Sering kali menstruasi terasa sangat meresahkan karena banyak perempuan yang harus menghadapi PMS (sindrom premenstrual). Gejalanya antara lain kram perut, perubahan mood, atau sakit kepala tak tertahankan menjelang periode menstruasinya. Nah, banyak yang mengaku bahwa gejala PMS justru terasa lebih parah semakin bertambahnya usia. Padahal, waktu masih remaja dulu PMS tidak begitu terasa, atau bahkan tidak dialami sama sekali. Kok bisa begitu, ya?
Mengenal PMS (sindrom premenstrual)
PMS adalah istilah yang berkaitan dengan gejala fisik dan emosional yang dialami oleh banyak perempuan, baik dewasa maupun remaja, menjelang masa menstruasi mereka setiap bulannya. PMS biasanya dialami paling buruk 1-2 minggu sebelum periode menstruasi, dan biasanya menghilang dengan sendirinya setelah menstruasi dimulai.
Apabila Anda memiliki PMS, Anda akan menjadi lebih cepat marah dan tersinggung; pusing atau pingsan; suasana hati yang cepat berubah; sakit kepala; nyeri pada payudara; pembengkakan payudara; kehilangan ketertarikan seksual; sembelit atau diare; pembengkakan pada pergelangan kaki, tangan, dan wajah; serta muncul jerawat.
Sedangkan gejala-gejala yang merupakan perubahan perilaku di antaranya depresi, stres, kecemasan, gampang menangis, dan sulit untuk konsentrasi. Gejala fisik lainnya juga termasuk pembengkakan di sekitar abdomen dan kelelahan. Gejala PMS terkadang ringan dan tidak terdeteksi, tapi terkadang ada juga yang berat dan sangat jelas terlihat.
Penyebab pasti dari PMS belum bisa diketahui, tapi perubahan kadar hormon dalam tubuh berperan dalam terjadinya PMS. Sebelum menstruasi, jumlah hormon seks wanita yaitu estrogen dan progesteron akan meningkat. Beberapa zat di dalam tubuh seperti prostaglandin mungkin juga menyebabkan PMS. Sesaat sebelum periode menstruasi dimulai, kadar kedua hormon tersebut mulai mengalami penurunan secara drastis. Perubahan hormon inilah yang menjadi akar terjadinya PMS.
Benarkah gejala PMS saat dewasa terasa lebih parah?
Meskipun gejala PMS bisa terjadi di usia berapa pun, kondisi ini bisa tambah parah saat Anda mencapai usia akhir 30-an atau 40-an. Saat mendekati menopause dan sedang dalam masa transisi menuju menopause (perimenopause), gejala PMS juga bisa semakin parah. Hal ini terutama terjadi pada wanita yang mood-nya sangat sensitif terhadap perubahan kadar hormon selama siklus menstruasi.
Pada saat-saat menjelang menopause, kadar hormon Anda juga naik-turun secara tidak terduga dan tubuh Anda perlahan-lahan berpindah ke masa menopause. PMS akan berhenti setelah Anda tidak lagi mendapatkan menstruasi atau saat menopause.
Menggunakan kontrasepsi bisa saja meredakan gejala PMS
Wanita yang mengonsumsi pil KB mungkin merasa saat muda dulu tidak merasakan gejala PMS sama sekali atau banyak juga yang mengabaikannya. Sehingga saat mereka sudah tidak lagi mengonsumsi pil KB, gejala PMS ini baru muncul dan mungkin terasa lebih buruk. Adakah hubungannya dengan pil KB?
Pil KB berfungsi untuk mencegah kehamilan dengan cara mengubah siklus menstruasi. Kandungan yang ada dalam pil tersebut berupa hormon-hormon yang dapat menghentikan ovulasi. Proses ovulasi inilah yang menyebabkan banyak wanita mengalami rasa nyeri dan tidak nyaman saat sedang menstruasi yang merupakan gejala PMS.
Ketika Anda berhenti mengonsumsi pil KB, maka siklus di tubuh Anda pun akan kembali normal. Pil KB membantu tubuh untuk mengatasi perubahan hormonal yang menyebabkan Anda jadi merasa tertekan, cemas, dan mudah tersinggung ketika menjelang menstruasi.
Oleh karena itu, setelah Anda tidak mengonsumsi pil KB lagi, gejala PMS pun muncul kembali. Sebenarnya mungkin gejala ini sudah ada sebelumnya, tapi bisa reda atau terselubung karena Anda mengonsumsi pil KB. Pil KB bekerja dengan jangka waktu yang berbeda, dosis yang digunakan pun berbeda-beda tergantung produk yang digunakan.
[embed-health-tool-ovulation]