Osteoporosis memang identik dengan orang lanjut usia atau lansia. Namun faktanya, penyakit tulang ini juga bisa terjadi pada anak. Mengapa bisa demikian? Simak penyebab, gejala, dan cara mengobati osteoporosis pada anak melalui artikel berikut.
Apa itu osteoporosis pada anak?
Osteoporosis adalah kondisi ketika tulang menjadi lemah atau lebih tipis dari biasanya sehingga jadi rentan patah.
Pada anak, kondisi ini disebut dengan juvenile osteoporosis.
Sebagaimana orang dewasa, juvenile osteoporosis juga terjadi secara progresif. Artinya, tulang yang keropos berisiko semakin memburuk dari waktu ke waktu.
Penyakit ini merupakan kondisi yang langka. Biasanya, juvenile osteoporosis terjadi tepat sebelum masa pubertas atau remaja.
Seringkali, penyakit ini terdiagnosis pada anak usia 7 tahun. Namun, anak di kisaran usia 1-13 tahun juga bisa mengalaminya.
Bila tidak segera ditangani, osteoporosis bisa menimbulkan gangguan pada tumbuh kembang anak.
Bahkan, kondisi ini bisa meningkatkan risiko osteoporosis jangka panjang dan kemungkinan patah tulang yang berulang.
Apa saja gejala osteoporosis pada anak?
Seringkali, osteoporosis pada anak (juvenile osteoporosis) tidak menunjukkan tanda-tanda.
Biasanya, kondisi ini baru terdeteksi saat anak mengalami patah tulang.
Meski demikian, anak yang mengalami osteoporosis terkadang menunjukkan beberapa gejala berikut:
- sakit punggung pada anak, terutama bagian bawah, atau nyeri di bagian pinggul dan kaki,
- pincang atau sulit berjalan,
- tulang belakang yang melengkung tidak normal (kifosis), dan
- dada cekung.
Meski demikian, tanda-tanda osteoporosis tersebut bisa sama dengan gangguan tulang pada anak lainnya.
Oleh karena itu, pastikan Anda selalu berkonsultasi dengan dokter agar mendapatkan diagnosis yang tepat.
Apa penyebab juvenile osteoporosis?
Tulang adalah jaringan hidup yang terus tumbuh dan berkembang.
Jaringan ini secara konstan mengalami regenerasi, seperti membangun tulang baru serta memperbaiki dan mengganti tulang yang rusak.
Proses ini terus terjadi sejak lahir hingga sekitar usia 25 tahun.
Hal tersebut membantu proses tumbuh kembang anak serta mengembangkan kerangka yang kuat untuk mendukung kehidupannya.
Pada anak dengan osteoporosis, proses pembentukan tulang ini terganggu.
Mungkin hanya ada sedikit tulang baru yang terbentuk, terlalu banyak yang hilang, atau kombinasi keduanya.
Akibatnya, tulang menjadi kurang padat, kehilangan kekuatan, dan lebih mudah patah.
Terbentuknya osteoporosis pada anak kerap dikaitkan dengan faktor genetik.
Namun, sebagian besar kasus juvenile osteoporosis terjadi karena kondisi lain yang mendasarinya (secondary osteoporosis).
Berikut adalah beberapa penyebab dari secondary osteoporosis yang biasa terjadi pada anak.
- Kondisi medis tertentu, seperti radang sendi pada anak, diabetes, osteogenesis imperfecta, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, sindrom Cushing, penyakit radang usus, cystic fibrosis, anoreksia nervosa, dan lainnya.
- Minum obat-obatan, seperti obat antikonvulsan untuk epilepsi pada anak, obat kanker pada anak, atau kortikosteroid untuk mengobati radang sendi atau asma pada anak.
- Faktor gaya hidup, seperti kurang gizi pada anak (terutama kalsium dan vitamin D), kurang aktivitas atau terbaring lama di tempat tidur, serta olahraga ekstrem yang menyebabkan siklus menstruasi terganggu.
Meski demikian, pada beberapa kasus, penyebab dari penyakit ini tidak diketahui.
Kondisi ini disebut dengan idiopathic juvenile osteoporosis.
Bagaimana cara dokter mendiagnosis osteoporosis juvenile?
Biasanya, osteoporosis juvenile terdiagnosis saat anak mengalami patah tulang.
Untuk menentukan diagnosis, dokter akan menanyakan gejala, riwayat medis anak, serta riwayat medis keluarga Anda.
Setelah itu, dokter pun akan melakukan pemeriksaan fisik pada anak untuk memastikan tanda-tanda dari osteoporosis.
Untuk menegakkan diagnosis, dokter juga akan menyarankan beberapa tes pemeriksaan seperti berikut.
- Rontgen sinar-X. Tes ini menggunakan radiasi sinar-X untuk mendapat gambar dari tulang sehingga dokter dapat memastikan apakah tulang anak Anda menipis.
- Pemindaian tulang. Pemindaian tulang (bone scan) menggunakan dual energy x-ray absorptiometry (DEXA) untuk melihat kepadatan tulang, termasuk kandungan mineral atau perubahan pada tulang, seperti pengeroposan.
- Tes darah. Tes ini untuk mengukur kadar kalium dan kalsium dalam darah anak Anda.
Jenis tes lainnya mungkin saja anak Anda perlukan untuk memastikan apakah ada kondisi medis tertentu yang menyebabkan juvenile osteoporosis.
Konsultasikan pada dokter mengenai tes pemeriksaan yang tepat terkait osteoporosis juvenile pada anak.
Bagaimana cara pengobatan osteoporosis pada anak?
Pengobatan juvenile osteoporosis tergantung pada kondisi yang menyebabkannya.
Jika terjadi karena kondisi medis tertentu, dokter akan mengobati penyakit yang mendasarinya tersebut.
Namun, jika osteoporosis terjadi karena obat-obatan tertentu, dokter mungkin akan menurunkan dosis atau mengganti obat yang anak Anda konsumsi.
Sementara jika osteoporosis terjadi karena kekurangan gizi, seperti vitamin D atau kalsium, meningkatkan asupan nutrisi mungkin bisa menjadi pilihan.
Adapun meningkatkan kebutuhan kalsium pada anak bisa dilakukan dengan mengonsumsi makanan berkalsium tinggi, seperti susu dan produk susu, sayuran hijau, kacang-kacangan, atau biji-bijian.
Sementara meningkatkan asupan vitamin D pada anak bisa dengan berjemur di bawah matahari atau konsumsi makanan dan minuman yang mengandung vitamin D.
Bila perlu, dokter akan memberi suplemen vitamin untuk anak Anda guna membantu memenuhi nutrisi tersebut.
Selain cara tersebut, dokter mungkin akan merekomendasikan beberapa cara pengobatan lainnya untuk mengatasi osteoporosis pada anak.
- Obat-obatan untuk mengontrol gejala, seperti obat antinyeri guna mengatasi nyeri akibat patah tulang atau obat untuk mendorong kekuatan tulang.
- Terapi fisik atau fisioterapi untuk patah tulang untuk membantu memperkuat tulang anak.
- Perawatan untuk mencegah patah tulang, seperti dengan menghindari olahraga yang berisiko.