Usia 6-12 bulan

Di usia yang telah genap 6 bulan ini, buah hati Anda mulai mampu mengoordinasikan kemampuan otot dan anggota gerak tubuhnya dengan baik.
Si kecil sudah dapat duduk sendiri, dan belajar berdiri, dari yang awalnya masih membutuhkan pegangan sampai akhirnya bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.
Perkembangan kemampuan kognitif pada masa ini, termasuk mulai memahami perbedaan antara benda hidup dan benda mati.
Melihat lebih lama pada objek yang tampak “aneh” di matanya, seperti ketika menyaksikan balon yang terbang sendiri di udara. Hal ini karena rasa penasaran yang juga semakin meningkat.
Pembelajaran dan rasa ingin tahu ini kemungkinan akan semakin meningkat di perkembangan bayi usia 9 bulan. Walaupun sudah bisa mengonsumsi makanan padat sejak usia 6 bulan, di usia ini kemampuannya bertambah dengan berusaha makan sendiri.
Si kecil juga tertarik untuk mengetahui sebab dan akibat setelah ia melakukan sesuatu, contohnya apa yang akan terjadi nantinya usai ia menggoyang-goyangkan mainannya.
Hampir tepat di perkembangan bayi 11 bulan, perkembangan kognitif bayi sudah bisa membuatnya mudah menirukan gerakan dasar yang dilakukan orang lain.
Bahkan, ia dapat merespons komunikasi yang disampaikan orang lain dengan gerakan dan suara, serta menempatkan suatu objek pada objek lainnya.
Cara melatih kemampuan kognitif bayi

Meski berkembang seiring dengan pertambahan usianya, Anda dapat mengasah perkembangan kemampuan kognitif bayi dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut:
Usia 0-6 bulan
Begini tips melatih perkembangan kemampuan kognitif bayi usia 0-6 bulan:
1. Banyak berbicara dengan bayi
Sejak awal kelahirannya, bayi senang mendengarkan suara Anda. Melalui cara ini, ia belajar untuk mendengar sekaligus mengenali suara orangtuanya. Meskipun sekilas tampak sederhana, hal ini sangat berguna melatih kemampuan kognitif bayi.
2. Sering memeluk bayi
Pada dasarnya, bayi senang dipeluk oleh siapa pun. Dengan begitu, ia akan belajar dan mengenali aroma khas Anda, sehingga bisa mengetahui saat Anda sedang tidak berada di dekatnya.
3. Berikan aneka jenis mainan yang aman
Bayi senang belajar meraih, mengambil, dan memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya. Ia juga senang saling membenturkan dua mainan bersamaan, hanya untuk tahu apa akibatnya. Hal ini akan membantu melatih perkembangan kemampuan kognitif bayi.
Ketika menyentuh suatu objek, ia belajar mengenali bentuk dan tekstur objek tersebut. Dari sinilah si kecil mulai memahami perbedaan suatu objek dengan objek lainnya.
Usia 6-11 bulan
Begini tips melatih kemampuan kognitif bayi usia 6-11 bulan:
1. Lebih sering memanggil nama bayi
Setiap kali Anda memanggil bayi dengan sebutan khasnya, entah dengan nama atau panggilan, seperti “Dik”, “Kak”, “Sayang”, ia belajar mengenali dirinya sendiri.
Semakin lama, si kecil semakin familiar dengan panggilan-panggilan tersebut. Itulah yang membuatnya refleks akan mencari asal suara saat mendengar ada yang memanggil namanya.
2. Beri contoh tindakan yang baik
Melatih perkembangan kemampuan kognitif bayi termasuk memberi contoh. Anda mungkin saja melihat si kecil melakukan hal yang Anda lakukan kemarin, misalnya saat Anda sedang menelepon orang lain.
Esok harinya, ia menggunakan mainan di sekitarnya untuk meniru kegiatan Anda seolah-olah sedang bercengkrama ria di telepon.
Tertawa juga menjadi bagian perkembangan kognitif

Apabila Anda memerhatikan dengan baik, sebagian besar bayi mulai bisa tersenyum pada usia 6 minggu hingga 3 bulan. Perlu diketahui pada awalnya senyum tersebut merupakan gerakan refleks.
Sampai akhirnya hal ini merupakan suatu tahap perkembangan otak serta sistem saraf lainnya. Ia mulai menyadari apa saja yang bisa membuatnya tersenyum juga tertawa. Bayi mulai bisa tertawa dengan jelas pada saat uasianya menginjak 3 hingga 4 bulan.
Salah satu alasan mengapa bayi senang tertawa adalah karena ia juga menyukai suara tawanya sendiri. Selain itu, ia juga menyukai respons orang-orang di sekitarnya saat ia tertawa.
Begitu buah hati Anda memahami asyiknya tertawa pada perkembangan kognitif bayi, ia akan lebih sering melakukannya, bahkan tanpa alasan tertentu.
Tertawa terasa membahagiakan dan suara-suara aneh yang keluar saat tertawa membuat bayi merasa lebih senang lagi. Lama-kelamaan, ia pun akan belajar menggerakkan mulut dan lidahnya untuk mengeluarkan suara tawa yang berbeda.
Sudah banyak penelitian ilmiah yang menggali penyebab bayi tertawa. Salah satunya menurut Jean Piaget, psikologis ternama asal Swiss. Piaget berpendapat bahwa tawa bayi merupakan cara bayi untuk mendapatkan wawasan mengenai dunia sekelilingnya.
Caspar Addyman, seorang peneliti dari University of London mencari tahu hal ini lebih dalam melalui survei besar-besaran. Lebih dari 1000 orangtua dari seluruh dunia mengikuti survei ini dengan menjawab kapan, di mana, dan mengapa bayi mereka tertawa.
Hasilnya menunjukkan bahwa bayi tertawa bukan karena hal yang lucu. Padahal Anda sudah berusaha keras untuk memancingnya untuk tertawa.
Sebagian besar bayi menurut penelitian akan menunjukkan tawanya dibanding ekspresi kaget atau sedih ketika ia melakukan sesuatu yang tidak seharusnya, seperti menjatuhkan mainan, terjatuh saat bermain atau berjalan.
Mengasah` perkembangan kognitif serta otak anak

Di masa awal kehidupan manusia, perkembangan fungsi otak terjadi dengan sangat cepat. Perkembangan otak anak sudah mulai pada saat anak masih dalam kandungan dan berlanjut sampai anak lahir.
Walaupun pembentukan sel otak hampir selesai sebelum lahir, namun pematangan otak, jalur saraf penting, dan koneksi secara progresif dikembangkan setelah anak lahir pada usia dini.
Bayi yang baru lahir memiliki sekitar 100 miliar sel otak. Otak mencapai setengah dari berat matangnya sekitar usia 6 bulan dan mencapai 90% dari berat akhirnya pada usia 8 tahun. Jadi, otak anak ternyata masih berkembang sampai anak berusia 8 tahun.
Bermain baik untuk perkembangan kognitif bayi
Sekelompok peneliti dari Princeton University, Amerika Serikat, mempelajari fenomena orangtua yang bermain dengan anak. Caranya adalah melihat rekaman aktivitas otak beberapa bayi dan orang dewasa.
Mereka menemukan bahwa otak bayi dan orang dewasa mengalami beragam aktivitas saraf yang mirip ketika bermain bersama. Aktivitas saraf tersebut naik dan turun dalam waktu yang sama setiap kali keduanya berbagi mainan dan menjalin kontak mata.
Hasilnya, bayi dan orang dewasa yang berinteraksi secara langsung memiliki aktivitas saraf yang mirip pada beberapa bagian otak. Kemiripan ini tidak ditemukan pada bayi dan orang dewasa yang saling berjauhan dan tidak bertatap wajah secara langsung.
Saat berkomunikasi, bayi dan orang dewasa mengalami kondisi yang disebut feedback loop. Otak orang dewasa mampu memperkirakan kapan bayi akan tertawa, sementara otak bayi balik memprediksi kapan orang dewasa akan mengajaknya berbicara.
Tanpa disadari, otak bayi ternyata ‘mengarahkan’ otak orang dewasa ketika keduanya bermain bersama. Interaksi tersebut terjadi secara terus-menerus dan bertambah kuat dengan adanya kontak mata serta penggunaan mainan.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar