Penyakit tuberkulosis (TBC) tidak hanya sulit diobati, tapi juga berisiko muncul kembali sewaktu-waktu. Pasien TBC yang telah pulih bahkan tidak sepenuhnya terbebas dari risiko kambuh. Padahal, begitu seseorang terinfeksi kembali, pengobatan akan menjadi lebih sulit dari sebelumnya. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk mengenali ciri-ciri penyakit TBC yang kambuh, penyebab, dan cara mencegah kembalinya penyakit ini.
Ciri-ciri penyakit TBC kambuh
Penyakit TBC dikatakan kambuh ketika pasien kembali merasa sakit atau mengalami gejala atau ciri-ciri TBC aktif setelah dinyatakan sembuh dan tubuh telah bersih dari infeksi bakteri TBC.
Gejala TBC yang dialami saat penyakit ini kambuh di antaranya, umumnya serupa dengan gejala saat pertama terinfeksi TB, yaitu:
- Batuk kronis selama beberapa minggu
- Batuk disertai darah
- Sesak napas dan nyeri dada
- Keringat di malam hari
- Demam
Secara klinis, ciri-ciri TBC yang kambuh ditandai dengan munculnya bakteri penyebab tuberkulosis pada hasil tes dahak (BTA) dan adanya tanda infeksi bakteri pada pemeriksaan rontgen paru.
Hasil BTA yang kembali positif dan ditemukan pula sejumlah nodul atau lesi pada rontgen dada yang menandakan adanya kerusakan di paru-paru akibat infeksi bakteri tuberkulosis.
Tidak ada yang bisa memastikan kapan penyakit TBC bisa kambuh. Pasien bisa mengalami gejala yang menjadi ciri-ciri TBC kambuh dalam waktu beberapa bulan hingga bertahun-tahun setelah sembuh.
Namun satu hal yang pasti, kemungkinan TBC kambuh akan sangat kecil apabila pasien berhasil menjalani pengobatan TBC dengan baik.
Penyebab kambuhnya penyakit TBC
Berdasarkan salah satu studi dalam jurnal PLos One, kambuhnya penyakit TBC lebih berisiko terjadi pada pasien yang baru sembuh selama beberapa bulan. Studi itu menyebutkan bahwa meningkatnya risiko TBC kambuh disebabkan oleh reinfeksi (infeksi ulang) bakteri tuberkulosis.
Meskipun demikian, penyakit TBC yang kambuh sebenarnya juga bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti:
1. Kegagalan pengobatan TBC
Bakteri penyebab tuberkulosis bisa kebal atau resistan terhadap antibiotik TBC akibat pengobatan yang tidak memadai atau kurangnya kedisiplinan pasien meminum seluruh obat sesuai anjuran.
Hal seperti ini sering terjadi ketika kondisi pasien membaik setelah menjalani pengobatan di beberapa minggu pertama. Pada fase ini, banyak pasien yang berpikir dirinya telah sembuh sehingga menghentikan pengobatan.
Ketika daya tahan tubuh menurun, gejala TBC kembali muncul. Pada tahap ini, sebenarnya TBC tidak bisa dibilang kambuh karena yang terjadi sebenarnya adalah infeksi bakteri TBC belum hilang atau berhenti sepenuhnya, karena pengobatan belum tuntas atau gagal.
Efek resistan antibiotik seperti ini bisa menyebabkan pasien memasuki kondisi TB MDR dan perlu mengonsumsi obat-obatan TBC lini kedua dengan durasi pengobatan yang lebih lama.
2. Ketahanan bakteri terhadap antibiotik
Pada sel-sel normal, pembelahan sel akan menghasilkan dua buah sel dengan sifat yang sama. Dua sel membelah menjadi empat sel yang sama, empat membelah menjadi delapan, dan seterusnya.
Namun, hal ini tidak berlaku bagi Mycobacterium tuberculosis, bakteri penyebab TBC. M. tuberculosis membelah secara asimetris. Artinya, populasi bakteri baru yang dihasilkan tumbuh dalam kecepatan yang berbeda, memiliki ukuran yang berbeda, dan memiliki ketahanan yang berbeda pula terhadap antibiotik.
Pengobatan TBC memang dapat membunuh sebagian besar bakteri tersebut, tapi ada kemungkinan bakteri akan bertahan di dalam tubuh karena sifat pembelahannya. Tanpa upaya pencegahan, bakteri yang bertahan bisa menjadi kebal dan menyebabkan TBC kambuh.
3. Re-infeksi bakteri TBC dengan strain berbeda
Tidak semua kasus kambuhnya TBC disebabkan oleh bakteri yang kebal. Kambuhnya TBC bisa terjadi karena pasien terinfeksi bakteri M. tuberculosis dari strain yang berbeda. Artinya, bakteri TBC yang baru memiliki susunan gen yang berbeda dari bakteri yang sebelumnya menginfeksi.
Dalam kondisi re-infeksi bakteri seperti ini, antibiotik yang sebelumnya digunakan tidak dapat membunuh strain bakteri yang baru. Akibatnya, pasien yang sudah pulih justru kembali kambuh dan mengalami ciri-ciri atau gejala TBC aktif.
Penderita HIV yang sembuh dari TBC tapi terinfeksi kembali juga memiliki risiko kambuh yang lebih besar dibandingkan mereka yang tidak terinfeksi HIV.
Cara mencegah TBC kambuh
Penyakit TBC tidak selalu bisa dicegah, baik yang muncul pertama kali maupun yang kambuh. Meski demikian, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi risikonya.
Langkah terpenting yang harus dilakukan pasien adalah menjalani pengobatan dengan lengkap. Pengobatan TBC bisa berlangsung selama 6-12 bulan, atau bahkan lebih jika bakteri yang menginfeksi telah kebal terhadap beragam antibiotik.
Pasien harus taat dan disiplin meminum beragam jenis obat yang diberikan. Obat TBC harus diminum sesuai aturan yang dianjurkan dokter. Jika tidak, bakteri TBC bisa bermutasi dan menjadi kebal. Kalau sudah begitu, pengobatan TBC harus diulang.
Selain menuntaskan pengobatan, upaya lain yang dapat Anda lakukan untuk mencegah TBC kambuh antara lain:
- Memasang ventilasi udara yang memadai yang memperlancar sirkulasi udara di dalam rumah. Pasalnya, bakteri TBC lebih mudah menyebar di dalam ruangan yang tertutup.
- Membatasi kontak dengan pasien TBC untuk menghindari penularan TBC sehingga tidak terinfeksi kembali. Bila harus berinteraksi, usahakan untuk membatasi waktunya.
- Menggunakan masker ketika berada di sekitar orang banyak.
- Tidak mengunjungi pasien TBC selama Anda menjalani pengobatan maupun ketika pengobatan baru selesai.
- Rutin mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun.
Mengobati TBC yang kambuh jauh lebih sulit dibandingkan mengatasi penyakit ini saat pertama kali terinfeksi. Hal ini disebabkan karena bakteri penyebab TBC sangat mudah menjadi kebal terhadap beragam antibiotik yang diberikan.
Oleh sebab itu, pasien TBC harus menjalani pengobatan dengan baik untuk mencegah penyakit kambuh kembali. Pasien juga perlu melakukan berbagai upaya yang dapat menurunkan risiko penyakit TBC yang kambuh.