Kategori
Cek Kondisi

3

Tanya Dokter
Simpan
Navigation

Sindrom Iritasi Usus Besar (IBS)

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Nanda Saputri · Tanggal diperbarui 15/03/2022

Sindrom Iritasi Usus Besar (IBS)

Definisi sindrom iritasi usus besar (IBS)

Sindrom iritasi usus besar adalah sekelompok gejala pada sistem pencernaan yang memengaruhi kerja usus besar. Penyakit ini juga dikenal dengan irritable bowel syndrome (IBS).

IBS terjadi akibat kerusakan pada cara kerja usus, tapi tidak menunjukkan adanya kerusakan jaringan.

Sindrom ini umumnya ditandai dengan serangan sakit perut yang berulang. Sakit perut mulanya diawali oleh otot-otot usus yang terus berkontraksi seperti ketika Anda ingin buang air besar.

Umumnya kontraksi seperti ini terjadi hingga beberapa kali dalam sehari. Namun, kontraksi akan lebih sering terasa sehabis mengonsumsi makanan atau minuman tertentu, misalnya sayuran atau kopi.

Tidak seperti orang dengan sistem pencernaan yang sehat, perut pengidap IBS lebih sensitif. Mereka lebih rentan mengalami sakit perut, kembung, dan gangguan pencernaan seperti diare atau kadang sembelit setelah mengonsumsinya.

Seberapa umumkah sindrom iritasi usus besar?

Sindrom iritasi usus besar (IBS) merupakan kondisi yang umum. Sekitar 10 – 15 orang per setiap 100 orang di dunia memiliki kondisi ini.

Wanita yang berusia kurang dari 45 tahun berisiko dua kali lipat lebih sering terkena IBS daripada pria.

Tanda dan gejala IBS

Gejala irritable bowel syndrome dapat bervariasi dengan waktu kambuh yang berbeda. Melansir situs Mayo Clinic, beberapa gejala sindrom iritasi usus besar (IBS) yang umum terjadi adalah sebagai berikut.

  • Nyeri perut, kram, kejang, atau rasa tidak nyaman yang baru hilang setelah buang air besar.
  • Diare berair yang bisa terjadi lebih dari sekali dalam sehari.
  • Setelah buang air besar, ada perasaan belum tuntas.
  • Sembelit alias susah buang air besar, keras, feses kering.
  • Kentut berlebihan.
  • Kembung.
  • Bentuk feses berubah-ubah; kadang keras, kadang lembek.
  • Ada lendir pada feses Anda.

Kemungkinan masih ada gejala lain yang tidak tercantum di atas. Bila Anda memiliki kekhawatiran akan suatu gejala, konsultasikan lebih lanjut kepada dokter.

Kapan harus periksa ke dokter karena sindrom iritasi usus besar?

IBS merupakan kondisi dengan banyak gejala. Anda perlu mengunjungi dokter jika jadwal buang air besar terus terganggu atau jika terdapat tanda dan gejala lain.

Ini mungkin mengindikasikan kondisi yang lebih serius, misalnya kanker usus besar (kolorektal).

Dokter mungkin dapat membantu menemukan cara meredakan gejala sekaligus mencegah gejala tidak mudah kambuh. Dokter bisa juga membantu Anda menghindari kemungkinan komplikasi dari masalah seperti diare kronis.

Penyebab dan faktor risiko

Apa penyebab sindrom iritasi usus besar (IBS)?

Penyebab irritable bowel syndrome yaitu masalah kontraksi pada usus besar. Otot usus besar normalnya berkontraksi untuk menyerap air dan melunakkan tekstur feses. Selain itu, kontraksi juga berguna untuk mendorong kotoran keluar.

Kontraksi usus besar pada orang yang memiliki sindrom iritasi usus besar bekerja secara tidak normal. Ini membuat kontraksi usus menjadi terlalu banyak dan sering, terlalu cepat, atau terlalu lambat.

Kontraksi yang terlalu sering bisa memicu diare, sedangkan kontraksi yang terlalu sedikit menyebabkan sembelit.

Selain itu, kontraksi otot yang tidak teratur mungkin menyebabkan perut kedutan, kram, mulas, atau membuat Anda ingin buang air besar.

Sampai saat ini, penyebab di balik IBS besar tidak diketahui secara pasti. Namun, dugaan terkuatnya yaitu masalah sistem saraf. Usus besar dari orang dengan IBS lebih sensitif dan bereaksi kuat terhadap sinyal dari otak.

Apa yang meningkatkan risiko sindrom iritasi usus besar (IBS)?

Irritable bowel syndrome merupakan kondisi yang dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut.

1. Masalah psikologis

IBS sebenarnya tidak disebabkan oleh stres atau gejolak emosi yang kuat. Namun, beberapa orang mengalami kondisi ini selama mereka mengalami stres.

Stres dapat memperburuk kondisi otak sehingga berdampak pada sistem pencernaan.

2. Infeksi saluran pencernaan

Orang dengan IBS mungkin memiliki perbedaan dalam motilitas (cepat gerak) usus atau bermasalah dengan hipersensitivitas visceral, peradangan, dan bakteri usus. Akibatnya, risiko terkena IBS pun meningkat.

3. Riwayat genetik

Risiko seseorang terkena irritable bowel syndrome dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Apabila ada anggota keluarga dekat yang memiliki kondisi ini, peluang Anda lebih besar untuk mengalami penyakit yang sama.

4. Jenis kelamin

Wanita dua kali lipat lebih sering terkena sindrom iritasi usus besar. Hal ini tampaknya dipicu oleh hormon yang berkaitan dengan siklus menstruasi.

5. Makanan pemicu gejala sindrom iritasi usus besar

Irritable bowel syndrome tidak disebabkan oleh makanan. Akan tetapi, makanan tertentu dapat memicu gejala diare, kembung, atau nyeri. Makanan pemicu iritasi usus biasanya adalah:

  • pemanis buatan,
  • lemak tiruan,
  • makanan bersantan,
  • kuning telur,
  • gorengan,
  • minyak,
  • kulit dan daging unggas,
  • daging merah,
  • cokelat padat,
  • alkohol,
  • minuman berkarbonasi,
  • kopi, serta
  • susu.

Diagnosis sindrom iritasi usus besar

Diagnosis IBS baru dapat dilakukan setelah dokter memastikan gangguan pencernaan Anda tidak disebabkan oleh penyakit atau infeksi lain. Diagnosisnya dikenal sebagai Rome Criteria atau Kriteria Roma.

Rome Criteria adalah prosedur kriteria yang mengharuskan Anda memiliki gejala yang muncul selama seminggu sekali dalam 3 bulan terakhir. Kriteria ini juga menetapkan bahwa gejala IBS sudah mulai terasa setidaknya 6 bulan sebelum periksa ke dokter

Selain menggunakan Kriteria Roma, dokter sering melakukan beberapa tes untuk memastikan bahwa tidak ada peradangan, infeksi, atau penyakit lain yang menjadi penyebab timbulnya gejala.

Pemeriksaan lain yang dapat membantu diagnosis irritable bowel syndrome biasanya termasuk tes darah dan pemeriksaan darah samar pada tinja.

Tes lain yang mungkin dilakukan termasuk kultur feses, barium enema, sigmoidoskopi, dan kolonoskopi.

Setelah semuanya dikesampingkan dan tidak ditemukan adanya penyakit dan infeksi lain, sindrom iritasi usus besar baru bisa didiagnosis.

Pasien biasanya didiagnosis dengan satu dari tiga jenis IBS, yakni:

  • diare-dominan (IBS-D),
  • konstipasi-dominan (IBS-C), serta
  • kebiasaan buang air besar campuran (IBS-M) seperti sembelit dan diare bergantian.

Pengobatan sindrom iritasi usus besar

IBS merupakan kondisi yang bisa dikendalikan perubahan gaya hidup. Dokter umumnya akan menyarankan kebiasaan makan makanan dalam porsi kecil, minum cukup air, berolahraga secara teratur, dan mengurangi stres.

Tidak lupa, ada juga beberapa obat yang akan diresepkan dokter sesuai dengan jenis sindrom iritasi usus besar mana yang paling dominan. Berikut obat-obatan untuk mengatasi IBS yang kerap diberikan.

1. Antidiare

Dokter Anda mungkin menyarankan mencoba obat diare seperti bismuth subsalicylate dan loperamide. Obat ini dapat membantu memperlambat diare, tapi tidak membantu mengatasi gejala IBS lainnya seperti sakit perut atau pembengkakan.

Efek samping dari perawatan ini termasuk kram perut dan kembung, bersama dengan mulut kering, pusing, dan sembelit. Jika Anda minum obat diare, gunakan dosis serendah mungkin dan jangan meminumnya dalam waktu lama.

Beberapa obat diare mungkin juga mengandung simethicone untuk menghilangkan rasa kembung akibat tumpukkan gas di dalam pencernaan dan terbilang aman.

2. Antidepresan

Jika dokter Anda merekomendasikan obat ini, belum tentu Anda mengalami depresi. Obat-obatan antidepresan diresepkan bagi pengidap irritable bowel syndrome untuk membantu mengatasi sakit perut yang kemungkinan dipicu stres.

Obat antidepresan yang sering diresepkan yakni amitriptyline atau nortriptyline. Ada sejumlah efek samping ringan yang mungkin muncul, di antaranya mulut kering, penglihatan kabur, dan sembelit.

3. Antispasmodik

Sindrom iritasi usus besar (IBS) adalah kondisi yang dapat dibantu diobati dengan antispasmodik. Obat ini bekerja dengan mengendurkan otot pencernaan. Beberapa obat yang umum diresepkan yakni dicyclomine dan hyoscyamine.

Meski demikian, beberapa penelitian tidak menemukan bukti yang jelas bahwa obat ini dapat membantu semua orang yang punya kondisi IBS. Efek samping dari obat ini termasuk penurunan keringat, sembelit, mulut kering, dan penglihatan kabur.

4. Suplemen serat

Dokter juga dapat menambahkan obat suplemen serat seperti Metamucil. Suplemen serat ini membantu mengatasi sembelit dan diare.

Obat ini bekerja dengan menambah jumlah feses, sehingga kotoran buang air besar tidak terlalu cair saat diare.

Suplemen serat juga dapat membuat feses lebih mudah keluar saat pengidap irritable bowel syndrome yang sembelit buang air besar. Umumnya, serat yang disarankan untuk sembelit adalah serat yang tidak larut dalam air.

Serat yang tidak larut bisa menambah jumlah feses Anda, membantu feses melewati lebih cepat melalui usus. Untuk itu, konsultasikan suplemen serat apa yang tepat untuk kondisi IBS Anda dengan dokter

5. Obat pencahar untuk sembelit

Obat pencahar merangsang gerak usus besar agar cepat mendorong feses ke rektum. Dengan begitu, frekuensi BAB Anda akan menjadi lebih lancar. Perlu diingat bahwa obat ini tidak bisa mengobati gejala IBS berupa sakit perut dan kembung.

Penting untuk mengetahui berapa dosis yang Anda konsumsi. Pakai obat pencahar harus dengan resep dan di bawah pengawasan ketat dokter. Terlalu sering memakainya padahal tidak perlu dapat meningkatkan risiko ketergantungan.

Pengidap IBS berusia 17 tahun ke atas juga bisa diberikan linaclotide bila perawatan lainnya tak berhasil. Obat ini berbentuk kapsul yang harus dikonsumsi sekali sehari saat perut kosong, paling tidak 30 menit sebelum makan pertama pada hari itu.

Pengobatan IBS di rumah

Berikut berbagai hal yang bisa Anda lakukan untuk mengendalikan peluang kumatnya IBS.

1. Buat catatan jurnal makanan

Pengidap IBS umumnya perlu menjauhi makanan dan minuman yang memperparah kondisinya. Maka dari itu, Anda disarankan membuat jurnal gejala guna mencari tahu makanan apa yang bisa dikonsumsi dan mana yang tidak.

Misalnya, saat Anda merasakan gejala IBS sembelit, coba ingat makanan apa yang Anda makan sebelumnya. Catat jenis dan jumlah makanan yang Anda makan selama makan setelah gejala dimulai.

2. Kelola stres

Pada beberapa kasus, sindrom iritasi usus besar dapat dipicu oleh kondisi stres. Stres bukanlah penyebab IBS, tetapi seperti halnya penyakit atau gangguan apa pun, stres dapat menyebabkan gejala IBS memburuk.

Selain pakai obat atau terapi lain yang sifatnya medis, Anda juga dapat mengurangi stres dengan cara lain. Misalnya dengan teknik relaksasi, yoga, atau meditasi untuk membantu mengurangi gejala sindrom iritasi usus besar.

3. Minum obat sesuai arahan dokter

Obat untuk irritable bowel syndrome tidak disarankan untuk diminum saat kondisinya tidak kambuh atau dengan dosis berlebih. Ini bisa membuat kondisi Anda semakin kacau dan berisiko mengalami resistensi (kebal) obat.

Oleh sebab itu, Anda tetap harus minum obat sesuai saran dokter saat gejalanya muncul. Jika Anda memiliki pertanyaan, konsultasikanlah kepada dokter untuk mendapatkan solusi terbaik bagi Anda.

Irritable bowel syndrome merupakan sekumpulan gejala gangguan pencernaan akibat masalah fungsi usus besar. Gejalanya memang amat mengganggu, tapi Anda dapat mengatasinya dengan menjalani pengobatan dan gaya hidup sehat.

Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Patricia Lukas Goentoro

General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Nanda Saputri · Tanggal diperbarui 15/03/2022

Iklan

Apakah artikel ini membantu?

Iklan
Iklan