Infeksi HIV (human immunodeficiency virus) diibaratkan sebagai pintu gerbang untuk masuknya infeksi lain ke dalam tubuh. Dari beragam jenis infeksi tersebut, salah satu penyakit yang paling berkaitan dengan HIV yakni tuberkulosis (TB).
TB merupakan penyakit akibat infeksi bakteri yang bisa menyerang paru-paru dan bagian tubuh lainnya. Oleh karena itu, orang yang memiliki HIV/AIDS (ODHA) dianjurkan untuk segera cek TB.
Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai TB HIV.
Apa hubungan HIV dengan TB?
HIV merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Lemahnya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi HIV membuat orang sangat mudah terkena penyakit lainnya.
Pada dasarnya, dampak dari infeksi HIV adalah kerusakan pada sistem kekebalan tubuh. Karena sistem kekebalan tubuh melemah, ODHA lebih rentan terhadap bakteri apa pun dari luar, termasuk bakteri TB.
Hampir semua pengidap HIV sebetulnya sudah memiliki bakteri TB pada tubuhnya, tetapi bakteri tidak selalu aktif. Bakteri akan aktif ketika sistem kekebalan tubuh melemah dan tidak bisa melawan infeksi.
Kaitan antara TB dan HIV ini sangat erat, dilihat dari fakta bahwa jumlah kasus TB meningkat di negara-negara dengan kasus infeksi HIV yang tinggi.
Kenapa ODHA harus segera cek TB?
Semua orang sebenarnya memiliki risiko untuk mengalami tuberkulosis, tetapi ODHA lebih rentan. Ini lantaran bakteri TB pada ODHA lebih cepat menjadi aktif dibandingkan orang yang sehat.
Bahkan, sekalipun kasus TB pada ODHA lebih cepat berubah menjadi aktif, infeksi ini akan lebih sulit didiagnosis dan diobati. Maka dari itu, ODHA harus menjalani pemeriksaan infeksi TB sedini mungkin.
Pada kasus tertentu, TB belum terdeteksi dan baru muncul saat sistem kekebalan tubuh ODHA sudah sangat lemah. Jika sudah begini, penyakit akan sangat sulit untuk diobati.
Tidak jarang, pasien dengan HIV meninggal dunia dalam beberapa hari atau minggu setelah memulai terapi TB. Dengan segera menjalani cek TB, penyakit dapat ditangani dengan lebih cepat.
Karena alasan itu juga, Permenkes No. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia menyebutkan bahwa pasien TB HIV termasuk kriteria pasien yang perlu mendapatkan perhatian khusus.
Ditegaskan bahwa tes HIV dan pemberian ARV (antiretroviral) perlu dilakukan dengan lebih cepat pada pasien TB HIV.
Tanda-tanda pasien HIV mengalami TB
Menurut US Department of Health and Human Services, berikut beberapa tanda dari TB HIV.
- Batuk berdahak atau batuk berdahak bercampur darah yang berlanjut terus dalam 3 minggu atau bahkan lebih.
- Berat badan semakin menurun.
- Demam, terutama pada sore hari.
- Berkeringat hingga basah kuyup pada malam hari, seperti basah kehujanan.
- Pembengkakan kelenjar getah bening, umumnya pada leher.
Batuk kering juga harus diwaspadai karena bakteri TB yang menyerang paru-paru juga bisa menimbulkan gejala ini.
Tes apa yang perlu dijalani ODHA untuk cek TB?
Berikut ini tiga tes umum untuk TB yang dapat dilakukan.
- Tes kulit tuberkulin (TST) yang disebut juga sebagai tes mantoux.
- Rontgen toraks pada bagian dada.
- Tes dahak atau sputum.
Ketiga tes ini dapat mendeteksi apakah seseorang mengalami infeksi TB aktif, TB laten (tidak aktif), atau tidak terinfeksi TB sama sekali alias bersih.
Arti dari masing-masing hasil tes TB
Berikut berbagai hasil tes yang mungkin Anda dapatkan.
TB negatif
Beberapa orang dengan infeksi HIV memiliki hasil tes TB negatif meskipun sebenarnya mereka terinfeksi dengan kuman tuberkulosis. Ini karena sistem kekebalan tubuh membuat reaksi tes tidak bekerja dengan baik.
Pengidap HIV dengan hasil tes tuberkulosis negatif biasanya memerlukan pemeriksaan medis lebih lanjut, terutama jika mereka mengalami gejala-gejala tuberkulosis.
TB aktif
Seperti kasus HIV, penyakit tuberkulosis juga harus diobati dengan kombinasi beberapa antibiotik sekurang-kurangnya 6 bulan tanpa terputus supaya pengobatannya berhasil.
Perlu diketahui, mengonsumsi obat HIV dan TB secara bersamaan dapat meningkatkan risiko interaksi obat-obatan dan efek samping terhadap kesehatan.
Oleh karena itu, orang yang dirawat karena infeksi TB dan HIV ini harus dipantau secara berkala oleh tenaga medis.
Terdapat lima pilihan obat tuberkulosis yang biasanya dipakai di Indonesia seperti berikut.
Pilihan obat yang digunakan tergantung pada keadaan pasien. Sebagai contoh, ada beberapa obat yang tidak bisa digunakan selama kehamilan. Anda perlu membicarakannya dengan dokter tentang obat-obatan ini.
Selain kombinasi dari obat-obatan tersebut, biasanya pasien akan diberikan pil piridoksin. Piridoksin merupakan vitamin B6 yang dipakai untuk mengurangi efek samping obat TB.
TB tidak aktif
Jika hasil tes menunjukan adanya bakteri TB laten, obat profilaksis bisa diberikan kepada pasien agar bakteri tidak menjadi aktif. Obat profilaksis biasanya diberikan oleh tenaga medis.
Namun, sebelum memberikan obat, dokter harus benar-benar memastikan bahwa bakteri TB di dalam tubuh pasien tidak aktif. Pasien tidak bisa langsung mendapatkan obat profilaksis sebelum kondisi bakteri TB-nya dicek.
Selain dengan profilaksis, cara lain untuk mencegah aktifnya bakteri TB bisa dimulai dari lingkungan.
Lingkungan yang bersih, sirkulasi udara yang baik, dan pencahayaan yang cukup dari sinar matahari sangat dibutuhkan untuk mencegah penyakit pada ODHA.
Program pengendalian TB dan HIV
Di Indonesia sendiri, terdapat suatu kegiatan kolaborasi yang memuat seluruh rangkaian kegiatan bersama dalam program pengendalian TB dan HIV.
Sesuai dengan rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), kegiatan ini bertujuan untuk mempercepat diagnosis serta pengobatan tuberkulosis pada pasien HIV, begitu pun sebaliknya.
Nah, sebagai langkah mempercepat diagnosis tuberkulosis pada ODHA, pada 2013 lalu sekitar 17 rumah sakit dan fasyankes sudah mulai mengoperasikan mesin Xpert MTB/ RIF, alat tes cepat yang berbasis PCR.
Di samping program di atas, pengobatan pencegahan dengan kotrimoksazol serta pemberian ARV tetap diberikan pada pasien TB dan HIV tanpa memandang jumlah CD4-nya.