Di tengah pandemi COVID-19, Anda mungkin kerap mendengar istilah herd immunity alias kekebalan kelompok untuk melawan virus. Lantas, apa itu herd immunity dan bagaimana cara kerjanya? Simak ulasannya berikut ini.
Apa itu herd immunity (kekebalan kelompok)?
Herd immunity atau kekebalan kelompok adalah kondisi saat sebagian besar orang dalam suatu kelompok memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit.
Ketika ada cukup banyak orang dalam suatu kelompok yang kebal terhadap penyakit, akan sulit bagi virus tersebut untuk menyebar karena tidak banyak orang yang dapat terinfeksi.
Sebagai contoh, saat satu orang sakit campak dikelilingi oleh orang yang sudah divaksin dan kebal terhadap campak, penyakit itu akan sulit menular ke individu lain.
Hal ini membuat penyakit lebih cepat menghilang karena virus tidak mudah menular ke kelompok yang rentan atau tidak kebal.
Herd immunity memberikan perlindungan bagi orang-orang yang rentan, seperti bayi baru lahir, orang tua, dan orang dengan gangguan sistem imun yang sulit memperoleh vaksin.
Hanya saja, kekebalan kelompok tidak membuat Anda sepenuhnya kebal dari semua penyakit menular yang dapat divaksin. Contohnya, tetanus menular dari bakteri di lingkungan, bukan dari orang ke orang.
Jadi, tidak peduli seberapa banyak orang yang telah divaksinasi atau kebal pada tetanus, ini tidak akan melindungi satu individu yang rentan untuk terinfeksi penyakit tersebut.
Bagaimana cara mencapai kekebalan kelompok?
Suatu kelompok dikatakan sudah mengembangkan herd immunity saat sekitar 70–90% orang di dalamnya kebal terhadap suatu penyakit.
Semakin menular suatu penyakit, umumnya persentase populasi yang perlu kebal terhadap penyakit ini juga harus semakin tinggi untuk menghentikan penyebarannya.
Dikutip dari Mayo Clinic, ada dua cara untuk mencapai herd immunity, yakni melalui kekebalan alami dan vaksinasi.
1. Kekebalan alami
Kekebalan kelompok dapat dicapai saat ada cukup banyak orang dalam kelompok yang terinfeksi dan telah pulih dari penyakit tersebut.
Setelah sembuh dari penyakit, tubuh akan memiliki kekebalan atau imunitas sehingga tidak akan terjangkit untuk kedua kalinya.
Akan tetapi, metode ini tidak banyak disetujui oleh para ahli karena meningkatkan risiko komplikasi dan bahkan kematian.
2. Vaksinasi
Vaksin umumnya mengandung bibit penyakit yang dilemahkan. Setelah memasuki tubuh, virus atau bakteri di dalamnya akan memancing pembentukan antibodi pelindung terhadap infeksi di masa depan.
Berbeda dengan metode kekebalan alami, vaksinasi dapat membentuk imunitas tanpa memicu penyakit atau komplikasi serius.
Herd immunity melalui vaksin telah efektif mengendalikan penyakit menular, seperti cacar, polio, difteri, dan rubela (campak Jerman).
Mengapa herd immunity tidak efektif untuk COVID-19?
Inggris, Belanda, dan Swedia pernah mengungkapkan kemungkinan penerapan herd immunity atau kekebalan kelompok untuk melawan COVID-19.
Namun, ide herd immunity dengan membiarkan sebagian besar orang terinfeksi virus ditentang oleh banyak ahli, termasuk Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Ini karena COVID-19 bisa menyebabkan komplikasi berbahaya, seperti pneumonia, kerusakan paru, kegagalan organ, hingga kematian.
Tanpa upaya pencegahan, pasien COVID-19 akan membludak di rumah sakit sehingga pasien dengan komplikasi tidak bisa mendapatkan perawatan intensif.
Mutasi virus juga menyebabkan kekebalan yang sudah terbentuk hanya bertahan sementara.
Seperti diketahui, virus SARS-CoV-2 juga mudah bermutasi seperti virus flu. Hal ini memunculkan sejumlah varian baru virus COVID-19, termasuk Delta dan Omicron.
Herd immunity untuk COVID-19 mungkin hanya membuat Anda kebal terhadap varian virus tertentu, tetapi tidak akan kebal dengan varian baru yang terus bermunculan.
Pada dasarnya, strategi herd immunity dengan mengejar kekebalan alami tidak efektif melawan virus dengan tingkat penyebaran dan mutasi yang cepat.
Jika tidak diimbangi vaksinasi dan pencegahan, seperti memakai masker, physical distancing, dan rajin cuci tangan, tentu risiko penularan dan kematian akan makin besar.
Bagaimana herd immunity COVID-19 di Indonesia?
Wacana herd immunity sempat ramai diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia. Namun, hal ini terjadi saat belum ada vaksin COVID-19.
Setelah vaksin COVID-19 tersedia, tentu konsep kekebalan kelompok dengan mengandalkan penularan virus sudah tidak relevan lagi.
Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (18/3) mengatakan konsep herd immunity COVID-19 ialah dengan mencapai target vaksin sebanyak-banyaknya dan secepat mungkin.
Vaksinasi memberikan benteng pertahanan yang mengurangi dampak berat dari infeksi virus dan menurunkan kemungkinkan diperlukannya perawatan di rumah sakit.
Berdasarkan data pada laman vaksin.kemkes.go.id hingga Jumat (8/4), vaksinasi dosis satu sudah menjangkau 94,76% dari sasaran vaksinasi nasional.
Sementara itu, vaksinasi dosis dua sudah menjangkau 77,22% sasaran vaksinasi nasional.
Itu artinya, Indonesia sudah memenuhi target herd immunity dengan lebih dari 70% sasaran vaksinasi memperoleh vaksin primer dosis lengkap.
Selain vaksin primer, baru terdapat 12,52% penduduk yang baru mendapatkan vaksin booster COVID-19 atau dosis ketiga.
Vaksinasi booster penting untuk meningkatkan kembali antibodi tubuh yang mulai menurun dalam menghadapi COVID-19.
Setelah mendapatkan vaksin primer dan booster, Anda tetap dianjurkan melakukan protokol kesehatan, termasuk memakai masker dan menjaga jarak aman.
Rajin mencuci tangan dan memakai hand sanitizer juga membantu memutus rantai penularan COVID-19 selama beraktivitas.
Segera lakukan isolasi mandiri apabila merasakan gejala demam, batuk, hingga sesak napas.
Untuk mengetahui kemungkinan terpapar virus corona, Anda bisa mencoba alat deteksi dini gejala COVID-19 pada tautan yang ada.
[embed-health-tool-bmi]