backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

9 Bahaya yang Mengintai Akibat Sering Makan Gorengan

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri · General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Karinta Ariani Setiaputri · Tanggal diperbarui 29/04/2021

    9 Bahaya yang Mengintai Akibat Sering Makan Gorengan

    Gorengan mungkin makanan yang tak pernah sepi peminat. Rasa gurih dan tekstur renyahnya membuat banyak orang ketagihan makanan satu ini. Akan tetapi, perlu Anda ketahui bahwa ada risiko jika kita sering makan gorengan. Apa saja, ya?

    Bahaya terlalu sering makan gorengan bagi kesehatan

    makan gorengan penyebab sakit kepala

    Sebelum Anda makin tergiur dan malah mengonsumsi gorengan dalam jumlah banyak, coba pertimbangan dulu beragam efek buruk di balik makanan ini. Simak daftarnya di bawah ini.

    1. Kualitas minyak tidak selalu bagus

    Tidak semua gorengan selalu dimasak dengan minyak baru atau yang belum pernah dipakai sebelumnya. Tanpa disadari, Anda bahkan mungkin pernah atau sering mengonsumsi gorengan dengan minyak jelantah yang sudah dipakai berulang kali.

    Tiap jenis minyak goreng memiliki suhu maksimum yang membuatnya menghasilkan asap saat dipanaskan (smoke point). Minyak goreng yang berkali-kali melewati smoke point-nya memiliki ciri khas kentara, yakni warnanya cokelat kehitaman.

    2. Minyak yang rusak bisa membentuk radikal bebas

    Ketika telah mencapai smoke point, kualitas minyak biasanya sudah rusak sehingga gorengan tidak lagi baik untuk Anda makan. Semakin sering suatu minyak digunakan, semakin mudah pula minyak tersebut menguap dan menjadi rusak.

    Bukan hanya itu, minyak juga bisa mengalami oksidasi dan membentuk zat sisa yang disebut radikal bebas. Radikal bebas dapat merusak sel tubuh dan meningkatkan risiko sejumlah penyakit kronis seperti penyakit jantung, stroke, dan kanker.

    3. Menambah asupan lemak trans

    obesitas

    Ada dua jenis lemak trans. Pertama, lemak trans alami yang hadir dalam jumlah sedikit dalam makanan, seperti daging dan produk-produk susu. Kedua, lemak trans buatan dari lemak jenuh ketika makanan dimasak dengan suhu tinggi.

    Proses ini akan mengubah struktur kimia lemak yang mengakibatkan lebih sulit dicerna. Alhasil, timbul berbagai efek buruk akibat kandungan lemak trans, seperti meningkatnya risiko penyakit jantung, kanker, diabetes melitus tipe 2, dan obesitas.

    Meski begitu, bahaya biasanya berkaitan dengan lemak trans yang Anda dapatkan dari makan gorengan dan bukan makanan alami. Sejauh ini, belum ada bukti bahwa lemak trans alami pada makanan dapat menimbulkan efek buruk bagi kesehatan.

    4. Meningkatkan asupan lemak secara drastis

    Rasa gurih pada gorengan yang Anda makan biasanya berasal dari tepung bumbu yang digunakan. Namun, tahukah Anda kalau tepung bisa menyumbang lemak dalam jumlah banyak ke dalam gorengan?

    Tepung bersifat menyerap minyak sehingga gorengan bertepung cenderung mengandung banyak lemak. Minyak dan lemak memang bukan musuh tubuh. Akan tetapi, dalam jumlah banyak, keduanya dapat meningkatkan risiko penyakit.

    5. Meningkatkan kadar kolesterol

    Konsumsi gorengan secara berlebihan dapat meningkatkan kadar kolesterol, terutama low-density lipoprotein (LDL) yang merupakan kolesterol jahat. Selain itu, lemak jenuh juga menurunkan kolesterol baik yang disebut high-density lipoprotein (HDL).

    Meningkatnya kadar kolesterol merupakan penyebab penyakit kolesterol tinggi. Jika dibiarkan, kolesterol dapat membentuk plak pada pembuluh darah arteri sehingga meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, hingga serangan jantung.

    6. Meningkatkan risiko diabetes

    Ternyata bukan hanya konsumsi makanan manis yang dapat jadi penyebab diabetes. Menurut penelitian yang tayang di American Journal of Clinical Nutrition, makan 4 – 6 porsi gorengan bisa meningkatkan risiko diabetes hingga 39 persen.

    Penelitian lain oleh Harvard School of Public Health pun menunjukkan hasil serupa. Konsumsi gorengan seminggu sekali dapat meningkatkan risiko diabetes melitus tipe 2 dan penyakit jantung. Risiko ini meningkat seiring jumlah gorengan yang dikonsumsi.

    7. Menyebabkan kegemukan dan obesitas

    Makanan yang digoreng mengandung lebih banyak kalori dibandingkan makanan yang diolah dengan cara lain. Maka dari itu, asupan kalori yang masuk ke dalam tubuh Anda pun akan semakin banyak sehingga berat badan cenderung naik.

    Kandungan lemak trans pada gorengan juga bisa memengaruhi kerja hormon pengatur nafsu makan dan penyimpan lemak. Inilah mengapa kebanyakan orang jarang merasa kenyang setelah makan gorengan dan justru ingin makan lebih banyak.

    8. Meningkatkan risiko penyakit jantung

    jenis penyakit jantung

    Salah satu bahaya konsumsi gorengan yang paling besar yakni munculnya penyakit jantung. Tingginya kolesterol darah, hipertensi, serta penyempitan pembuluh darah menjadi faktor-faktor yang meningkatkan risikonya.

    Hal ini dibahas pada sebuah penelitian dalam jurnal Circulation: Heart Failure. Peneliti menemukan bahwa risiko gagal jantung pada wanita yang makan satu atau lebih porsi ikan goreng per minggu meningkat hingga 48 persen.

    9. Meningkatkan risiko kanker

    Proses memasak makanan dengan suhu tinggi seperti menggoreng dapat membentuk suatu zat kimia yang disebut akrilamida. Zat ini berasal dari reaksi kimia antara gula dan asam amino yang bernama asparagin.

    Kandungan akrilamida yang tinggi biasanya terdapat pada makanan yang digoreng dengan tepung. Sebuah studi dalam International Journal of Cancer menemukan bahwa zat ini dapat meningkatkan risiko kanker.

    Gorengan memang tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari. Meskipun lezat dan bikin nagih, perlu diingat bahwa hobi makan gorengan membuat Anda lebih berisiko terserang beragam penyakit kronis yang sudah disebutkan di atas.

    Mungkin sulit untuk sepenuhnya menghindari makanan yang satu ini. Akan tetapi, Anda bisa memulainya dengan langkah kecil seperti mengurangi asupan gorengan tidak lebih dari satu porsi dalam seminggu.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Tania Savitri

    General Practitioner · Integrated Therapeutic


    Ditulis oleh Karinta Ariani Setiaputri · Tanggal diperbarui 29/04/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan