backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

7 Masalah Kesehatan yang Mungkin Dihadapi Jika Anda Suka Naik Gunung

Ditinjau secara medis oleh dr. Yusra Firdaus


Ditulis oleh Ajeng Quamila · Tanggal diperbarui 18/12/2020

    7 Masalah Kesehatan yang Mungkin Dihadapi Jika Anda Suka Naik Gunung

    Mendaki gunung memerlukan persiapan ekstra karena Anda akan menjelajahi hutan dengan memikul beban berat. Tapi selain mempersiapkan diri, Anda juga harus menyadari risiko kesehatan yang mungkin terjadi selama di gunung dan memastikan bahwa Anda selalu siap untuk aktivitas apapun yang Anda lakukan di atas sana. Berikut adalah tujuh masalah kesehatan yang mungkin muncul saat naik gunung yang harus Anda waspadai.

    Berbagai risiko kesehatan dari naik gunung

    1. Hipotermia

    Selama mendaki gunung, Anda akan terus terpapar suhu dingin, terpaan angin berat, dan curah hujan yang tidak bisa diprediksi. Pada dasarnya, paparan suhu dingin yang berkelanjutan dari lingkungan luar yang lebih rendah daripada suhu tubuh dapat menyebabkan hipotermia, jika pakaian Anda tidak tepat atau Anda tidak dapat mengontrol kondisi tubuh.

    Tubuh menggigil mungkin merupakan gejala hipotermia pertama yang Anda rasakan saat suhu mulai turun karena menggigil adalah respon pertahanan otomatis tubuh Anda untuk menghangatkan diri.

    Pada awalnya, menggigil biasanya diikuti dengan kelelahan, sedikit kebingungan, kurang koordinasi, bicara melantur, napas cepat, dan kulit dingin atau pucat. Tapi ketika suhu tubuh Anda turun terlalu rendah hingga di bawah 35ºC, jantung, sistem saraf, dan organ tubuh lain tidak dapat bekerja secara optimal.

    Jika tidak ditangani secepatnya, hipotermia bisa mengancam nyawa karena menyebabkan syok dan kegagalan total pada fungsi jantung dan sistem pernapasan.

    2. Vertigo

    Vertigo adalah perasaan goyah atau sensasi berputar saat tubuh tidak bergerak atau tidak ada gerakan di sekitar, atau gerakan tubuh yang tidak wajar untuk merespons gerakan lainnya. Misalnya, berada di ketinggian, melihat ke bawah dari tempat yang tinggi, atau menatap jauh ke titik/benda tinggi bisa menyebabkan sensasi kepala kliyengan khas vertigo.

    Salah satu masalahnya terletak pada telinga bagian dalam. Telinga bagian dalam membantu mengatur keseimbangan tubuh. Bila ini tidak bekerja dengan baik, Anda bisa merasa pusing berputar atau goyah. Anda mungkin juga mengalami masalah pendengaran atau gejala pusing yang meningkat saat kepala dimiringkan pada posisi tertentu.

    Sensasi kepala berputar bisa berbahaya saat terjadi di atas gunung karena dapat dengan mudah menyebabkan disorientasi. Cara terbaik untuk menghindari vertigo di gunung adalah dengan tidak naik gunung jika Anda memiliki sakit kepala, migrain, meriang, atau alergi yang belum terobati.

    3. Telinga berdenging (Tinnitus)

    Tinnitus adalah gangguan telinga berdenging tanpa henti. Seperti halnya dengan vertigo, jika Anda nekat naik gunung saat sakit kepala atau memiliki masalah telinga lainnya, Anda dapat berisiko mengalami hal ini.

    Saat Anda berada di ketinggian ribuan kilometer, tekanan udara dari luar akan meremas udara di liang telinga, menyebabkan sensasi tekanan dan rasa sakit dalam kepala dan telinga. Anda harus menyamakan tekanan dalam ruangan ini dengan berbagai metode, seperti mencubit lubang hidung Anda sembari dengan lembut meniup hidung Anda. Jika Anda benar melakukan ini, Anda dapat menahan peningkatan tekanan tanpa masalah.

    Namun, kemacetan sinus yang disebabkan oleh pilek, flu, atau, alergi dapat mengganggu kemampuan Anda untuk menyamakan tekanan sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada gendang telinga.

    4. Barotrauma

    Barotrauma bisa menyerang pendaki gunung ketika mereka berada di ketinggian lebih dari 2 ribu meter di atas permukaan laut. Barotrauma mengacu pada cedera yang disebabkan oleh peningkatan drastis tekanan udara atau air, seperti saat naik gunung atau menyelam. Barotrauma telinga adalah jenis yang paling umum terjadi.

    Perubahan tekanan menciptakan ruang hampa udara di telinga tengah yang menarik gendang telinga ke dalam. Hal ini bisa menyebabkan rasa sakit dan bisa meredam suara. Telinga Anda akan terasa penuh sesak dan Anda mungkin merasa seolah-olah Anda perlu meledakkan “balon udara” dalam telinga itu. Sensasi yang sama juga umum terjadi saat Anda berada di pesawat terbang.

    Pada kasus barotrauma yang lebih parah, telinga tengah bisa terisi dengan cairan bening saat tubuh mencoba menyamakan tekanan di kedua sisi gendang telinga. Cairan ini diambil dari pembuluh darah di lapisan telinga bagian dalam, dan hanya bisa mengalir jika tabung eustachius terbuka. Cairan di balik gendang telinga disebut otitis media serosa. Kondisi ini bisa menimbulkan rasa sakit dan kesulitan mendengar yang mirip dengan infeksi telinga tengah.

    5. Mountain Sickness (AMS)

    Mountain sickness (AMS) terjadi saat pendaki berada atau bermalam di ketinggian tertentu, terutama di ketinggian antara 2400 hingga 3000 meter di atas permukaan laut (mdpl). AMS bisa terjadi pada siapapun, terlepas dari usianya. Namun begitu, beberapa penelitian menyatakan AMS lebih sering menyerang perempuan dibanding pria. AMS disebabkan oleh penurunan kadar oksigen dan tekanan udara yang semakin berkurang saat mendaki ke tempat yang lebih tinggi.

    Gejala dan tanda dari AMS biasanya timbul dalam waktu beberapa jam sampai 1 hari, bisa berupa gejala yang ringan sampai berat. Gejala AMS meliputi sakit kepala, pusing, kelelahan, sering terbangun saat tidur, kehilangan nafsu makan, hingga mual dan muntah.

    AMS mungkin akan muncul kembali jika Anda naik ke ketinggian yang lebih tinggi lagi. Semakin tinggi dakian, semakin tipis pula kadar oksigennya. Apabila tidak ditangani dengan baik, AMS bisa berakibat fatal dan menyebabkan edema pada otak dan paru.

    6. Edema paru dataran tinggi (HAPE/High Altitude Pulmonary Edema)

    Edema paru dataran tinggi (HAPE) adalah salah satu komplikasi dari AMS saat naik gunung. Edema paru disebabkan oleh adanya penumpukan cairan berlebih di paru-paru. HAPE mungkin muncul dengan sendirinya tanpa diikuti gejala AMS terlebih dulu (ini terjadi di lebih dari 50% kasus). HAPE adalah penyakit ketinggian yang paling mematikan, namun seringkali disalahpahami sebagai pneumonia.

    Tanda HAPE yang paling penting untuk diwaspadai adalah sesak napas. Selain itu, kelelahan, lemas, dan batuk kering juga bisa menjadi tanda peringatan dini dari kondisi ini. HAPE dapat berkembang dengan sangat cepat, sekitar 1-2 jam, atau secara bertahap hanya dalam sehari.

    Kondisi ini sering menampakkan diri pada malam kedua di ketinggian yang baru. HAPE juga dapat muncul ketika Anda turun dari ketinggian. HAPE lebih mungkin terjadi pada orang yang pilek atau punya infeksi dada.

    7. Edema otak dataran tinggi (HACE/High Altitude Cerebral Edema)

    Edema otak terjadi ketika ada penumpukan cairan berlebih di otak Anda. Kasus HAPE yang parah dapat berlanjut menjadi HACE, alias edema otak. Tapi HACE mungkin muncul dengan sendirinya tanpa didahului oleh gejala HAPE atau AMS.

    Tanda dan gejala HACE termasuk sakit kepala parah yang tidak membaik dengan obat, kehilangan koordinasi tubuh (ataksia) misalnya sulit berjalan atau mudah jatuh, tingkat kesadaran menurun (sulit mengingat, kebingungan, mengantuk, bengong/setengah sadar), mual dan muntah, penglihatan kabur, hingga halusinasi.

    HACE seringnya muncul ketika pendaki gunung berada di ketinggian dalam beberapa hari terakhir. Turun gunung adalah pengobatan yang paling efektif dari HACE dan HAPE, dan hal ini tidak boleh ditunda.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Yusra Firdaus


    Ditulis oleh Ajeng Quamila · Tanggal diperbarui 18/12/2020

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan