Beberapa orang beranggapan bahwa TBC merupakan jenis penyakit yang hanya menyerang paru-paru. Ya, TBC memang penyakit pada paru-paru. Namun, bakteri penyebab TBC pada paru-paru juga bisa menyebabkan TBC kulit, yang secara medis disebut dengan skrofuloderma.
Ketahui selengkapnya tentang skrofuloderma, termasuk gejala dan cara mengatasinya, di ulasan berikut ini.
Apa itu skrofuloderma?
Skrofuloderma adalah penyakit tuberkulosis pada kulit. Penyakit ini disebut juga dengan nama tuberculosis colliquativa cutis.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, bakteri yang sama yang menyebabkan tuberkulosis paru-paru.
Infeksinya mulai menyerang dari organ tubuh dalam, misalnya kelenjar getah bening atau tulang, kemudian menyerang kulit yang ada di atasnya.
Skrofuloderma bisa dicegah dengan melakukan vaksinasi BCG.
Seberapa umum kondisi ini?
Gejala skrofuloderma
Penyakit ini awalnya ditandai dengan kemunculan lesi (jaringan abnormal kulit) berupa benjolan yang keras tapi tidak terasa nyeri. Benjolan yang muncul biasanya berwarna merah kecoklatan.
Benjolan ini dapat membesar secara perlahan dan berubah menjadi luka terbuka, lalu membentuk saluran yang mengeluarkan cairan luka berwarna bening atau kekuningan.
Lesi bisa muncul hanya satu atau berkelompok. Daerah yang paling sering ditumbuhi oleh lesi adalah leher, ketiak, serta selangkangan.
Sebenarnya, lesi bisa menghilang sendiri tanpa pengobatan. Namun, penyembuhannya dapat memakan waktu hingga tahunan dan masih meninggalkan bekas luka berupa jaringan parut (keloid) yang menonjol di kulit.
Ada kemungkinan munculnya gejala lain yang belum disebutkan. Bila Anda khawatir terhadap suatu gejala tertentu yang menyertai munculnya lesi, lebih baik segera periksakan diri ke dokter.
Penyebab skrofuloderma
Seperti yang sudah disebutkan, TB kulit umumnya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Penularan bakteri bisa terjadi ketika Anda menghirup aerosol, partikel yang keluar ketika batuk, bersin, atau bernafas, dari orang yang telah terinfeksi.
Nantinya, bakteri yang masuk ke dalam tubuh akan menginfeksi organ paru-paru.
Setelah itu, bakteri akan menyebar ke dalam sistem getah bening dan aliran darah. Dari sinilah bakteri akan mulai menyerang lapisan kulit dari dalam tubuh.
Faktor risiko skrofuloderma
Perlu diketahui, tidak semua orang yang terpapar dengan bakteri ini akan langsung mengalami infeksi. Penyakit biasanya lebih mungkin terjadi bila Anda memiliki beberapa faktor risiko di bawah ini.
- Memiliki sistem imunitas yang lemah.
- Menjalani pengobatan menggunakan obat-obatan penghambat TNF-alpha, pengobatan HIV/AIDS, atau leukemia yang bersifat menekan sistem imunitas tubuh.
- Melakukan kontak dekat dengan pasien TB aktif.
- Tinggal atau mengunjungi negara dan tempat di mana TB sering terjadi.
- Bekerja di rumah sakit atau ruangan yang udaranya telah terpapar bakteri.
- Melakukan kebiasaan yang tidak sehat, seperti merokok dan minum alkohol.
Ingat, tidak memiliki faktor-faktor di atas bukan berarti Anda sepenuhnya bebas dari risiko.
Diagnosis skrofuloderma
Awalnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik terlebih dahulu dengan melihat kondisi benjolan kulit Anda.
Pada saat tersebut, dokter juga menanyakan pertanyaan seputar gejala yang dirasakan, riwayat kesehatan, gaya hidup, atau bila ada pengobatan lain yang sedang dijalani.
Berikutnya, guna menegakkan diagnosis, Anda akan dirujuk untuk menjalani tes lanjutan seperti tes histopatologis.
Tes ini melibatkan biopsi atau pengangkatan jaringan kulit yang ditumbuhi benjolan. Sampel kulit ini kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat ada atau tidaknya aktivitas bakteri.
Tes lainnya juga dapat meliputi:
- tes kulit tuberkulin (tes Mantoux atau PPD),
- menjalani tes darah,
- tes kultur dahak, tapi hasil biasanya baru didapatkan setelah satu bulan atau lebih, dan
- rontgen dada atau tes radiologi lainnya.
Pengobatan skrofuloderma
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan penyakit, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutus rantai penularan, serta mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap obat anti-tuberkulosis (OAT).
Pasien dengan TB ekstra paru akan memerlukan penanganan dengan mengonsumsi kombinasi beberapa obat-obatan yang berbeda.
Biasanya, perpaduan obat-obatan TB terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Obat ini harus dikonsumsi selama enam bulan.
Menurut Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pengobatan TB diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan.
Pada tahap intensif, pasien harus mengonsumsi obat setiap hari serta perlu mendapatkan pengawasan dari dokter untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Tahap ini memakan waktu sampai dua bulan.
Bila pengobatan dilakukan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam waktu dua minggu.
Pada tahap lanjutan, obat yang diberikan biasanya akan lebih sedikit, tetapi harus dijalani dalam jangka waktu lebih lama yaitu empat bulan. Tahap ini bertujuan untuk membunuh sisa kuman agar tidak terjadi kekambuhan.
Terkadang, ada beberapa kasus yang menganjurkan pasien untuk menjalani eksisi bedah kulit lokal. Untuk mengetahui informasi lebih lanjut mengenai pengobatannya, silakan berkonsultasi kepada dokter Anda.
Kesimpulan
- Skrofuloderma adalah jenis penyakit tuberkulosis yang terjadi pada kulit, yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Dibandingkan dengan jenis penyakit TB lainnya, seperti TBC paru-paru, TB kulit termasuk jenis yang cukup langka.
- Mulanya, infeksi menyerang organ tubuh bagian dalam, lalu menjalar ke kulit di atasnya. Infeksi pada kulit bisa ditandai dengan benjolan pada kulit, kemudian akan menjadi luka terbuka yang mengeluarkan cairan bening atau kekuningan.
- Luka pada kulit sebenarnya bisa sembuh tanpa penanganan. Namun, pengobatan perlu dilakukan untuk mengatasi infeksi bakteri TB.