Sudah disinggung sedikit di atas kalau pada fase ini anak mempunyai ikatan tersendiri dengan teman sebaya atau bahkan teman terdekatnya.
Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan terutama ketika ia mempunyai kesukaan yang sama.
Tidak hanya itu saja, bukan hal aneh apabila remaja lebih nyaman membicarakan masalah pada teman terdekatnya terlebih dahulu.
Hal ini pun berlanjut sampai di perkembangan anak usia 17 tahun karena ia tetap menjaga hubungan baik dengan sahabat.
Mungkin, hubungan orangtua dengan anak akan bergeser karena ini.
Namun, ada baiknya Anda tetap menjaga komunikasi agar hubungan tetap terjaga sehingga anak akan tetap mencari orangtua ketika sangat dibutuhkan.
Perkembangan psikologi remaja usia 18 tahun
Pada usia ini, perkembangan remaja sudah mencapai fase terakhir, yaitu late. Biasanya, sifat impulsif yang mereka punya menjadi lebih terkendali dibandingkan dengan usia sebelumnya.
Maka dari itu, bisa dikatakan bahwa perkembangan psikologi atau emosi remaja di usia ini sudah lebih memikirkan risiko yang akan terjadi nantinya.
Berikut beberapa perkembangan psikologi remaja usia 18 tahun, di antaranya:
- Semakin membuka diri untuk memperluas pertemanan.
- Sudah memikirkan masa depan dan tujuan hidup.
- Mandiri dan membuat keputusan untuk diri sendiri.
- Mulai tertarik dan serius dalam hubungan lawan jenis.
Perkembangan emosional
Sebagai orangtua, Anda perlu memahami apabila setiap anak mempunyai tahapan perkembangannya masing-masing.
Begitu juga dengan perkembangan psikologi atau emosi remaja di usia 18 tahun ini.
Ada kemungkinan ia mulai sadar dan mengerti apa yang diinginkan. Apalagi, emosinya sudah berangsur-angsur menjadi lebih stabil. Maka dari itu ia semakin yakin untuk mempertahankan kemandirian sekaligus mencoba dunia baru yang sudah lama diinginkan.
Perkembangan sosial
Kalau di tahapan usia sebelumnya para remaja lebih suka menghabiskan waktu bersama teman terdekat juga pacar, kini secara tidak sadar sudah mulai nyaman dengan orangtua.
Hal ini karena keterbukaan untuk menerima pendapat serta berkompromi dengan orang disekitar.
Tidak hanya itu saja, Anda juga sudah seharusnya mempersiapkan diri karena ada kemungkinan remaja mempunyai hubungan yang lebih serius dengan pacar.
Maka dari itu, penting untuk membangun komunikasi serta memberikan pendidikan seksual sejak dini.
Penyebab remaja mulai memberontak
Pertengkaran orangtua dengan anak bisa berujung pada keinginan kabur dari rumah karena ia sedang berada dalam fase pemberontakan.
Ini juga hal yang bisa terjadi pada perkembangan psikologi atau emosi remaja di usia 18 tahun atau bahkan lebih muda.
Ada kalanya ia percaya sudah tak ada lagi pemecahan masalah yang bisa dicapai selain memberontak atau melakukan kenakalan remaja.
Beberapa penyebab yang membuat perkembangan emosi remaja jadi memberontak, seperti:
1. Merasa tidak aman di rumah
Anak bisa saja merasa bahwa situasi di rumah benar-benar menakutkan sehingga mengakibatkan perkembangan psikologisnya terganggu.
Hal ini bisa terjadi jika ia menjadi korban kekerasan anak, baik itu kekerasan verbal, fisik, psikologis, atau seksual.
2. Masalah di sekolah atau lingkungan pergaulan
Bila terjadi bullying pada remaja di sekolah tapi tidak ada sosok yang bisa membantunya, anak mungkin memilih untuk kabur.
Dengan begitu, anak bisa membolos tanpa harus dipaksa ke sekolah oleh orangtua.
Hal lain yang mengakibatkan psikologis remaja terganggu adalah ketika terlibat masalah tertentu tapi ia tidak berani menganggung akibat atau hukumannya.
Maka, ia pun memilih untuk memberontak seperti lari dari rumah daripada harus menerima konsekuensi.
3. Merasa tidak dihargai
Salah satu kasus pemberontakan yang bisa mengganggu psikologi atau emosi remaja adalah anak merasa cemburu dengan kakak atau adiknya.
Ia merasa kurang dihargai dan berpikiran bahwa orangtua lebih menyayangi kakak atau adiknya.
Selain itu, anak bisa merasa tidak dihargai karena orangtua memberikan hukuman yang sangat berat atas kesalahannya.
Dalam kasus lainnya, anak yang merasa tidak mendapat cukup perhatian dari orangtua juga mungkin “menguji” kasih sayang orangtua dengan cara memberontak.
4. Tidak bijak menggunakan media sosial
Media sosial adalah tempat bagi sebagian besar remaja untuk mengekspresikan diri mereka, lewat kata-kata maupun foto.
Di antara semua jenis media sosial, instagram cukup mendapat banyak perhatian bagi anak remaja.
Melalui instagram, ia bisa mengunggah hasil jepretan foto terbaiknya dan mendapat feedback, berupa like atau komentar.
Namun, tidak semua mendapatkan efek positif sehingga memengaruhi perkembangan psikologi atau emosi remaja.
Ada juga yang sampai terobsesi dengan hasil selfie sehingga berdampak buruk bagi kesehatan mental remaja.
Tips menghadapi kondisi emosi remaja yang tidak menentu
Kesabaran setiap orang memang ada batasnya. Namun, sebagai orangtua Anda merupakan peran penting dalam kehidupan anak termasuk pada perkembangan psikologi atau emosi remaja.
Maka dari itu, tidak ada salahnya untuk melakukan hal-hal di bawah ini untuk membangun hubungan emosional orangtua dengan anak, seperti:
1. Menjaga komunikasi dengan anak
Walaupun tidak semua, tetapi ada sebagian remaja yang cenderung acuh tak acuh terhadap orangtua.
Kadang anak merasa sudah cukup besar sehingga memperlihatkan sikap seperti tidak membutuhkan peran Anda.
Namun, tetap jaga komunikasi dengan cara apapun. Misalnya, menanyakan apa saja yang ia lakukan dan bagaimana perasaannya di hari itu.
Lalu, Anda juga bisa meluangkan waktu melakukan hal yang menyenangkan misal menonton film bersama.
Dengan begitu, lama-lama ia tahu dan berpikir bahwa secuek apa pun ia, orangtuanya tetap peduli padanya.
Menjaga komunikasi dengan anak juga penting dilakukan untuk mencegah terjadinya depresi pada remaja.
Anak jadi memiliki orang yang selalu bisa diajak berkeluh kesah soal apa pun yang dialaminya.
2. Saling menghargai pendapat
Di masa remaja, ada kalanya ia memiliki pandangan yang berbeda dengan Anda.
Jangan langsung menarik urat, pasalnya semakin dewasa anak Anda, pemikirannya pun akan semakin berkembang
Ketimbang berdebat kusir, coba diskusikan dan cari solusi yang menguntungkan di kedua belah pihak.
Coba dengarkan pandangan anak, begitu pun anak akan mendengarkan apa yang Anda pikirkan.
Saling mendengarkan dan menghargai pendapat akan membuat ikatan anak dan orangtua menjadi semakin erat.
3. Melibatkan anak dalam membuat peraturan
Saat hendak membuat peraturan tertentu di rumah, libatkan anak dalam diskusi.
Hal ini dimaksudkan agar anak bisa bertanggung jawab dan menaati kesepakatan yang telah dibuat.
Berikan anak pemahaman bahwa peraturan yang adil dibuat agar ia juga mempunyai kendali pada diri sendiri sekaligus belajar bertanggung jawab.
Hello Health Group dan Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, maupun pengobatan. Silakan cek laman kebijakan editorial kami untuk informasi lebih detail.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar