backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

Hypervigilance

Ditinjau secara medis oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa · General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


Ditulis oleh Bayu Galih Permana · Tanggal diperbarui 14/09/2023

Hypervigilance

Hypervigilance merupakan kondisi yang membuat seseorang merasakan sikap waspada secara berlebihan. Sikap ini umumnya disertai dengan kecenderungan perilaku siap siaga untuk mencegah bahaya.

Apa itu hypervigilance?

Hypervigilance adalah sikap waspada berlebihan yang disertai dengan kecenderungan perilaku siap siaga untuk mencegah bahaya.

Sikap ini membuat orang yang mengalaminya selalu merasa dan bertindak seolah ada ancaman. Akibatnya, mereka jadi sangat peka terhadap orang-orang dan lingkungan sekitar.

Kondisi fisik dan mental mereka selalu berada dalam status siaga tinggi. Padahal sebenarnya, ancaman bahaya hanya ada di pikirannya saja alias tidak nyata. 

Mereka menganggapnya nyata karena otak berpikir secara berlebihan (overthinking). Kondisi itu memicu reaksi berlebihan terhadap setiap sinyal sensorik yang masuk dari indra mereka.

Beda hypervigilance dengan paranoid

Banyak orang yang mengira hypervigilance sama dengan paranoid. Keduanya memang terlihat serupa, tetapi sebenarnya berbeda.

Orang yang mengalami hypervigilance, atau biasa disebut hypervigilant, umumnya sadar dengan sensitivitas dan sikap waspada berlebihannya.

Meski tidak ada alasan untuk takut, mereka akan tetap sulit bersantai. Sikap waspada yang berlebihan muncul sebagai cara untuk mengantisipasi hal buruk di masa depan.

Sementara, orang yang paranoid cenderung tidak sadar kalau mengalami paranoia. Delusi dan halusinasi yang dirasakan menimbulkan keyakinan bahwa orang sekitar berniat untuk menyakiti mereka.

Tanda dan gejala hypervigilance

hypervigilance

Gejala hypervigilance dapat dilihat dari fisik dan perilaku orang yang mengalaminya. Beberapa kondisi yang menjadi tandanya, antara lain:

  • pupil mata membesar, 
  • tubuh berkeringat, 
  • napas terengah-engah, 
  • jantung berdebar
  • susah tidur nyenyak,
  • mudah panik, 
  • selalu merasa cemas,
  • sulit fokus pada percakapan karena sering memerhatikan lingkungan sekitar, 
  • mudah terkejut (seperti melompat atau berteriak) pada hal yang terjadi secara tiba-tiba, 
  • kerap menunjukkan reaksi yang berlebihan atau tidak bersahabat,
  • merasa lingkungan sekitar sangat ramai atau bising, 
  • selalu memerhatikan gerak-gerik orang sekitar secara detail, 
  • senang melebih-lebihkan kemungkinan buruk padahal tidak separah yang dibayangkan, 
  • overthinking pada hal yang sebenarnya remeh, dan
  • sangat sensitif atau peka terhadap nada suara atau ekspresi wajah orang lain.
  • Gejala yang dirasakan masing-masing orang dapat berbeda. Apabila gejala yang Anda alami mulai mengganggu aktivitas, segera periksakan diri ke psikolog atau psikiater.

    Penyebab hypervigilance

    Kebanyakan kasus hypervigilance disebabkan masalah kesehatan mental akibat trauma buruk di masa lalu. Beberapa gangguan mental yang dapat menjadi penyebabnya yaitu:

    Selain gangguan mental, beberapa kondisi lain yang berpotensi menyebabkan sikap waspada secara berlebihan antara lain:

    • claustrophobia (ketakutan berlebihan terhadap ruang sempit),
    • lingkungan yang terlalu ramai,
    • dikagetkan oleh suara keras,
    • teringat trauma masa lalu,
    • mengalami stres berat,
    • merasa dihakimi, dan
    • disakiti secara fisik.

    Komplikasi hypervigilance

    Hypervigilance adalah kondisi yang sebaiknya ditangani dengan baik. Apabila dibiarkan berlarut-larut, kondisi ini dapat mengakibatkan komplikasi berikut.

    • Mengalami masalah emosional pada diri sendiri.
    • Susah berinteraksi dengan orang lain.
    • Sulit berpikir secara jernih.
    • Perilaku obsesif. 
    • Kesulitan dalam menjalin hubungan.
    • Kelelahan secara fisik dan mental.
    • Masalah di tempat kerja.

    Untuk mengurangi risiko komplikasi, segera periksakan diri saat mengalami gejalanya. Penanganan sedini mungkin membantu mencegah kondisi Anda bertambah parah.

    Cara mengatasi hypervigilance

    waspada berlebihan

    Pada umumnya, kecenderungan hypervigilance bisa surut sendiri seiring waktu. Namun, jika kondisi ini mulai mengganggu aktivitas, penanganan harus segera dilakukan.

    Dilansir dari laman Simply Psychology, berikut cara mengatasi hypervigilance.

    1. Konsumsi obat sesuai resep dokter

    Beberapa obat dapat dikonsumsi untuk meredakan gejala yang Anda rasakan. Berikut sejumlah obat yang biasa diresepkan dokter untuk mengatasi kondisi ini.

    • Benzodiazepines: mengatasi stres, kecemasan, dan serangan panik.
    • Antipsikotik: meredakan gejala psikotik dan hyperarousal.
    • Antidepresan: mengurangi gejala depresi, kecemasan, dan nyeri.
    • Beta-blocker: menurunkan tekanan darah dan kecemasan.

    2. Menjalani terapi

    Ketika berobat ke psikolog atau psikiater, serangkaian terapi mungkin akan direkomendasikan. Berikut beberapa jenis terapi yang dapat membantu mengatasi kondisi ini.

    • Terapi perilaku kognitif: mencari tahu penyebab pikiran dan perilaku negatif, lalu mengubahnya ke arah positif.
    • Terapi pemaparan: dihadapkan dengan pemicunya sambil diajarkan cara untuk mengatasi gejala yang muncul.
    • Terapi EMDR: mengatasi trauma yang bisa menyebabkan kewaspadaan berlebihan.

    3. Menerapkan mekanisme koping

    Mekanisme koping berguna untuk meredakan gejala hypervigilance yang dirasakan. Metode ini bisa dilakukan dengan:

    Untuk mendapatkan penanganan yang tepat, Anda dapat berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Nantinya, pengobatan akan diberikan sesuai kondisi yang mendasari.

    Fakta seputar hypervigilance

    • Sikap waspada berlebihan yang disertai dengan kecenderungan perilaku siap siaga untuk mencegah bahaya.
    • Sering dikira sama dengan paranoid, padahal keduanya berbeda.
    • Sejalanya dapat memengaruhi emosi, fisik, dan perilaku orang yang mengalaminya.
    • Jika dibiarkan, bisa membuat hypervigilant sulit berpikir jernih, susah menjalin hubungan, serta kelelahan secara fisik dan mental.
    • Dapat ditangani dengan konsumsi obat sesuai resep dokter, terapi, dan mekanisme koping.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

    General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


    Ditulis oleh Bayu Galih Permana · Tanggal diperbarui 14/09/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan