backup og meta

Efek Samping Obat TBC yang Mungkin Dapat Terjadi

Efek sampingYang perlu dilakukanYang perlu diketahui

Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menjadi penyumbang terbanyak kasus TBC (tuberkulosis), terutama TB paru, dan kematian yang disebabkan olehnya. Agar TBC bisa sembuh total, Anda harus rutin minum obat anti-TBC (OAT) yang biasanya diresepkan untuk beberapa bulan. Lantas, adakah efek samping obat TBC yang mungkin terjadi? Simak penjelasannya di bawah ini.

Apa saja efek samping obat TBC yang mungkin muncul?

Masa penyembuhan TBC berbeda-beda untuk setiap pasien, bergantung pada kondisi kesehatan pasien serta tingkat keparahan gejala TBC yang dialami.

Namun, melansir dari Mount Sinai, untuk memastikan kesembuhan total, pasien harus menjalani pengobatan TBC selama 6—9 bulan.

Aturan minum obat TBC akan disesuaikan dengan kondisi kesehatan serta tingkat keparahan penyakit.

Efek samping dari obat-obatan TBC bisa beragam antara satu pasien dengan pasien lainnya. Beberapa efek samping OAT mungkin tergolong ringan dan dapat hilang dengan sendirinya.

Namun, tidak jarang pula penderita merasakan efek samping yang cukup berat. Berikut penjelasan seputar efek samping obat TBC atau OAT yang umum terjadi.

1. Hepatitis imbas obat atau drug induced hepatitis (DIC)

Hepatitis imbas obat (DIC) dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik, alias obat yang menyebabkan kerusakan pada fungsi hati.

DIC (hepatitis imbas obat) termasuk bentuk efek samping yang paling umum dialami akibat obat TBC, seperti isoniazid dan rifampicin.

Dari 7% efek samping OAT yang sering dilaporkan, 2% di antaranya adalah kasus sakit kuning karena peradangan. Sementara itu, 30% lainnya merupakan hepar fulminan atau kegagalan fungsi hati.

Keduanya termasuk ke dalam hepatitis imbas obat. Efek samping seperti DIC sering ditemukan pada 2 bulan pertama pengobatan TBC.

Gejala yang sering ditunjukkan dari penyakit ini adalah adalah mual, muntah, nyeri perut, dan perubahan warna kulit dan putih mata menjadi kuning (ikterus).

Ikterus terjadi karena adanya gangguan metabolisme bilirubin di hati. DIC sulit dibedakan dengan hepatitis yang disebabkan infeksi virus.

Itu sebabnya, diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis penyakit ini.

Berbeda dengan hepatitis biasa, efek samping DIC akan membaik dengan sendirinya apabila penggunaan obat tuberkulosis dihentikan.

Orang yang mengonsumsi obat TBC lebih berisiko mengalami efek samping berupa hepatitis apabila memiliki kondisi berikut. 

  • Memiliki faktor risiko genetik.
  • Berusia lanjut lebih dari 60 tahun.
  • Mengalami malnutrisi.
  • Mengalami ko-infeksi (infeksi lain) HIV atau mengidap HIV/AIDS.
  • Memiliki riwayat penyakit liver sebelumnya, seperti hepatitis.
  • Mengonsumsi alkohol.

2. Efek samping isoniazid

Penggunaan obat TBC isoniazid bisa menyebabkan efek samping yang bersifat ringan seperti sakit kepala, percepatan detak jantung, dan mulut kering.

Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, nyeri di ulu hati, ataupun konnstipasi (sembelit) paling sering dialami pasien selama masa pengobatan TBC.

Selain itu, terdapat pula efek-efek samping dari obat isoniazid yang lebih berat, seperti berikut ini.

  • Hipersensitivitas: demam, menggigil, peradangan kelenjar getah bening, peradangan pembuluh darah.
  • Hepatotoksik atau peradangan hati: sakit kuning, risiko hepatitis parah.
  • Penurunan metabolisme: kekurangan vitamin B6, hiperglikemia, protein dalam urine (proteinurea).
  • Masalah pada darah: anemia aplastik, kadar trombosit menurun.

3. Efek samping rifampicin

Efek samping dari obat TBC rifampicin yang paling umum serupa dengan gejala-gejala flu. Selain itu, efek samping berupa hepatotoksisitas berpotensi terjadi akibat konsumsi OAT ini.

Anda mungkin juga akan mengalami efek samping berupa perubahan warna cairan tubuh akibat obat rifampicin.

Keringat, air mata, atau urine Anda kemungkinan akan berubah warna menjadi merah (bukan darah). Efek samping ini terjadi akibat zat pewarna yang terdapat di obat TBC ini.

Ruam dan gatal adalah kondisi yang umum terjadi dan biasanya akan menghilang dengan sendirinya. Akan tetapi, segera hubungi dokter jika ruam dan gatal disertai dengan pengelupasan pada kulit.

Segera beri tahu dokter jika Anda mengalami efek samping obat TBC, seperti berikut.

  • Nyeri sendi yang disertai bengkak.
  • Mata menjadi berwarna kuning.
  • Perubahan jumlah urine.
  • Rasa haus yang terus meningkat.
  • Urine berdarah.
  • Perubahan penglihatan.
  • Detak jantung yang begitu cepat.
  • Mudah memar atau berdarah.
  • Mengalami demam dan sakit tenggorokan terus-menerus (tanda infeksi baru).
  • Perubahan suasana hati seperti kebingungan dan mengalami halusinasi atau delusi yang dilihat atau didengar (psikosis).
  • Kejang.

Yang perlu diperhatikan, kedua obat ini juga memiliki kontraindikasi dengan pil KB, obat diabetes, dan obat darah tinggi.

Bagaimana jika mengalami efek samping dari obat TBC?

obat diabetes di apotek resep dokter

Jika Anda mulai merasakan efek samping OAT seperti yang telah disebutkan di atas, ada baiknya konsultasikan kepada dokter.

Biasanya, dokter akan mengubah dosis atau mengganti obat antituberkulosis (OAT) yang paling sesuai dengan kondisi Anda.

Dokter biasanya akan menghentikan obat sementara jika ditemukan tanda dan gejala klinis seperti hepatitis imbas obat.

Namun terkadang, penyakit ini bisa terjadi tanpa menunjukkan gejala, dalam hal ini dokter menggunakan patokan hasil pemeriksaan laboratorium.

Jangan langsung menghentikan pengobatan tanpa berkonsultasi kepada dokter. Melakukan hal itu justru membuat Anda berisiko mengalami TB resistan obat (TB-MDR).

Kondisi tersebut membuat bakteri kebal terhadap obat TBC sehingga gejala yang muncul makin parah. TB MDR juga lebih sulit untuk diobati.

Hal penting yang perlu diketahui sebelum memulai pengobatan

Untuk menghindari efek samping lebih lanjut dari obat antituberkulosis (OAT), ada baiknya Anda menjalani tes fungsi hati dan ginjal terlebih dahulu sebelum memulai pengobatan.

Menurut situs TB Alert, hal ini penting karena ada kemungkinan terdapat obat-obatan TBC yang tidak dapat berinteraksi dengan obat penyakit ginjal dan hati.

Oleh karena itu, dokter dapat meresepkan kombinasi obat-obatan lainnya dan mencegah terjadinya efek samping.

Selain itu, penderita HIV yang terjangkit bakteri M. tuberculosis lebih rentan mengalami efek obat TB paru yang jauh lebih serius.

Maka dari itu, penderita HIV yang mengonsumsi obat-obatan antiretroviral bersamaan dengan obat tuberkulosis harus dipantau secara lebih lanjut oleh dokter untuk mencegah efek samping yang fatal.

Mereka juga mungkin membutuhkan penyesuaian dosis, tergantung dengan kondisi tubuh mereka.

Kesimpulan

  • Obat antituberkulosis (OAT) seperti isoniazid dan rifampisin dapat menyebabkan efek samping ringan hingga serius. Efek samping ini bervariasi tergantung pada jenis obat yang digunakan.
  • Efek samping obat TBC ringan meliputi sakit kepala, mual, muntah, dan mulut kering. Namun, beberapa pasien mungkin mengalami efek samping yang lebih berat, seperti kerusakan hati (hepatotoksisitas) yang ditandai dengan mata dan kulit menguning, perubahan warna urine, serta gangguan penglihatan.
  • Penting bagi pasien untuk segera berkonsultasi kepada dokter jika mengalami gejala yang mencurigakan selama pengobatan agar dapat dilakukan penyesuaian dosis atau penggantian obat guna mencegah komplikasi lebih lanjut.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Taking medicines to treat tuberculosis. (n.d.). Retrieved 23 May 2025, from https://www.mountsinai.org/health-library/selfcare-instructions/taking-medicines-to-treat-tuberculosis

Amrin, Zulkifli. Bahar, Asril. (2009). Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 

Pedoman Nasional Pelayan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.pdf. (n.d.). Retrieved 23 May 2025, from https://drive.google.com/file/d/1UUxcid3BVEfsJPJMGstyZsxsHKbRm0nW/view?pli=1

Saukkonen, J. J., Cohn, D. L., Jasmer, R. M., Schenker, S., Jereb, J. A., Nolan, C. M., Peloquin, C. A., Gordin, F. M., Nunes, D., Strader, D. B., Bernardo, J., Venkataramanan, R., Sterling, T. R., & ATS (American Thoracic Society) Hepatotoxicity of Antituberculosis Therapy Subcommittee (2006). An official ATS statement: hepatotoxicity of antituberculosis therapy. American journal of respiratory and critical care medicine174(8), 935–952. https://doi.org/10.1164/rccm.200510-1666ST

An Official ATS Statement: Hepatotoxicity of Antituberculosis Therapy. (N.d.). Retrieved 23 May 2025, from https://www.thoracic.org/statements/resources/mtpi/hepatotoxicity-of-antituberculosis-therapy.pdf

Tostmann, A., Boeree, M. J., Aarnoutse, R. E., de Lange, W. C., van der Ven, A. J., & Dekhuijzen, R. (2008). Antituberculosis drug-induced hepatotoxicity: concise up-to-date review. Journal of gastroenterology and hepatology23(2), 192–202. https://doi.org/10.1111/j.1440-1746.2007.05207.x

Tuberculosis. (n.d.). Retrieved 23 May 2025, from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/tuberculosis/symptoms-causes/syc-20351250

Side effects. (2014). Retrieved 23 May 2025, from https://www.tbalert.org/about-tb/global-tb-challenges/side-effects/

Versi Terbaru

02/06/2025

Ditulis oleh Fidhia Kemala

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

Diperbarui oleh: Ihda Fadila


Artikel Terkait

Daftar Makanan yang Dianjurkan Beserta Pantangannya untuk Penderita TBC

Cara Mengurangi Batuk Membandel pada Pasien TBC


Ditinjau oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF) · Ditulis oleh Fidhia Kemala · Diperbarui 02/06/2025

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan