backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Mewaspadai TB Laten, Perlukah Melakukan Pengobatan?

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri · General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 27/10/2022

    Mewaspadai TB Laten, Perlukah Melakukan Pengobatan?

    Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang menginfeksi paru-paru. Penularan tuberkulosis terjadi ketika penderitanya batuk atau bersin dan cairan yang dikeluarkan terhirup orang di sekitarnya melalui udara. Namun, tidak semua orang yang tertular akan merasakan gejala tuberkulosis. Bisa jadi, ia berada dalam kondisi TB laten sehingga tidak muncul tanda apa pun. Nah, apa perbedaan TB laten dengan kondisi TB aktif? Apakah sama-sama memerlukan pengobatan? Simak penjelasan di bawah ini.

    Apa itu TB laten?

    Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit yang mematikan yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterum tuberculosis. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), tuberkulosis masuk dalam jajaran 10 besar penyebab kematian manusia terbesar di dunia, di atas HIV/AIDS. Per tahunnya, sekitar 1,5 juta orang meninggal akibat penyakit TBC.

    TB laten adalah infeksi TBC yang asimtomatik alias tidak menunjukkan gejala. Ya, meski terinfeksi bakteri penyebab TBC, mereka tidak menunjukkan gejala berupa batuk yang umum pada penderita tuberkulosis.

    Kondisi ini juga disebut sebagai Tb non-aktif. Seseorang dengan kondisi TB laten atau non-aktif mungkin tidak mengetahui dirinya terkena TBC sebab tidak merasa sakit atau mengalami gangguan pernapasan sebagaimana penderita TB aktif.

    Kondisi TB laten dipengaruhi oleh respons imun yang tahan terhadap infeksi bakteri. Orang dengan TB non-aktif tidak bisa menularkan bakterinya ke orang lain. Kondisi ini juga tidak bisa dibaca dari pemeriksaan awal TBC dengan tes kulit.

    Penyebab infeksi TB laten

    Kondisi tuberkulosis tanpa gejala (TB laten) disebabkan bakteri tuberkulosis yang masuk ke dalam tubuh berada dalam keadaan dorman atau tidak aktif menginfeksi. Artinya, bakteri tidak memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel paru-paru yang sehat, alis “tidur”.

    Dalam buku Tuberculosis, dituliskan terdapat 3 tahap infeksi bakteri TBC, yaitu infeksi primer saat bakteri masuk ke dalam tubuh, infeksi laten, dan infeksi aktif—saat bakteri aktif berkembang biak. Infeksi laten bisa membuat bakteri tertidur selama bertahun-tahun di dalam tubuh. Kondisi inilah yang menandakan TB laten.

    Sistem kekebalan tubuh yang bekerja dengan optimal saat penularan berlangsung dan minimnya jumlah bakteri yang masuk menyebabkan infeksi bakteri TBC bisa dilawan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan apa pun.

    Makrofag, yaitu sel darah putih yang berada di lini pertama perlawanan sistem imun, berhasil membentuk dinding pelindung yang disebut granuloma. Granuloma inilah yang menghalau bakteri TBC untuk menginfeksi paru-paru.

    Namun, jika suatu waktu kondisi sistem imun melemah, bakteri yang tertidur ini bisa “terbangun” dan berubah menjadi TB aktif.

    Apakah ada tes untuk mengetahui TB laten?

    Kondisi TB laten memang tidak bisa diketahui begitu saja.  Untuk mendeteksinya, seseorang bukan hanya perlu melakukan tes kulit, yaitu uji tuberkulin (tes Mantoux).

    Hasil diagnosis yang lebih pasti baru bisa diperoleh dengan melakukan pemeriksaan yang lebih lengkap, seperti tes darah dan pemeriksaan rontgen dada.

    1. Tes kulit tuberkulosis

    Tes kulit tuberkulosis disebut juga tes kulit Mantoux tuberculin (TST). Tes kulit dilakukan dengan menyuntikkan cairan yang disebut tuberkulin ke kulit di bagian bawah lengan. Hasil tes ini sebatas menunjukkan apakah Anda terinfeksi bakteri TBC atau tidak. Infeksi aktif atau non-aktif tidak dapat diketahui.

    2. Tes darah

    Tes darah untuk TB disebut juga dengan tes pelepasan interferon-gamma (IGRA). Tes ini dilakukan setelah tes kulit menunjukkan hasil positif.  Pada prinsipnya, tes IGRA bekerja dengan cara mendeteksi salah satu sitokin yaitu interferon-gamma dalam sampel darah yang dapat menandakan adanya respons sistem imun terhadap infeksi bakteri.

    3. Sputum smear microscopy

    Pemeriksaan ini dikenal juga dengan nama tes dahak atau BTA (basil tahan asam). Tujuan pemeriksaan BTA adalah menganalisis sampel dahak di bawah mikroskop untuk mendeteksi keberadaan dan jumlah bakteri TBC. Tingkat keakuratan tes ini lebih besar dari tes kulit TBC.

    4. Rontgen paru

    Pemeriksaan rontgen bertujuan melengkapi diagnosis dari hasil tes kulit dan sputum. Hasil rontgen paru dapat menunjukkan tanda-tanda kerusakan paru yang disebabkan infeksi bakteri tuberkulosis.

    Siapa yang berisiko tinggi mengalami TB laten?

    WHO merekomendasikan beberapa kelompok orang perlu melakukan pemeriksaan TB laten, yaitu orang yang paling berisiko mengalami TBC. Berikut adalah kelompok orang dengan faktor risiko TBC paling tinggi:

    • Orang dewasa, remaja, anak-anak, dan balita yang tinggal dengan penderita HIV perlu cek TB.
    • Balita dan anak-anak berusia di bawah lima tahun yang baru saja melakukan kontak dengan pasien tuberkulosis.
    • Orang dengan kondisi sistem imun lemah (imunosupresan) dan kerap berinteraksi dengan penderita TBC.
    • Orang yang mengidap penyakit diabetes melitus dan berinteraksi dengan penderita TBC.
    • Pasien yang memulai pengobatan anti-TNF (Tumor Necrosis Factor) untuk mengatasi rematik, melakukan dialisis (cuci darah), serta yang sedang mempersiapkan transplantasi organ.
    • Tenaga kesehatan yaitu dokter dan perawat yang merawat pasien TBC resistan obat (TB-MDR)

    Selain kelompok tersebut, kelompok orang di bawah ini pun memiliki risiko TB laten yang lebih rendah, tapi disarankan melakukan pemeriksaan TBC :

    • Anak-anak di atas usia 5 tahun yang HIV-negatif.
    • Remaja dan orang dewasa yang melakukan kontak dengan pasien tuberkulosis paru dan kontak dengan pasien tuberkulosis yang resistan terhadap beberapa obat.
    • Narapidana di penjara yang terdapat wabah tuberkulosis.
    • Imigran dari negara wabah tuberkulosis.
    • Pengguna narkoba.

    Pengobatan untuk mencegah TB laten menjadi TB aktif

    WHO menyebut, 5-15% orang yang berstatus TB laten berisiko berkembang menjadi TB aktif. Penderita TB laten dengan HIV/AIDS paling berisiko tinggi mengalami TB aktif. Hal ini bisa terjadi bila sistem imun orang tersebut menurun, sehingga memberi ruang bagi bakteri untuk berkembang menjadi lebih parah.

    Oleh karena itu, meski tidak merasakan gejala tuberkulosis, seseorang dengan infeksi bakteri ini perlu melakukan perawatan ke dokter. Tidak seperti penderita TB paru aktif yang pengobatannya juga membantu mencegah penularan TBC, pengobatan TB laten dilakukan guna mencegah aktifnya infeksi bakteri tuberkulosis.

    Pusat pengendalian dan pencegahan penyakit (CDC) merekomendasikan beberapa jenis obat antituberkulosis untuk pengobatan TB laten yang bisa digunakan, yaitu  isoniazid (INH) dan rifapentine (RPT).

    Pengobatan diberikan dalam dosis harian dari kedua obat yang ditentukan berdasarkan kondisi medis setiap orang, hasil kerentanan obat terhadap sumber infeksi bakteri, dan potensi interaksi obat dengan obat lainnya.

    Untuk penderita HIV biasanya dibutuhkan waktu 9 bulan untuk bisa mencegah perkembangan TB laten menjadi aktif. Sementara penderita TB laten biasa bisa sembuh melalui pengobatan ini dalam waktu yang lebih singkat.

    panduan minum obat TBC

    Catatan

    Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Tania Savitri

    General Practitioner · Integrated Therapeutic


    Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 27/10/2022

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan