Cacat lahir pada bayi bisa terjadi di berbagai bagian tubuh, termasuk tulang tengkorak, Kondisi kelainan pada kepala bayi ini disebut dengan craniosynostosis. Ini merupakan kondisi yang berbahaya dan perlu mendapat penanganan secepat mungkin. Untuk lebih jelasnya, simak penjelasan di bawah ini.
Apa itu craniosynostosis?
Craniosynostosis adalah kondisi cacat lahir yang menyebabkan bentuk kepala bayi tidak normal akibat adanya kelainan pada tulang tengkorak.
Tulang tengkorak bukan satu tulang utuh yang berdiri sendiri, melainkan gabungan dari tujuh lempeng tulang yang berbeda.
Ketujuh tulang tersebut dihubungkan satu sama lain oleh jaringan yang disebut sutura. Sutura yang lentur memungkinkan tulang tengkorak bisa mengembang mengikuti pertumbuhan volume otak.
Seiring berjalannya waktu, sutura semakin mengeras dan akhirnya menutup, menyatukan ketujuh lempeng tulang itu menjadi tulang tengkorak yang utuh.
Bayi dikatakan mengalami craniosynostosis jika satu atau beberapa jaringan sutura menutup lebih cepat dari seharusnya.
Akibatnya, otak bayi tidak bisa berkembang dengan maksimal karena terhambat oleh tulang tengkorak yang terlanjur menyatu.
Craniosynostosis sangat berbahaya karena bisa mengakibatkan munculnya beberapa gangguan dan kelainan.
Bentuk tulang tengkorak yang tidak proporsional bisa menimbulkan sakit kepala berkepanjangan, gangguan penglihatan, serta masalah psikologis pada kemudian hari.
Kondisi kelainan tulang tengkorak pada bayi ini juga akan semakin memburuk jika tidak cepat mendapat pengobatan.
Seberapa umumkah kondisi ini?
Jenis-jenis craniosynostosis
Craniosynostosis adalah kondisi yang bisa dibedakan menjadi empat jenis tergantung dari jenis sutura yang terlibat dalam percepatan penutupan tulang tengkorak.
Berbagai jenis craniosynostosis adalah sebagai berikut.
1. Sagittal
Ini adalah jenis craniosynostosis yang paling sering ditemukan. Gangguan ini terjadi ketika bagian sagittal suture yang membentang dari depan ke belakang tengkorak bagian atas (area ubun-ubun) dan menutup terlalu dini.
Gangguan ini menyebabkan kepala tumbuh memanjang dan agak pipih.
2. Coronal
Coronal suture membentang dari telinga kanan dan kiri ke bagian atas tengkorak. Penutupan dini pada bagian tengkorak kepala bayi ini bisa menyebabkan bentuk dahi menjadi tidak rata dan bergelombang .
3. Metopic
Metopic suture membentang dari hidung melalui garis tengah dahi hingga ke ubun-ubun dan terhubung dengan sagittal suture di bagian atas tengkorak.
Penutupan dini pada sutura ini menyebabkan dahi membentuk segitiga dengan bagian belakang kepala melebar.
4. Lambdoid
Penutupan dini terjadi di lambdoid suture yang membentang dari kanan ke kiri di bagian belakang tengkorak.
Hal ini menyebabkan sebagian sisi kepala bayi terlihat datar dan posisi salah satu telinga lebih tinggi dari telinga yang lain.
Craniosynostosis lambdoid adalah jenis yang sangat jarang ditemukan.
Tanda dan gejala craniosynostosis
Gejala dan tanda craniosynostosis biasanya sudah tampak saat bayi lahir dan semakin terlihat jelas setelah beberapa bulan. Ciri-ciri craniosynostosis antara lain sebagai berikut.
- Ubun-ubun pada bagian atas kepala bayi tidak terlihat.
- Bentuk tengkorak bayi terlihat aneh (tidak proporsional).
- Munculnya peningkatan tekanan di dalam tengkorak bayi.
- Kepala bayi tidak berkembang sejalan dengan pertambahan usia.
Pada sebagian kasus, craniosynostosis menyebabkan adanya gangguan atau kerusakan pada otak serta menghambat proses pertumbuhan secara umum. Berikut adalah gejala-gejala yang perlu Anda waspadai.
- Muntah tiba-tiba tanpa didahului rasa mual.
- Gangguan pendengaran.
- Lebih sering tidur dan jarang bermain.
- Masalah mata bengkak atau sulit digerakkan.
- Suara napas keras dan tidak teratur.
- Lebih mudah menangis dibanding biasanya.
Kapan harus periksa ke dokter?
Dokter akan memantau perkembangan otak dan tengkorak kepala bayi secara rutin setiap kali melakukan pemeriksaan.
Segera konsultasikan lebih lanjut dengan dokter jika Anda memiliki kekhawatiran atau pertanyaan tersendiri terkait pertumbuhan dan bentuk kepala si Kecil.
Penyebab craniosynostosis
Penyebab craniosynostosis belum diketahui pasti. Meski begitu, kadang kondisi ini berhubungan dengan kelainan genetik dan paparan zat kimia selama kehamilan.
Melansir dari laman Mayo Clinic, penyebab craniosynostosis biasanya tergantung pada jenisnya yakni bisa pada kondisi syndromic maupun nonsyndromic. Begini penjelasannya.
1. Syndromic craniosynostosis
Syndromic craniosynostosis adalah kondisi yang disebabkan oleh sindrom genetik tertentu seperti sindrom Apert, sindrom Pfeiffer, atau sindrom Crouzon.
Berbagai sindrom tersebut dapat memengaruhi perkembangan tengkorak bayi, fisik tubuh lainnya, hingga masalah kesehatan.
2. Nonsyndromic craniosynostosis
Nonsyndromic craniosynostosis adalah jenis yang terbilang paling umum, tetapi tidak diketahui apa penyebabnya.
Akan tetapi, nonsyndromic craniosynostosis diduga adalah perpaduan antara faktor genetik atau keturunan dan faktor lingkungan.
Faktor risiko craniosynostosis
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerangkan beberapa hal yang bisa menjadi faktor risiko craniosynostosis. Berikut beberapa di antaranya.
1. Ibu memiliki penyakit tiroid
Ibu hamil yang mengalami penyakit tiroid memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan kondisi craniosynostosis.
Sementara ibu hamil yang tidak mengalami penyakit tiroid, maka kemungkinannya jauh lebih kecil.
2. Obat-obatan yang diminum ibu
Wanita yang menggunakan clomiphene citrate (obat kesuburan) sebelum atau di awal kehamilan lebih mungkin untuk memiliki bayi dengan craniosynostosis.
Sementara ibu hamil yang tidak menggunakan obat tersebut memiliki kemungkinan yang lebih kecil.
Diagnosis craniosynostosis
Craniosynostosis adalah kelainan yang harus ditangani oleh dokter dan tenaga spesialis, misalnya ahli bedah saraf anak atau ahli bedah plastik.
Beberapa pemeriksaan untuk mendiagnosis craniosynostosis adalah sebagai berikut.
1. Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan fisik ini, dokter biasanya akan mengukur kepala bayi. Dokter juga dapat meraba seluruh permukaan kepala untuk memeriksa keadaan sutura dan ubun-ubun.
2. Scan
Pemeriksaan ini meliputi CT Scan, foto rontgen, atau MRI kepala. Tes ini bertujuan untuk mengambil gambar craniosynostosis dan melihat apakah ada jaringan sutura yang menutup lebih cepat dari normal.
Pemindaian dengan sinar laser juga bisa dilakukan untuk mendapatkan ukuran kepala dan tulang tengkorak yang akurat.
3. Tes DNA
Jika dicurigai adanya keterkaitan dengan kelainan genetik lain, tes DNA bisa dilakukan untuk menentukan jenis kelainan genetik yang menjadi penyebabnya.
Pengobatan craniosynostosis
Craniosynostosis dengan tingkat keparahan ringan atau menengah tidak membutuhkan pengobatan yang serius dan bisa sembuh.
Dokter biasanya akan menyarankan bayi Anda untuk menggunakan helm khusus yang berfungsi merapikan bentuk tengkorak serta membantu perkembangan otaknya.
Jika craniosynostosis parah, pembedahan harus dilakukan untuk mengurangi dan mencegah tekanan otak, memberikan ruang agar otak bisa berkembang, serta merapikan bentuk tulang tengkorak.
Ada dua jenis operasi yang bisa dilakukan untuk menangani craniosynostosis, yaitu sebagai berikut.
1. Bedah endoskopi
Bedah minimal invasif ini cocok dilakukan untuk bayi berusia di bawah 6 bulan dengan syarat hanya satu sutura yang bermasalah.
Melalui operasi ini, sutura yang bermasalah akan dibuka sehingga otak bisa berkembang secara normal.
2. Bedah terbuka
Operasi jenis ini dilakukan untuk bayi di atas 6 bulan. Tidak hanya untuk mengatasi sutura yang bermasalah,cara ini juga dapat memperbaiki bentuk tulang tengkorak yang tidak proporsional.
Masa pemulihan pasca-operasi bedah terbuka lebih lama dibandingkan dengan bedah endoskopi.
Terapi helm dapat diberikan untuk merapikan bentuk tulang tengkorak setelah bedah endoskopi, tetapi pada bedah terbuka terapi ini tidak diperlukan.