Rituximab (rituksimab) adalah obat untuk mengatasi kanker darah (leukemia) dan penyakit autoimun seperti artritis reumatoid. Obat ini tergolong keras sehingga hanya bisa didapatkan dengan resep dokter.
Golongan obat: Imunosupresan
Merek obat: Mabthera, Rituxanbe, Truxima, Rituxikal, Redditux
Apa itu rituximab?
Rituximab adalah obat yang mengandung protein yang ada pada kekebalan tubuh, yaitu antibodi monoklonal. Protein ini berasal dari organisme yang hidup sehingga disebut sebagai pengobatan biologis.
Normalnya, sistem kekebalan tubuh memicu peradangan untuk melindungi tubuh dari infeksi.
Namun, dalam beberapa kondisi, kumpulan sel darah putih pada sistem imun bernama sel limfosit B memicu inflamasi yang tidak diperlukan.
Sel limfosit B justru akan menyerang jaringan yang normal. Kondisi ini kerap dijumpai pada penyakit autoimun.
Cara kerja rituksimab adalah dengan menempel pada permukaan sel limfosit B. Saat rituximab menempel sel, nantinya sel tersebut akan mati.
Secara spesifik, obat ini membantu menangani berbagai jenis penyakit, seperti:
Dosis rituximab
Berdasarkan data BPOM, sediaan rituximab di Indonesia terdiri dari larutan injeksi dengan konsentrasi 10 mg/ml dan kemasan vial berisi cairan sebanyak 10 ml atau 50 ml.
Dosis rituximab yang ditetapkan berguna untuk mengurangi risiko overdosis obat. Inilah dosis yang digunakan berdasarkan keluhan yang timbul.
Artritis reumatoid
Berikan dosis sebesar 1.000 mg dan dibagi menjadi 2 dosis setiap 2 minggu sekali.
Pengobatan berikutnya diberikan setiap 24 minggu atau sesuai dengan kondisi, tetapi kurang dari 16 minggu sekali. Rituximab diberikan melalui infus intravena.
Infus pertama diberikan 50 mg/jam dan ditingkatkan sebanyak 50 mg/jam lagi setiap 30 menit.
Dosis berikutnya dapat diberikan sebanyak 100 mg/jam dan ditingkatkan lagi sebesar 100 mg setiap 30 menit. Kecepatan maksimum 400 mg/jam.
Pemfigus vulgaris
Untuk kasus sedang hingga berat, rituximab diberikan sebesar 1.000 mg. Dosis dibagi menjadi 2 kali setiap 2 minggu sekali.
Dosis lanjutan diberikan sebesar 500 mg pada bulan pengobatan ke-12 dan ke-18. Lalu, berikan lagi rituximab 6 bulan setelah jadwal pengobatan terakhir.
Infus pertama diberikan pada 50 mg/jam dan ditingkatkan lagi hingga 50 mg setiap 30 menit. Dosis rituximab selanjutnya diberikan sebesar 100 mg/jam dan meningkat hingga 100 mg setiap 30 menit.
Dosis maksimum sebesar 400 mg/jam. Saat kambuh, dosis dapat diberikan sebesar 1.000 mg melalui infus. Dosis harus diberikan 16 minggu ke atas jadwal terakhir.
Granulomatosis with polyangiitis dan microscopic polyangiitis
Dosis untuk orang dewasa diberikan sebanyak 375 mg/m² seminggu sekali dan dibagi ke dalam 4 dosis.
Dosis pemeliharaan diberikan sebanyak 500 mg yang dibagi menjadi 2 dosis setiap 2 minggu, lalu dilanjutkan sebesar 500 mg sekali setiap 6 bulan.
Infus rituximab pertama diberikan sebanyak 50 mg/jam setiap 30 menit. Dosis berikutnya diberikan sebesar 100 mg/jam dan bisa ditingkatkan hingga 100 mg/jam setiap 30 menit. Dosis maksimal sebesar 400 mg/jam.
Sementara itu, dosis rituksimab untuk anak-anak 2 tahun ke atas sebesar 375 mg/m² seminggu sekali selama 4 minggu. Obat diberikan melalui infus.
Pengobatan pemeliharaan diberikan dalam dosis 250 mg/m² dan dibagi ke 2 dosis terpisah setiap 2 minggu.
Lanjutkan pengobatan melalui infus dengan dosis 250 mg/m² setiap 6 bulan berdasarkan kondisi anak.
Limfoma folikular yang tidak menunjukkan respons perbaikan pada terapi standar dan/atau yang kambuh
Berikan dosis sebesar 375 mg/m² sekali seminggu dan dibagi menjadi 4 atau 8 dosis melalui infus.
Sebagai alternatif, mulai 1 dosis penuh melalui infus, lalu diikuti dengan pemberian injeksi subkutan sebesar 1.400 mg seminggu sekali. Lakukan pengobatan selama 3 – 7 minggu.
Bila dikombinasikan dengan kemoterapi sebagai pengobatan induksi, dosis rituximab diberikan sebanyak 375 mg/m² pada 1 hari setiap siklus pengobatan. Obat diberikan melalui infus hingga 8 siklus.
Dosis pemeliharaan diberikan sebanyak 375 mg/m² setiap 3 bulan sekali melalui infus. Pengobatan dimulai 3 bulan setelah dosis terakhir pengobatan induksi.
Sebagai alternatif, beri setidaknya 1 dosis penuh infus rituximab pada siklus pertama pengobatan, lalu lanjutkan dengan suntik subkutan sebesar 1.400 mg hingga 8 siklus pengobatan.
Dosis pemeliharaan diberikan sebanyak 1.400 mg sekali setiap tiga bulan melalui injeksi subkutan. Dosis diberikan 3 bulan setelah induksi terakhir.
Dalam kasus pengobatan ulang setelah kambuh, dosis rituximab diberikan sebesar 1.400 mg sekali seminggu melalui suntik subkutan selama 3 minggu.
Lanjutkan pengobatan pemeliharaan mengikuti kondisi penyakit ata maksimal 2 tahun (total sebanyak 8 dosis).
Suntik subkutan dapat diberikan selama 5 menit.
CD20-positive diffuse large B cell non-Hodgkin’s lymphoma
Dosis diberikan sebesar 375 mg/m² melalui infus pada hari pertama setiap siklus pengobatan. Berikan sebanyak 8 siklus.
Berikan infus pertama dengan dosis sebesar 50 mg/jam dan dapat ditingkatkan hingga 50 mg/jam setiap 30 menit. Dosis dan kecepatan infus maksimum adalah 400 mg/jam.
Sebagai alternatif, mulai pengobatan dengan 1 dosis penuh rituximab yang dikombinasikan dengan kemoterapi.
Selanjutnya, lanjutkan dengan injeksi rituximab subkutan sebesar 1.400 mg selama kira-kira 4 menit pada hari pertama siklus pengobatan hingga siklus kedelapan.
Leukemia limfositik kronis
Berikan dosis sebesar 375 mg/m² melalui infus pada hari sebelum kemoterapi pada siklus 1 pengobatan. Lalu, berikan lagi dosis sebesar 500 mg/m² sebanyak 6 siklus pengobatan.
Alternatifnya, Anda bisa memilih pengobatan dengan 1 dosis penuh infus rituximab, diikuti dengan obat sediaan injeksi subkutan sebesar 1.600 mg selama 7 menit.
Lakukan sebanyak 6 siklus pengobatan.
Limfoma non-Hodgkin folikular lanjut
Bila pasien limfoma belum pernah mendapatkan pengobatan, berikan dosis untuk pengobatan induksi sebesar 375 mg/m³ melalui infus pada 1 siklus pengobatan selama sehari. Berikan pengobatan hingga 8 siklus.
Dosis pemeliharaan diberikan sebesar 375 mg/m² setiap 2 bulan sekali melalui infus. Pengobatan ini dimulai 2 bulan setelah dosis terakhir pengobatan induksi.
Sebagai alternatif, mulai 1 dosis penuh infus rituksimab, lalu berikan injeksi atau suntik subkutan sebesar 1.400 mg selama kira-kira 5 menit pada hari pertama siklus 2 – 8 kemoterapi.
Dosis pemeliharaan pada pemberian alternatif ini diberikan sebesar 1400 mg setiap 2 bulan sekali melalui suntikan subkutan, dimulai 2 bulan setelah induksi berakhir.
Lanjutkan dosis menyesuaikan kondisi pasien atau maksimal 2 tahun atau 12 dosis.
CD20-positive non-progressing low-grade non-Hodgkin’s lymphoma
Berikan sebesar 375 mg/m² melalui infus sekali seminggu untuk 4 dosis dengan rentang waktu 6 bulan. Dosis maksimal sebanyak 16 dosis.
Sebagai alternatif, mulai pengobatan dengan 1 dosis penuh infus rituksimab, lalu lanjutkan dengan pemberian suntik subkutan sebesar 1.400 mg selama 5 menit sekali seminggu.
Berikan hingga 3 minggu dengan rentang waktu 6 bulan. Dosis maksimum sebesar 16 dosis.
Aturan pakai rituximab
Rituximab injeksi dan infus hanya diberikan oleh dokter dan perawat yang berwenang dan berpengalaman memberikan pengobatan ini.
Sebelum diberikan obat ini, Anda akan mendapatkan pengobatan lain sebelumnya atau pemedikasi berupa kombinasi parasetamol dan antihistamin.
Jika rituximab tidak digunakan sebagai kemoterapi, dokter mungkin akan memberikan obat glukokortikoid.
Efek samping rituximab
Seperti obat pada umumnya, rituksimab bisa menimbulkan efek samping pada beberapa orang.
Sebagian besar efek samping terasa ringan hingga sedang, tetapi beberapa mungkin serius dan memerlukan perawatan. Ada beberapa reaksi yang bersifat fatal, tetapi jarang terjadi.
Sediaan infus bisa menyebabkan reaksi dalam waktu 24 jam pertama. Anda mungkin bisa merasakan demam, kedinginan, dan menggigil. Dalam kasus yang lebih jarang, reaksi infus membuat Anda merasa:
- nyeri pada bagian yang diinfus,
- lecet,
- gatal,
- mual,
- lelah,
- sakit kepala,
- sulit bernapas,
- tekanan darah tinggi,
- mengi,
- tenggorokan tidak nyaman,
- lidah atau tenggorokan bengkak,
- pilek atau hidung gatal,
- muntah,
- kulit kemerahan, serangan jantung, atau
- trombosit rendah.
Sementara itu, sediaan injeksi menyebabkan reaksi lokal atau reaksi yang hanya timbul di bagian yang disuntik, seperti:
- nyeri,
- bengkak,
- lebam,
- berdarah,
- kulit memerah,
- gatal, dan
- ruam.
Pengobatan rituximab membuat Anda riskan mengalami infeksi. Segera hubungi dokter jika Anda mengalami tanda-tanda infeksi, seperti:
- demam,
- batuk,
- radang tenggorokan,
- nyeri saat buang air kecil, dan
- tubuh lemas.
Jika infeksi sudah semakin parah, muncul kemungkinan kondisi bernama leukoensefalopati multifokal progresif. Kondisi ini ditandai oleh adanya:
- kehilangan memori,
- kesulitan berpikir,
- kesulitan berjalan, dan
- kehilangan penglihatan.
Selain itu, inilah efek samping yang umum dijumpai saat menggunakan rituksimab.
- Infeksi virus atau bakteri, bronkitis.
- Penurunan jumlah trombosit atau sel darah putih, baik disertai demam atau tidak.
- Mual.
- Kebotakan di beberapa tempat.
- Menggigil.
- Sakit kepala.
- Penurunan kadar imunoglobulin sehingga menurunkan kekebalan tubuh.
- Pneumonia.
- Sepsis.
- Herpes zoster.
- Pilek.
- Infeksi saluran bronkial.
- Infeksi jamur.
- Radang sinus.
- Hepatitis B.
- Anemia.
- Reaksi alergi.
- Kadar gula darah tinggi.
- Penurunan berat badan.
- Pembengkakan pada wajah dan tubuh.
- Kadar kalsium pada darah rendah.
- Kesemutan, sensasi terbakar, mati rasa, dan sensasi tertusuk pada kulit.
- Gelisah dan masalah tidur.
- Kulit kemerahan.
- Pusing atau cemas.
- Peradangan mata.
- Telinga sakit dan berdenging.
- Mengi.
- Napas pendek.
- Diare.
- Muntah-muntah.
- Sulit menelan.
- Sakit perut.
- Tidak nafsu makan hingga berat badan turun.
- Ruam.
- Gatal-gatal.
- Keringat berlebih.
- Otot tegang.
- Nyeri sendi.
- Nyeri punggung dan leher.
Peringatan dan perhatian saat pakai rituximab
Jangan gunakan rituximab jika Anda memiliki kondisi berikut.
- Alergi rituximab, protein lainnya yang menyerupai rituximab, dan kandungan lain di dalam rituximab.
- Kasus infeksi parah.
- Sistem kekebalan tubuh yang lemah.
- Gagal jantung parah atau penyakit jantung parah dan memiliki rematik, granulomatosis dengan polangiitis, poliangiitis mikroskopis, atau pemfigus vulgaris.
Beri tahu dokter jika Anda memiliki kondisi berikut ini.
- Pernah dan sedang memiliki infeksi hepatitis.
- Riwayat masalah jantung (angina, palpitasi, atau gagal jantung) atau masalah pernapasan.
- Rencana untuk vaksin dalam waktu dekat.
Apakah rituximab aman untuk ibu hamil dan menyusui?
Beri tahu dokter jika menduga, sedang, atau berencana hamil. Obat ini bisa terserap ke dalam plasenta dan memengaruhi janin.
Obat ini juga masuk ke ASI dalam jumlah kecil. Meski demikian, efek panjang yang memengaruhi janin belum diketahui hingga saat ini.
Oleh karena itu, Anda tidak dianjurkan menyusui hingga 12 bulan setelah pemberian pengobatan.
Interaksi tacrolimus dengan obat lain
Beberapa obat terbukti bisa memengaruhi kinerja rituximab dan sebaliknya. Beri tahu jika Anda mengonsumsi obat-obat berikut.
- Adalimumab.
- Certolizumab.
- Etanercept.
- Golimumab.
- Infliximab.
- Obat-obatan rematik lainnya.
- Obat-obatan imunosupresan, seperti azathioprine, cyclosporine, sirolimus, dan tacrolimus.
Rituximab adalah obat-obatan yang berguna untuk menekan reaksi imun agar tidak menyerang bagian tubuh yang sehat.
Selain itu, obat ini menangani salah satu jenis kanker, seperti leukemia dan kanker kelenjar getah bening.
[embed-health-tool-bmi]