Kekhawatiran itu mewujud nyata. Cobaan kembali datang pada kehamilan saya ini. Sepulang dari dokter, saya jatuh pingsan di lift rumah sakit. Saat itu usia kehamilan saya masih dalam trimester pertama. Saya kembali mengalami perdarahan akibat kehamilan ektopik untuk kedua kalinya.
Setelah kehamilan ektopik pertama, dokter menganjurkan agar saya melakukan hidrotubasi atau pengecekan saluran tuba falopi. Namun, usai masa pemulihan itu saya tak kunjung melakukan pemeriksaan hidrotubasi.
Saya merasa belum siap menerima kenyataan jika hasil tes hidrotubasi tersebut menyatakan bahwa saluran tuba falopi saya tak lagi bisa digunakan. Saya takut teramat takut. Apalagi tak lama setelah masa pemulihan pertama, saya kembali dinyatakan hamil saat itu.
Setelah kegagalan berulang ini, saya sadar bahwa kondisi saya yang tinggal memiliki satu saluran tuba falopi membuat saya seharusnya lebih berhati-hati dalam merencanakan kehamilan.
Dua kali terbaring di meja operasi untuk mengangkat calon bayi yang tak terselamatkan membuat saya bertekad untuk semakin mempersiapkan fisik dengan baik.
Setelah kehamilan ektopik kedua ini saya akhirnya mengikuti anjuran dokter untuk menjalani pemeriksaan saluran tuba falopi atau hidrotubasi.
Sebisa mungkin saya menguatkan hati untuk menerima kemungkinan terburuk, misalnya jika satu saluran tuba falopi saya yang tersisa ini bermasalah.
Jika hal tersebut terjadi, mungkin program bayi tabung akan menjadi opsi untuk dipertimbangkan.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar