hati ini.

Apa itu hepatitis D?

Hepatitis D (HDV) atau hepatitis delta adalah penyakit peradangan hati yang disebabkan oleh infeksi virus delta.

Dibandingkan dengan penyakit hepatitis lainnya, HDV termasuk infeksi virus yang paling berbahaya.

Pasalnya, penyakit ini dapat menyerang pasien hepatitis B (HBV). Hal ini dikarenakan HDV adalah jenis virus RNA yang belum sempurna, sehingga membutuhkan HBV sebagai inang untuk bereplikasi.

Bila HDV dan HBV terjadi secara bersamaan, tentu Anda akan mengalami sejumlah gangguan fungsi hati yang serius.

Hal ini berlaku terutama jika infeksi hepatitis B telah berlangsung dalam waktu yang lama, alias kronis.

Virus hepatitis D (HDV) terdiri dari HDV RNA dan antigen hepatitis delta (HDAg) dengan 8 genotip yang ditemukan. HDV genotip 1 paling umum menyebabkan hepatitis D, termasuk di Asia Tenggara.

Virus ini unik karena hanya dapat bereplikasi jika terdapat hepatitis B (HBV), sehingga HDV aktif setelah HBV melewati masa inkubasi.

Akibatnya, hepatitis D terbagi menjadi dua jenis infeksi, yaitu ko-infeksi dan superinfeksi.

1. Ko-infeksi

penyakit hepatitis

Ko-infeksi terjadi ketika infeksi virus delta berlangsung bersamaan dengan infeksi HBV yang masih berada dalam fase akut (kurang dari 6 bulan).

Gangguan kesehatan yang muncul akibat ko-infeksi beragam dan bersifat sedang sampai berat. 

Ko-infeksi dapat mereda dengan sendirinya tanpa bantuan pengobatan.

Namun, terdapat kemungkinan ko-infeksi akan berkembang menjadi penyakit hati serius, yaitu fulminant hepatitis.

2. Superinfeksi

Lain halnya dengan orang yang telah terjangkit hepatitis B kronis dan kemudian terkena hepatitis D, replikasi kedua virus ini akan menyebabkan superinfeksi.

Umumnya, superinfeksi memunculkan gejala yang cukup parah dalam waktu yang singkat. Infeksi ini juga memperparah gejala hepatitis B yang lebih dulu muncul. 

Superinfeksi akan mempercepat perkembangan penyakit ini sehingga menimbulkan sejumlah komplikasi seperti sirosis dan kanker hati

Seberapa umum kondisi ini?

Penyakit ini ditemukan pertama kali pada 1977 dan sejak saat itu terdapat lebih dari 10 juta orang dari berbagai umur telah terinfeksi virus ini.

Penyakit ini tersebar di berbagai wilayah di dunia dengan jumlah kasus tertinggi di Afrika Selatan. Di Indonesia sendiri, hepatitis D jarang ditemukan.

Dikutip dari WHO, diperkirakan ada 15 – 20 juta orang di dunia yang menjadi pembawa (carrier) HBV yang terinfeksi HDV.

Meski begitu, jumlah pengidap penyakit ini secara keseluruhan menurun berkat program vaksin hepatitis B sebagai cara mencegah penularan penyakit ini.

Tanda dan gejala hepatitis D

Umumnya, gejala hepatitis D tidak jauh berbeda dengan gejala hepatitis B, terutama yang muncul akibat ko-infeksi.

Periode kemunculan gejala biasanya berlangsung sekitar 2 – 8 minggu setelah infeksi.

1. Gejala ko-infeksi

Gejala umum infeksi virus delta meliputi:

  • hilang nafsu makan,
  • mual dan muntah,
  • kelelahan,
  • nyeri pada hati (di sisi kanan atas perut),
  • nyeri otot dan sendi, dan
  • kulit dan selaput mata menguning (penyakit kuning).

2. Gejala superinfeksi

Mata kuning gejala hepatitis

Sementara itu, gejala HDV akibat superinfeksi antara lain: 

  • penyakit kuning (jaundice),
  • kelelahan,
  • mual dan muntah,
  • nyeri perut,
  • gatal pada kulit,
  • menurunnya konsentrasi,
  • sering mengantuk,
  • mengalami perubahan perilaku,
  • warna urine menjadi gelap,
  • perubahan warna feses menjadi pucat,
  • mudah mengalami perdarahan dan memar, serta
  • pembengkakan pada perut akibat asites

Penyebab hepatitis D

Hepatitis D disebabkan oleh infeksi virus hepatitis D (HDV). Virus ini unik karena memerlukan virus hepatitis B (HBV) untuk dapat bereplikasi dan menyebabkan infeksi.

Dengan kata lain, kondisi ini hanya dapat terjadi pada orang yang sudah terinfeksi hepatitis B.

HDV hanya terdapat dalam darah dan cairan tubuh seperti sperma, cairan vagina, dan air liur.

Virus delta akan masuk ke dalam hati ketika darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi virus ini masuk ke dalam jaringan tubuh melalui pembuluh darah atau kontak seksual. 

Ada beberapa hal yang menjadi cara penularan virus hepatitis tipe D sebagai berikut.

  • Penggunaan jarum suntik yang tidak steril.
  • Penggunaan jarum untuk tato dan tindik yang digunakan bersama.
  • Proses transfusi darah.
  • Berhubungan seks tanpa alat kontrasepsi.
  • Saat proses persalinan dari ibu pada bayinya.
  • Penggunaan peralatan medis yang terkontaminasi virus.
  • Pemakaian alat rumah tangga yang terkontaminasi darah penderita. 

Selain itu, virus delta pada bekas darah yang menempel pada alat pun bisa menjadi media penularan.

Pasalnya, virus dapat masuk ke pembuluh darah melalui luka yang terbuka, baik pada permukaan kulit maupun gusi yang berdarah.

Faktor risiko hepatitis D

Orang paling berisiko terkena infeksi virus delta adalah orang yang terinfeksi hepatitis B.

Meski begitu, ada beberapa kondisi yang membuat risiko terpapar virus delta meningkat yaitu sebagai berikut.

  • Berhubungan seks dengan penderita hepatitis D atau B.
  • Berhubungan intim dengan lebih dari satu orang tanpa kontrasepsi.
  • Melakukan transfusi darah secara rutin.
  • Pemakaian jarum suntik dan peratalan injeksi lainnya secara bersama-sama.
  • Berkunjung ke daerah yang mengalami wabah penyakit ini.
  • Riwayat penyakit ginjal, infeksi HIV, atau terkena diabetes.

Komplikasi hepatitis D

Bila infeksi virus hepatitis D telah berlangsung lama atau masuk dalam fase kronis, ada kemungkinan Anda berisiko mengalami fibrosis dan komplikasi, seperti:

Komplikasi dapat ditandai dengan peningkatan jumlah jaringan parut pada hati yang juga menunjukkan bahwa sebagian besar sel hati telah rusak.

Kerusakan sel hati dapat menyebabkan organ hati tak lagi mampu untuk bekerja.

Sebagai contoh, hati tidak lagi bekerja menghasilkan cairan empedu untuk mencerna makanan, menetralkan zat beracun, dan mengatur sirkulasi hormon dalam tubuh.

Diagnosis hepatitis D

Tes diagnosis hepatitis D

Berikut ini beberapa cara dokter untuk mendiagnosis penyakit ini.

1. Tes darah

Tes darah bertujuan untuk mendeteksi keberadaan virus hepatitis D (HDV) atau antibodi terhadap virus tersebut.

Langkah awal biasanya melibatkan tes untuk mendeteksi infeksi hepatitis B (HBV), karena HDV hanya dapat menginfeksi orang yang sudah terinfeksi HBV.

2. Tes tambahan

Jika dokter menemukan penyebab hepatitis D dan hepatitis B pada hasil tes darah, dokter akan menyarankan serngakaian tes lain untuk mendukung diagnosis.

Pemeriksaan tambahan ini juga untuk melihat kerusakan hati yang terjadi. Tes tambahan ini meliputi pemeriksaan hal-hal ini.

  • Elastografi untuk mengukur kekakuan hati.
  • Biopsi hati untuk melihat tanda-tanda kerusakan hati atau penyakit lainnya.

Pengobatan hepatitis D

Hingga saat ini belum ada obat khusus untuk mengobati hepatitis D. Namun, pengobatan di bawah ini dipercaya dapat digunakan untuk menghambat perkembangan penyakit.

Pegylated interferon alpha

Salah satu cara mengatasi infeksi virus delta adalah menggunakan injeksi interferon alfa berdosis tinggi sebanyak 3 kali dalam seminggu.

Pengobatan ini biasanya berlangsung 1 – 2 tahun, tergantung perkembangan penyakitnya.

Injeksi interferon alfa bekerja dengan mengembalikan kadar normal enzim tubuh. Obat ini juga membantu menghilangkan 70% virus delta di dalam tubuh.

Selain itu, pengobatan hepatitis ini ini juga membantu menghambat perkembangan penyakit untuk mencegah terjadinya komplikasi, seperti sirosis dan kanker hati.

Pegylated interferon alfa sebenarnya tidak mampu mengurangi jumlah virus dengan cepat.

Itu sebabnya, metode pengobatan ini membutuhkan waktu agar semua virus di dalam tubuh mati.

Pencegahan hepatitis D

Sejauh ini memang belum ada vaksin khusus untuk mencegah hepatitis D.

Namun, Anda tetap bisa mengurangi risiko paparan virus delta dengan vaksin hepatitis B. Meski begitu, vaksin hanya akan efektif pada orang yang belum pernah terinfeksi virus hepatitis B.

Untungnya, ada cara lain yang bisa dilakukan untuk menghindari berbagai faktor yang dapat meningkatkan risiko Anda mengalami kondisi ini seperti di bawah ini.

  • Berhubungan seks aman dengan penderita hepatitis.
  • Memakai jarum suntik steril, terutama saat menjalani pengobatan.
  • Menghindari penggunaan silet, sikat gigi, dan alat cukur bersama dengan orang lain.
  • Rutin mencuci tangan, terutama setelah berkontak langsung dengan darah.
  • Menggunakan pelindung atau sarung tangan bagi petugas kesehatan.

Bila Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut, silakan hubungi dokter untuk mendapatkan solusi yang tepat.

Ringkasan

  • Hepatitis D (HDV) atau hepatitis delta adalah infeksi hati yang dapat terjadi pada orang yang terinfeksi hepatitis B (HBV).
  • Gejala hepatitis D mirip dengan hepatitis B, tetapi bisa lebih parah jika terjadi superinfeksi.
  • Penularannya terjadi melalui kontak darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi, seperti penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan kontak seksual tanpa pelindung.

[embed-health-tool-bmr]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Hepatitis D. (2019). World Health Organization. Retrieved 4 September 2024, from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hepatitis-d

Hepatitis D. (2017). National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. Retrieved 4 September 2024, from https://www.niddk.nih.gov/health-information/liver-disease/viral-hepatitis/hepatitis-d

Masood, U., & John, S. (2020). Hepatitis D. StatPearls Publishing [Online]. Retrieved 4 September 2024, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470436/

Mentha, N., Clément, S., Negro, F., & Alfaiate, D. (2019). A review on hepatitis D: From virology to new therapies. Journal of advanced research, 17, 3–15. https://doi.org/10.1016/j.jare.2019.03.009.

Rizzetto M. (2015). Hepatitis D Virus: Introduction and Epidemiology. Cold Spring Harbor perspectives in medicine5(7), a021576. https://doi.org/10.1101/cshperspect.a021576. Retrieved 29 December 2020.

Versi Terbaru

05/09/2024

Ditulis oleh Fidhia Kemala

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro

Diperbarui oleh: Fidhia Kemala


Artikel Terkait

Tes HBsAg, Prosedur Diagnosis Penyakit Hepatitis B

6 Penyebab Utama Nyeri Ulu Hati dan Tips Mengatasinya


Ditinjau secara medis oleh

dr. Patricia Lukas Goentoro

General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 05/09/2024

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan