Baca semua artikel tentang coronavirus (COVID-19) di sini.
Sejak kemunculannya pada Desember lalu, wabah COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 memacu para ilmuwan untuk terus mempelajari penyakit kini. Happy hypoxia adalah salah satu gejala COVID-19 yang baru-baru ini diketahui dan dinyatakan sebagai gejala abnormal yang membahayakan.
Apa itu happy hypoxia? Bagaimana gejala ini menyerang kesehatan manusia?
Happy Hypoxia pada COVID-19, kadar oksigen dalam tubuh anjlok tanpa disadari
Kasus pasien terinfeksi COVID-19 dengan level oksigen sangat rendah dilaporkan meningkat. Meski kadar oksigen pasien tersebut rendah, namun tidak terjadi kesulitan bernapas seperti gejala pada umumnya.
Umumnya, pasien bisa mengalami gangguan pernapasan akut (ARDS/acute respiratory distress syndrome) atau semacam gagal napas. Tapi dalam kasus pasien dengan gejala happy hypoxia pasien tetap sadar dan relatif merasa sehat, padahal paru-paru pasien tidak mampu mengalirkan oksigen ke dalam darah secara normal.
Ini adalah kondisi tidak umum dan tidak sesuai dengan premis biologis dasar. Sebab pada umumnya, jika kadar oksigen dalam darah di bawah batas normal maka kita akan mengalami gejala sesak napas dan pusing.
Tapi kondisi pasien dengan silent hypoxia atau happy hypoxia ini tidak menunjukkan gejala apapun, sehingga sulit diketahui status kesehatan akibat infeksi COVID-19 tersebut. Si pasien tidak menyadari bahwa kondisi kesehatannya lebih buruk dari yang mereka kira.
Karena COVID-19 menyerang sistem pernapasan, maka kurangnya kadar oksigen bisa membahayakan keselamatan pasien. Ketika gejalanya terlihat, maka dokter bisa langsung memberikan tindakan medis lebih cepat. Namun jika gejala tersebut tak tampak, maka akan menyulitkan tenaga kesehatan untuk penanganan kesehatan lebih cepat.
Pasien COVID-19 dengan happy hypoxia biasanya datang ke rumah sakit dengan gejala ringan, lalu mengalami perburukan gejala dengan cepat dan bisa meninggal.
882,418
718,696
25,484
Kenapa happy hypoxia bisa terjadi?
Dokter berspekulasi, pada sebagian orang, masalah paru-paru akibat COVID-19 berkembang dengan cara yang tidak segera terlihat. Misalnya saat pasien fokus untuk memerangi gejala seperti demam dan diare, tubuh mulai melawan kekurangan oksigen dengan mempercepat pernapasan untuk mengimbanginya.
Pasien sendiri mungkin menyadari laju pernapasannya semakin cepat, tapi belum langsung mencari bantuan padahal kadar oksigen dalam darahnya semakin menurun.
Menurut laporan yang ditulis oleh ahli paru Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dokter Erlina Burhan, mekanisme serangan gejala ini belum jelas.
Namun dr. Erlina mencurigai hal ini dikarenakan adanya kerusakan pada saraf aferen (saraf pengirim sinyal) jadi otak tidak menerima stimulasi tanda-tanda gangguan. Inilah yang menyebabkan tubuh tidak menyadari kadar oksigen telah berada di bawah normal.
COVID-19 Bisa Menginfeksi Sel Otak dan Picu Kerusakan Jangka Panjang
Tanpa disadari kerusakan telah terjadi, bukan hanya pada paru-paru tapi bisa juga berpengaruh pada jantung, ginjal, dan otak.
Karena happy hipoksia ini menyerang tubuh secara diam-diam, gejala ini bisa tiba-tiba berkembang menjadi gagal napas dengan cepat.
Para ahli menebak ini menjadi salah satu penyebab pasien COVID-19 dengan usia muda dan tanpa penyakit penyerta meninggal mendadak tanpa sebelumnya mengalami sesak napas.
Tidak diketahui secara pasti kapan pertama kali gejala happy hypoxia pada pasien COVID-19 muncul. Kecurigaan pada gejala happy hypoxia pertama kali dilaporkan pada April-Mei 2020. Hingga saat ini data kasus positif COVID-19 dengan gejala tersebut dilaporkan meningkat dan perlu diwaspadai.
“Waspada tidak menganggap diri sendiri orang tanpa gejala saat sudah dinyatakan positif COVID-19,” kata dr. Vito Anggarino Damay, SpJP (K), M.Kes, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah.
Hello Health Group dan Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, maupun pengobatan. Silakan cek laman kebijakan editorial kami untuk informasi lebih detail.