Pertumbuhan anak tidak hanya dilihat dari berat badan, tetapi juga tinggi. Pasalnya, tinggi badan anak termasuk faktor yang menandai stunting dan menjadi penanda apakah nutrisi anak sudah tercukupi atau belum. Lalu, apa itu stunting dan apa penyebabnya?
Apa itu stunting?
Melansir dari Buletin Stunting yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, stunting adalah kondisi ketika anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek dibandingkan dengan teman-teman seusianya.
Hanya saja, perlu diingat bahwa anak pendek belum tentu stunting, sedangkan anak stunting pasti terlihat pendek.
Anak masuk ke dalam kategori stunting ketika panjang atau tinggi badannya menunjukkan angka di bawah -2 standar deviasi (SD).
Terlebih lagi, jika kondisi ini dialami anak yang masih di bawah usia 2 tahun, harus ditangani dengan segera dan tepat.
Penilaian status gizi dengan standar deviasi tersebut biasanya menggunakan grafik pertumbuhan anak (GPA) dari WHO.
Tubuh pendek pada anak akibat stunting berada di bawah standar normal. Ini bisa dikarenakan kondisi kurang gizi yang telah berlangsung dalam waktu lama.
Kondisi ini terjadi ketika asupan gizi sesuai kebutuhan harian anak kurang sehingga memengaruhi perkembangan tinggi badannya.
Apa saja tanda dan gejala stunting pada anak?
Perlu dipahami bahwa tidak semua pertumbuhan perkembangan balita yang berperawakan pendek mengalami stunting.
Melainkan, stunting ditandai keadaan tubuh yang sangat pendek dilihat dari standar baku pengukuran tinggi badan menurut usia dari WHO.
Menurut Kemenkes RI, balita bisa diketahui stunting bila sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasil pengukurannya ini berada pada kisaran di bawah normal.
Jadi tidak bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa pengukuran.
Selain tubuh yang berperawakan pendek dari anak seusianya, ada juga ciri-ciri lainnya yakni sebagai berikut.
- Pertumbuhan melambat.
- Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya.
- Pertumbuhan gigi terlambat.
- Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya.
- Usia 8—10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang di sekitarnya.
- Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.
- Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan).
- Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.
Sementara untuk tahu apakah tinggi badan anak normal atau tidak, Anda harus secara rutin memeriksakannya ke pelayanan kesehatan terdekat.
Anda bisa membawa si Kecil ke dokter spesialis anak, posyandu, atau puskesmas setiap bulannya.
Apa penyebab stunting pada anak?
Masalah kesehatan ini merupakan akibat dari berbagai faktor yang terjadi pada masa lalu, antara lain asupan gizi yang buruk, berkali-kali terserang penyakit infeksi, bayi lahir prematur, serta berat badan lahir rendah (BBLR).
Kondisi tidak tercukupinya asupan gizi anak ini biasanya tidak hanya terjadi setelah ia lahir saja, melainkan bisa dimulai sejak ia masih di dalam kandungan.
Di bawah ini dua poin utama yang menjadi faktor penyebab stunting pada anak.
1. Kurang asupan gizi pada ibu selama kehamilan
WHO atau badan kesehatan dunia menyatakan bahwa sekitar 20% kejadian stunting sudah terjadi saat bayi masih berada di dalam kandungan.
Hal ini disebabkan oleh asupan ibu selama hamil yang kurang bergizi dan berkualitas sehingga nutrisi yang diterima janin cenderung sedikit.
Akhirnya, pertumbuhan di dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah kelahiran. Oleh karena itu, penting untuk mencukupi berbagai nutrisi penting selama hamil.
2. Kebutuhan gizi anak tidak tercukupi
Kondisi ini juga bisa terjadi akibat asupan makanan balita saat masih di bawah usia 2 tahun yang tidak tercukupi.
Asupan ini bisa meliputi posisi menyusui yang kurang tepat, tidak diberikan ASI, hingga MPASI (makanan pendamping ASI) yang kurang berkualitas.
Kurangnya asupan makanan dinilai menjadi salah satu faktor utama penyebab stunting pada anak, khususnya yang mengandung protein serta mineral zinc (seng) dan zat besi ketika anak masih berusia balita.
Melansir buku Gizi Anak dan Remaja, kejadian ini umumnya sudah mulai berkembang saat anak berusia 3 bulan. Proses perkembangan tersebut perlahan mulai melambat ketika anak berusia 3 tahun.
Setelah itu, grafik penilaian tinggi badan berdasarkan umur (TB/U), terus bergerak mengikuti kurva standar tapi dengan posisi berada di bawah.
Ada sedikit perbedaan kondisi stunting yang dialami oleh kelompok usia 2—3 tahun dan anak dengan usia lebih dari 3 tahun.
Pada anak yang berusia di bawah 2—3 tahun, rendahnya pengukuran grafik tinggi badan menurut usia (TB/U) bisa menggambarkan proses stunting yang sedang berlangsung.
Sementara pada anak yang berusia lebih dari itu, kondisi tersebut menunjukkan kalau kegagalan pertumbuhan anak memang telah terjadi (stunted).
3. Faktor penyebab lainnya
Ada juga beberapa faktor lain yang menyebabkan stunting pada anak, yaitu sebagai berikut.
- Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil, dan setelah melahirkan.
- Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk layanan kehamilan dan postnatal (setelah melahirkan).
- Kurangnya akses air bersih dan sanitasi.
- Masih kurangnya akses makanan bergizi karena tergolong mahal.
Untuk mencegah stunting pada ibu hamil, sebaiknya perlu menghindari faktor di atas.
Apa dampak stunting pada anak?
Stunting adalah gagal tumbuh akibat akumulasi ketidakcukupan zat gizi yang berlangsung lama dari kehamilan sampai usia 24 bulan.
Maka itu, kondisi ini bisa memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak secara keseluruhan.
Dampak jangka pendek stunting adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pada pertumbuhan fisiknya, serta gangguan metabolisme.
Sementara itu, stunting yang tidak ditangani dengan baik sedini mungkin juga dapat menyebabkan dampak jangka panjang, yang meliputi berikut ini.
- Menurunkan kemampuan perkembangan kognitif otak anak.
- Kekebalan tubuh lemah sehingga mudah sakit.
- Risiko tinggi munculnya penyakit metabolik seperti kegemukan.
- Penyakit jantung.
- Penyakit pembuluh darah.
- Kesulitan belajar.
Bahkan, ketika sudah dewasa nanti, anak dengan tubuh pendek akan memiliki tingkat produktivitas yang rendah dan sulit bersaing di dalam dunia kerja.
Bagi anak perempuan yang mengalami stunting, ia berisiko untuk mengalami masalah kesehatan dan perkembangan pada keturunannya saat sudah dewasa.
Hal tersebut biasanya terjadi pada wanita dewasa dengan tinggi badan kurang dari 145 cm karena mengalami kondisi ini sejak kecil.
Ibu hamil yang bertubuh pendek di bawah rata-rata (maternal stunting) akan mengalami perlambatan aliran darah ke janin serta pertumbuhan rahim dan plasenta.
Bayi yang lahir dari ibu dengan tinggi badan di bawah rata-rata pun berisiko mengalami komplikasi medis yang serius, bahkan pertumbuhan yang terhambat.
Perkembangan saraf dan kemampuan intelektual bayi tersebut bisa terhambat disertai dengan tinggi badan anak tidak sesuai usia.
Selayaknya stunting yang berlangsung sejak kecil, bayi dengan kondisi tersebut juga akan terus mengalami hal yang sama sampai ia beranjak dewasa.
Bagaimana penanganan stunting pada bayi dan anak?
Meski stunting berdampak hingga dewasa, kondisi ini dapat ditangani.
Melansir Buletin Stunting milik Kemenkes RI, stunting dipengaruhi oleh pola asuh, cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan, lingkungan, serta ketahanan pangan.
Salah satu penanganan pertama yang bisa dilakukan untuk anak dengan tinggi badan di bawah normal yang didiagnosis stunting, yaitu dengan memberikannya pola asuh yang tepat.
Dalam hal ini, meliputi inisiasi menyusui dini (IMD), pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan, serta pemberian ASI bersama dengan MPASI sampai anak berusia 2 tahun.
World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) menganjurkan agar bayi usia 6—23 bulan untuk mendapatkan makanan pendamping ASI (MPASI) yang optimal.
Ketentuan pemberian makanan tersebut sebaiknya mengandung minimal 4 atau lebih dari 7 jenis makanan.
Makanan tersebut meliputi serealia atau umbi-umbian, kacang-kacangan, produk olahan susu, telur atau sumber protein lain, dan asupan kaya vitamin A atau lainnya.
Di sisi lain, perhatikan juga batas ketentuan minimum meal frequency (MMF) untuk bayi usia 6—23 bulan yang diberi dan tidak diberi ASI, dan sudah mendapat MPASI.
Untuk bayi yang diberi ASI
- Umur 6—8 bulan: 2 kali per hari atau lebih.
- Umur 9—23 bulan: 3 kali per hari atau lebih.
Sementara itu, untuk bayi yang tidak diberi ASI usia 6—23 bulan yaitu 4 kali per hari atau lebih.
Bukan itu saja, ketersediaan pangan di masing-masing keluarga turut berperan dalam mengatasi stunting.
Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan meningkatkan kualitas makanan harian yang dikonsumsi.
Bagaimana cara mencegah stunting?
Stunting pada anak merupakan satu dari beberapa program prioritas yang dicanangkan oleh pemerintah agar angka kasusnya diturunkan setiap tahun.
Ada berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016.
Cara mencegah stunting menurut Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, perlu disesuaikan dengan usia anak, mulai sejak janin di dalam kandungan hingga mencapai usia dewasa muda.
Apakah pertumbuhan anak bisa kembali normal?
Sayangnya, stunting merupakan kondisi gangguan pertumbuhan yang tidak bisa dikembalikan seperti semula.
Artinya, ketika seorang anak sudah stunting sejak masih balita, pertumbuhannya akan terus lambat hingga ia dewasa.
Saat pubertas, ia mungkin sulit mencapai pertumbuhan maksimal akibat sudah terkena stunting di waktu kecil.
Meski Anda telah memberikannya makanan kaya gizi, tetap saja pertumbuhannya tidak dapat maksimal seperti anak normal lainnya.
Namun, tetap penting bagi Anda memberikan berbagai makanan yang bergizi tinggi guna mencegah kondisi si Kecil semakin buruk dan gangguan pertumbuhan yang ia alami semakin parah.
Oleh karena itu, sebenarnya hal ini dapat dicegah dengan cara memberikan nutrisi yang maksimal saat awal-awal kehidupannya. Tepatnya selama 1.000 hari pertama kehidupan anak.
Jika Anda mengetahui bahwa si kecil mengalami kondisi ini, sebaiknya segera konsultasikan pada dokter anak Anda agar cepat teratasi.
[embed-health-tool-vaccination-tool]