Imunisasi pada anak sangat penting sehingga IDAI menentukan jadwal imunisasi sesuai usia. Jenis imunisasi yang anak dapatkan satu kali seumur hidup adalah BCG. WHO juga mewajibkan pemberian vaksin BCG terutama di negara dengan tingkat penderita tuberkulosis (TB) yang tinggi, seperti Indonesia. Berikut penjelasan seputar imunisasi BCG, mulai dari cara kerja, jadwal, sampai efek sampingnya.
Apa itu imunisasi BCG?
Mengutip dari situs resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) imunisasi bacille Calmette-Guerin (BCG) adalah vaksin yang berisi kuman Mycobacterium bovis atau M. bovis yang sudah melalui proses pelemahan.
Berbagai negara sudah menggunakan vaksin BCG untuk melindungi bayi dari penyakit tuberkulosis (TB) berat dan radang otak akibat TB.
Sampai saat ini, manfaat imunisasi BCG sangat terasa, yaitu menjadi salah satu pencegah yang efektif dalam menangani terjadinya penyakit tuberculosis (TB atau TBC).
Pemberian imunisasi BCG tepat di bawah kulit atau intradermal dan biasanya penyuntikan pada lengan kiri bagian atas.
Mengutip dari Vaccine Knowledge Project dari Universitas Oxford, vaksin BCG memberi perlindungan terhadap infeksi TB sebesar 70-80 persen.
Pemberian vaksin BCG wajib pada anak sejak tahun 1953 di Inggris. Awalnya, pemberian vaksin ini pada anak usia sekolah, sekitar 14 tahun, karena umumnya TB menular pada usia tersebut.
Bagaimana cara kerja imunisasi BCG?
Sebelum mendapatkan vaksin BCG, si kecil menerima tes kulit tuberkulin atau tes mantoux. Ini untuk memeriksa apakah bayi Anda sudah terkena TB atau belum.
Bila terdapat benjolan kemerahan seperti terkena gigitan nyamuk pada area suntikan, itu hasilnya positif.
Berarti, sistem kekebalan tubuh bayi sudah mengenali tuberkulosis (TB) karena sudah pernah terpapar sebelum mendapatkan vaksin BCG.
Apakah kalau positif TB bisa menerima imunisasi BCG? Tidak.
Menurut Vaccine Knowledge Project dari Universitas Oxford, bayi yang sudah terkena TB memiliki kekebalan terhadap vaksin BCG dan bisa menyebabkan efek samping buruk.
Namun, bila hasil tes mantoux tidak menunjukkan reaksi benjolan, tandanya ia negatif TB dan aman bila mendapatkan imunisasi BCG.
Berdasarkan jadwal imunisasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pemberian vaksin BCG hanya satu kali pada bayi usia 0—1 bulan.
Tidak seperti imunisasi MMR atau imunisasi hepatitis B yang berulang.
Siapa yang membutuhkan imunisasi BCG?
Center for Disease Control and Prevention (CDC) menjelaskan bahwa ada dua kelompok yang perlu mendapatkan vaksin BCG, yaitu sebagai berikut.
1. Bayi dan anak
Vaccine Knowledge Project dari Universitas Oxford menjelaskan, pemberian imunisasi BCG pada bayi adalah satu kali ketika ia berusia dua bulan.
Terutama untuk bayi yang terpapar TB dari orang dewasa. Sebagai contoh, orangtua atau kakek nenek yang terkena TB.
Bayi dan anak berusia kurang dari 16 tahun yang masuk dalam kelompok risiko TB tersebut wajib menerima vaksin BCG.
Sebagian besar masyarakat Indonesia masih mengidap tuberkulosis (TB) dan termasuk penyakit menular.
Bayi yang terinfeksi TB tidak bisa menularkan pada bayi lain, tetapi orang dewasa dengan penyakit TB bisa menularkan pada bayi.
2. Petugas kesehatan
Vaksin BCG kurang bekerja secara optimal pada orang dewasa. Namun untuk dokter, perawat, dan pekerja kesehatan berusia maksimal 35 tahun yang sering bersinggungan dengan pasien tuberkulosis (TB) wajib mendapatkan vaksin BCG.
Pasalnya, ada risiko penularan dari bakteri tuberkulosis pada pasien di rumah sakit.
CDC menjelaskan ada pasien TB yang terinfeksi dari bakteri tuberkulosis yang resisten terhadap obat, seperti isoniazid dan rifampisin.
Mereka akan melakukan tes kulit sebelum mendapatkan vaksin. Tes tersebut untuk memeriksa apakah petugas kesehatan sudah memiliki antibodi terhadap TB atau belum.
Kondisi yang membuat seseorang perlu waspada pada vaksin BCG
Imunisasi BCG memang bermanfaat untuk mencegah terkena tuberkulosis (TB), tapi apakah ada kondisi yang membuat seseorang perlu waspada terhadap vaksin ini?
Mengutip dari Center for Disease Control and Prevention (CDC), ada dua kelompok yang sebaiknya tidak mendapatkan vaksin BCG, yaitu:
1. Imunosupresi
Ini adalah kondisi seseorang memiliki kekebalan tubuh yang sangat lemah, misalnya orang yang mengidap HIV.
Tidak hanya itu, orang yang menjadi kandidat transplantasi organ sebaiknya tidak menerima vaksin BCG.
2. Ibu hamil
CDC menyarankan untuk tidak memberikan imunisasi BCG pada ibu hamil selama masa kehamilan.
Meski belum ada penelitian terhadap bahaya dari vaksin pada kondisi janin, masih butuh studi lebih lanjut untuk keamanannya.
Anda perlu menunda pemberian vaksin BCG bila si Kecil sedang mengalami hal ini.
- Berat bayi kurang dari 2,5 kg.
- Bayi lahir dari ibu positif HIV.
- Bayi sedang demam dan sakit ringan (batuk pilek).
Konsultasikan dengan dokter untuk informasi lebih lanjut.
Apa efek samping imunisasi BCG?
Setelah mendapatkan vaksin BCG, akan muncul bekas berupa bisul atau luka bernanah. Namun orangtua tidak perlu khawatir, karena ini adalah suatu respons alami sistem kekebalan tubuh anak terhadap vaksin.
Jadi, untuk orangtua, nantinya jangan kaget apabila bayi yang sudah mendapat imunisasi akan mengalami luka atau bisul pada lengan kanan atasnya.
Reaksi munculnya bisul atau scar bisa beraneka ragam, mulai dari 2—12 minggu setelah menerima imunisasi.
Namun umumnya, memang antara empat sampai enam minggu. Ukurannya pun beragam, mulai dari tujuh millimeter (mm).
Anda tidak perlu membawa anak ke dokter bila muncul bisul setelah imunisasi BCG karena bisa sembuh dengan sendirinya. Anda bisa mengompres dengan cairan antiseptik pada area suntikan.
Namun, Anda perlu membawa si kecil ke dokter apabila terjadi bengkak yang hebat, anak demam tinggi, atau muncul nanah yang berlebihan dari bisul bekas suntikan.
Hal-hal tersebut bisa menandakan infeksi setelah imunisasi.
Bagaimana kalau tidak muncul bekas setelah imunisasi?
Mungkin banyak masyarakat yang bertanya akan hal ini. Ketika tidak ada bekas bisul atau benjolan apa pun setelah menerima vaksin BCG, apakah vaksinasi gagal? Jawabannya adalah tidak.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan dalam situs resminya, bisul atau benjolan yang tidak muncul bukan berarti imunisasi pada anak tersebut gagal karena reaksi tubuh tiap bayi berbeda.
Pemberian imunisasi bukan melihat ada atau tidaknya luka atau bisul, melainkan sudah menerima suntikan atau belum, sehingga tidak perlu mengulang vaksin BCG.
Mengapa begitu? Ini karena sistem kekebalan tubuh setiap anak berbeda-beda. Bisul memang jadi respons yang umum, tapi bukan tolak ukur keberhasilan imunisasi.
Kapan harus ke dokter?
Efek samping imunisasi ini yang paling umum adalah bekas suntikan pada lengan yang menyisakan jaringan parut.
Namun ada beberapa kondisi yang sangat jarang terjadi dan perlu penanganan khusus, yaitu berikut.
- Demam tinggi.
- Bekas suntikan baru terlihat 2—6 minggu.
- Pembengkakan pada ketiak sebesar 1 cm.
- Peradangan.
- Abses pada area suntikan.
Hal yang perlu Anda ingat bahwa kondisi tersebut sangat langka dan hanya terjadi 1 dari 1000 imunisasi BCG.
Bila Anda melihat si kecil mengalami hal di atas, segera hubungi dokter untuk penanganan lebih lanjut.
Bayi yang tidak menerima imunisasi atau terlambat imunisasi sangat rentan terkena penyakit sehingga perlu untuk mengikuti jadwal vaksin yang sudah ada.
[embed-health-tool-vaccination-tool]