backup og meta

Takut Berhubungan Seks? Bisa Jadi Anda Mengidap Genophobia

Takut Berhubungan Seks? Bisa Jadi Anda Mengidap Genophobia

Bercinta harusnya menjadi kegiatan yang menyenangkan. Namun pada kenyataannya, ada sebagian pria atau wanita yang takut berhubungan intim dengan pasangan. Dalam dunia medis, kondisi ini Anda kenal dengan sebutan genophobia. Penasaran dengan jenis gangguan kecemasan ini? Yuk, baca lebih lanjut!

Apa itu genophobia?

Pasangan mengalami masalah disfungsi seksual

Genophobia merupakan salah satu jenis fobia (ketakutan). Lebih tepatnya, genophobia adalah kondisi takut berlebihan yang terjadi pada pria maupun wanita untuk melakukan berhubungan seks.

Dalam erotophobia, yang mencakup berbagai ketakutan spesifik terhadap hal-hal yang berbau seks, dan takut berhubungan seks menjadi salah satu jenisnya. Sebutan lain untuk ketakutan ini adalah coitophobia (ketakutan dengan proses penetrasi penis atau benda lain ke vagina).

Tidak hanya genophobia, dalam erothophobia juga ada banyak jenis ketakutan lainnya yang sangat mungkin berkaitan satu sama lain, di antaranya:

  • Paraphobia, yakni takut melakukan atau mendapatkan penyimpangan saat berhubungan seksual. Orang dengan kondisi ini hanya mau menikmati hubungan seksual yang konservatif dan menganggap aktivitas seks yang sifatnya modern adalah hal yang menakutkan.
  • Haphephobia (chiraptophobia) adalah takut disentuh dalam waktu singkat atau lama. Rasa ketakutan ini muncul tidak hanya ketika melakukan hubungan seks saja.
  • Gymnophobia merupakan takut untuk bertelanjang atau melihat orang lain telanjang. Ketakutan ini kemungkinan besar terjadi karena rendahnya rasa percaya diri atau adanya masalah terhadap citra tubuh.
  • Philematophobia yakni ketakutan untuk berciuman. Penyebabnya bisa jadi masalah fisik, kekhawatiran bau mulut, atau takut dengan kuman.

Pengidap genophobia akan berusaha keras untuk menghindari penetrasi atau aktivitas seksual lainnya, seperti berciuman atau berpelukan. Melansir dari laman Mayo Clinic, rasa takut yang mereka rasakan tidak terkendali, sehingga menimbulkan kesulitan tubuh untuk berfungsi normal.

Selain itu, mereka juga akan merasakan detak jantung lebih cepat, sesak napas, berkeringat berlebihan, mual, pusing, atau bahkan pingsan jika kondisinya memang sudah parah.

Kenapa seseorang bisa mengalami genophobia?

Sama seperti semua jenis fobia, ketakutan terhadap seks biasanya berkembang setelah seseorang mengalami trauma parah atau memiliki masalah kesehatan tertentu. Lebih jelasnya, mari bahas satu per satu penyebab rasa takut untuk melakukan hubungan intim.

1. Pernah mengalami trauma pemerkosaan

Pascapemerkosaan, hampir semua penyintasnya mengalami reaksi psikologis yang intens. Meskipun tidak semua orang menunjukkan reaksi yang sama, kebanyakan dari mereka akan merasakan ketakutan berlebihan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa menyakitkan tersebut. Termasuk, ketakutan untuk melakukan hubungan seks, sekali pun mereka melakukannya dengan tersayang.

Penderitanya perlu waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun untuk kembali membangun kehidupan dan menghadapi ketakutan mereka. Namun, perlu Anda ketahui bahwa tidak semua orang yang takut berhubungan seks pernah menjadi korban kekerasan seksual.

2. Cemas dengan fungsi seksual diri

Banyak orang, terutama mereka yang kurang berpengalaman secara seksual, takut bahwa mereka tidak akan dapat menyenangkan pasangannya.

Meskipun ketakutan ini umumnya ringan, tidak menutup kemungkinan jika kondisi bisa bertambah parah. Dalam beberapa kasus, kecemasan kinerja dapat berkembang menjadi genofobia.

3. Takut terinfeksi penyakit

Hubungan seksual bisa meningkatkan risiko berbagai penyakit, termasuk HIV. Kebanyakan orang berhasil menurunkan risiko ini, menggunakan tindakan pencegahan seperti memakai kondom dan tidak bergonta-ganti pasangan.

Pernah tertular penyakit kelamin setelah berhubungan seks, atau melihat pengalaman orang terdekat dengan kondisi demikian bisa menjadi penyebab berkembangnya genophobia.

4. Memiliki masalah kesehatan tertentu

Ketakutan yang muncul dari masalah medis, tidak pernah dianggap sebagai fobia, selama tingkat ketakutan tersebut sesuai dengan situasinya. Pasalnya, masalah kesehatan bisa membuat aktivitas seksual menjadi lebih sulit atau berpotensi bahaya. Ini umum dirasakan pada pengidap disfungsi ereksi dan pengidap penyakit jantung dalam kehidupan seks.

Meskipun demikian, ada beberapa orang yang merasakan ketakutan berlebihan dengan hal tersebut. Misalnya, jika dokter Anda telah mengizinkan Anda untuk kembali ke aktivitas normal setelah serangan jantung, wajar jika Anda merasa gentar sebelum pengalaman seksual pasca-serangan pertama Anda.

Namun, memutuskan untuk tidak melakukan aktivitas seksual sama sekali akan menjadi reaksi yang tidak sesuai dalam situasi itu. Bisa jadi ini akan berkembang menjadi genophobia.

Bagaimana caranya mengatasi genophobia?

Orang yang mengalami phobia seks bisa mendapatkan perawatan lebih lanjut dengan psikolog dan terapis seks. Mereka perlu menjalani konseling maupun terapi untuk keluar dari ketakutan yang membelenggu.

Biasanya obat-obatan tidak diperlukan, selama terapi eksposur atau terapi perilaku kognitif menunjukkan hasil yang efektif. Pengobatan dengan metode terapi ini biasanya doketr jadikan perawatan lini pertama. Mengingat penggunaan obat-obatan bisa menimbulkan efek samping.

Orang dengan genophobia juga perlu menerapkan mindfulness untuk mengurangi kecemasan dan mengurangi perilaku yang menunjukkan penolakan atau penghindaran. Selain itu, teknik relaksasi dan olahraga juga bisa membantu mengatasi kecemasan dan stres.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Zafar Iqbal, M., & Nisa Awan, S. U. (2015).Case study of genophobia & anxiety. Journal of Depression and Anxiety, 01(S2). doi:10.4172/2167-1044.s2-013.

American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM-5). Washington, DC; 2013.

Rastrelli, G., & Maggi, M. (2017). Erectile dysfunction in fit and healthy young men: Psychological or pathological? Translational Andrology and Urology, 6(1), 79-90. doi:10.21037/tau.2016.09.06.

Dworkin, E. R., Menon, S. V., Bystrynski, J., & Allen, N. E. (2017). Sexual assault victimization and psychopathology: A review and meta-analysis. Clinical Psychology Review, 56, 65-81. doi:10.1016/j.cpr.2017.06.002.

Specific phobias. (2016, October 19). Retrieved May 25, 2021, from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/specific-phobias/symptoms-causes/syc-20355156.

Zoldbrod, A. P. (2014). Sexual issues in treating trauma survivors. Current Sexual Health Reports, 7(1), 3-11. doi:10.1007/s11930-014-0034-6.

Montesi, J.L., Conner, B.T., Gordon, E.A. et al. On the Relationship Among Social Anxiety, Intimacy, Sexual Communication, and Sexual Satisfaction in Young Couples. Arch Sex Behav 42, 81–91 (2013). https://doi.org/10.1007/s10508-012-9929-3.

 

 

Versi Terbaru

16/07/2021

Ditulis oleh Aprinda Puji

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri

Diperbarui oleh: Nanda Saputri


Artikel Terkait

Automatonophobia, Takut Pada Benda yang Mirip Manusia

Hiperseksual, Gangguan yang Menyebabkan Kecanduan Seks


Ditinjau secara medis oleh

dr. Tania Savitri

General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Aprinda Puji · Tanggal diperbarui 16/07/2021

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan