Hipertensi atau tekanan darah tinggi dikelompokkan ke dalam beberapa kategori atau jenis. Bila Anda memiliki riwayat tekanan darah tinggi, ada baiknya Anda mengetahui berbagai jenis hipertensi ini. Pasalnya, mengetahui berbagai jenis tekanan darah tinggi dapat menurunkan risiko Anda terkena komplikasi hipertensi pada kemudian hari.
Apa saja jenis-jenis hipertensi?
Tekanan darah tinggi terjadi ketika aliran darah mendong pembuluh darah arteri dengan sangat kuat. American Heart Association (AHA) kerap menyebut kondisi ini sebagai pembunuh diam-diam karena tidak menimbulkan gejala hipertensi, tetapi berisiko pada penyakit serius lain, seperti penyakit jantung, bahkan kematian.
Meski tidak menunjukkan gejala, seseorang bisa diketahui menderita hipertensi melalui pengecekan tekanan darah. Adapun seseorang disebut memiliki hipertensi bila tekanan darahnya mencapai 140/90 mmHg atau lebih.
Hipertensi bisa terjadi pada siapapun, termasuk anak kecil dan ibu hamil. Kondisi ini pun disebabkan karena berbagai hal. Berdasarkan penyebab hipertensi, tingkat tekanan darah, dan kondisi tertentu yang menyertainya, hipertensi terbagi ke dalam beberapa jenis. Berikut beberapa jenis hipertensi yang mungkin terjadi dan perlu Anda ketahui:
1. Hipertensi primer atau esensial
Dalam banyak kasus, kebanyakan orang dengan tekanan darah tinggi mengalami hipertensi primer atau juga disebut hipertensi esensial. Jenis hipertensi satu ini cenderung muncul secara bertahap selama bertahun-tahun.
Para ahli menduga bahwa faktor genetik merupakan salah satu penyebab hipertensi primer. Meski begitu, beberapa kebiasaan gaya hidup yang tidak sehat juga ikut menjadi penyebab hipertensi primer.
Kebanyakan orang yang memiliki hipertensi primer tidak menunjukkan gejala sama sekali. Beberapa orang bahkan tidak mengetahui bahwa memiliki gejala tekanan darah tinggi karena seringkali gejala penyakit ini tampak mirip dengan kondisi medis lainnya.
2. Hipertensi sekunder
Di sisi lain, seseorang bisa mengalami tekanan darah tinggi karena memiliki satu atau beberapa kondisi medis. Kkondisi medis tertentu yang sudah lebih dulu menyerang bisa jadi penyebab tekanan darah tinggi. Tekanan darah yang meningkat karena alasan tersebut dinamakan dengan hipertensi sekunder.
Kondisi ini cenderung muncul secara tiba-tiba dan dapat menyebabkan tekanan darah melonjak tinggi dibandingkan dengan hipertensi primer. Tidak hanya pengaruh kondisi medis tertentu, penggunaan obat-obatan tertentu juga dapat berkontribusi besar menjadi penyebab hipertensi sekunder.
Beberapa kondisi yang bisa memicu hipertensi jenis ini di antaranya:
- Gangguan kelenjar adrenal termasuk sindrom Cushing (suatu kondisi yang disebabkan oleh kelebihan produksi kortisol), hiperaldosteronisme (terlalu banyak aldosteron), dan pheochromocytoma (tumor langka yang menyebabkan sekresi hormone berlebih seperti adrenalin).
- Penyakit ginjal termasuk di dalamnya penyakit ginjal polikistik, tumor ginjal, gagal ginjal, atau penyempitan serta penyumbatan arteri utama yang mensuplai ginjal.
- Mengonsumsi obat-obatan seperti kortikosteroid, NSAID, obat penurunan berat badan (seperti phentermine), beberapa obat flu dan batuk, pil KB, dan obat migrain.
- Mengalami sleep apnea, yaitu kondisi yang terjadi ketika seseorang memiliki jeda singkat di mana ia berhenti bernapas selama tidur. Sekitar setengah dari pasien dengan kondisi ini memiliki tekanan darah tinggi.
- Koarktasio aorta, cacat lahir di mana aorta menyempit.
- Preeklampsia, suatu kondisi yang berhubungan dengan kehamilan.
- Masalah tiroid dan paratiroid.
3. Prehipertensi
Prehipertensi adalah kondisi kesehatan di mana tekanan darah Anda lebih tinggi dari biasanya, tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan sebagai hipertensi. Apabila Anda mengidap kondisi ini, hal tersebut merupakan tanda peringatan bahwa Anda berisiko terkena hipertensi.
Seseorang disebut memiliki prehipertensi jika tekanan darahnya berada di antara 120/80 mmHg dan 140/90 mmHg. Adapun tekanan darah normal berada di bawah 120/80 mmHg dan seseorang sudah tergolong hipertensi bila mencapai 140/90 mmHg atau lebih.
Jenis hipertensi yang satu ini umumnya tidak menunjukkan tanda-tanda dan gejala apapun. Apabila gejala sudah mulai muncul, Anda perlu memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui kemungkinan adanya kenaikan tekanan darah yang lebih tinggi.
4. Krisis hipertensi
Krisis hipertensi merupakan jenis hipertensi yang sudah mencapai tahap parah. Kondisi ini ditandai dengan tekanan darah yang melonjak secara drastis yang dapat mencapai 180/120 mmHg atau lebih.
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan peradangan, dan mungkin terjadi pendarahan dalam. Kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi yang membahayakan nyawa, seperti stroke. Oleh karena itu, penderitanya harus segera ditangani oleh tim medis di unit gawat darurat (UGD).
Krisis hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal dan penyakit, seperti lupa minum obat tekanan darah yang diresepkan, menderita stroke, serangan jantung, gagal jantung, hingga gagal ginjal. Pada kondisi ini, seseorang mungkin merasakan gejala tertentu, tetapi mungkin juga tidak merasakan gejala apapun, seperti sakit kepala, sesak napas, mimisan, atau rasa cemas yang berlebihan.
Sementara itu, krisis hipertensi terbagi ke dalam dua jenis, yaitu urgensi dan emergensi.
5. Hipertensi urgensi
Hipertensi urgensi merupakan bagian dari krisis hipertensi. Pada hipertensi urgensi, tekanan darah Anda sudah sangat tinggi, tetapi diperkirakan belum terjadi kerusakan pada organ-organ tubuh Anda. Oleh karena itu, pada kondisi ini, umumnya seseorang belum merasakan gejala apapun yang mengarah pada kerusakan organ, seperti sesak napas, nyeri dada, sakit punggung, mati rasa atau terasa lemah, perubahan penglihatan, atau kesulitan bicara.
Sebagaimana krisis hipertensi, hipertensi urgensi pun perlu mendapat penanganan medis ke rumah sakit. Meski demikian, kondisi ini tidak lebih mengkhawatirkan dibanding jenis krisis hipertensi lainnya, yaitu hipertensi emergensi.
6. Hipertensi emergensi
Pada hipertensi emergensi, tekanan darah sudah terlewat tinggi dan telah menyebabkan kerusakan pada organ tubuh. Oleh karena itu, pada kondisi ini, umumnya seseorang sudah mulai merasakan ada gejala yang hebat yang mengarah pada kerusakan organ, seperti sesak napas, nyeri dada, sakit punggung, mati rasa atau terasa lemah, perubahan penglihatan, kesulitan bicara, atau bahkan pada beberapa kasus bisa terjadi kejang.
Seseorang yang menderita hipertensi emergensi perlu segera mendapatkan penanganan medis darurat di rumah sakit. Bila tidak segera ditangani, kondisi ini bisa mengancam nyawa.
7. Hipertensi dalam kehamilan
Tidak hanya pada orang biasa, wanita yang sedang hamil pun bisa mengalami tekanan darah tinggi. Hipertensi dalam kehamilan dapat menyebabkan masalah bagi ibu dan bayinya. Kondisi ini dapat mengganggu fungsi organ sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur atau berat lahir bayi yang rendah.
Hipertensi dalam kehamilan berisiko terjadi pada wanita yang sebelum hamil sudah memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Kemudian, kondisi tersebut berlanjut pada saat sedang hamil. Hipertensi jenis ini disebut dengan hipertensi kronis.
Selain hipertensi kronis, ada pula jenis hipertensi dalam kehamilan lainnya, yaitu hipertensi gestasional, hipertensi kronis dengan superimposed preeklampsia, preeklampsia, dan eklampsia.
Hipertensi gestasional, atau yang disebut juga dengan pregnancy-induced hypertension (PIH), adalah kondisi ketika tekanan darah meningkat saaat hamil. Kondisi ini umumnya muncul setelah usia kehamilan 20 minggu dan bisa hilang setelah melahirkan.
Hipertensi kronis dan hipertensi gestasional yang dibiarkan dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang lebih serius, yaitu preeklampsia. Preeklampsia ditandai dengan adanya kandungan protein dalam urin yang merupakan ciri kerusakan pada organ. Adapun beberapa organ yang berisiko rusak pada hipertensi jenis ini, seperti ginjal, hati, atau otak.
Preeklampsia yang tidak mendapatkan penanganan bisa berkembang menjadi eklampsia yang dapat menyebabkan kejang atau koma pada penderitanya.
8. Hipertensi setelah melahirkan atau postpartum preeklampsia
Tidak hanya pada ibu hamil, ibu yang setelah melahirkan pun bisa mengalami tekanan darah tinggi. Kondisi ini kemudian disebut dengan postpartum preeklampsia.
Sebagian besar kasus postpartum preeklampsia dapat berkembang dalam waktu 48 jam setelah persalinan. Namun dalam beberapa kasus, kondisi ini juga bisa terjadi hingga enam minggu setelah melahirkan.
Wanita yang menderita hipertensi setelah melahirkan perlu segera mendapat perawatan medis. Bila tidak segera ditangani, kondisi ini bisa semakin parah hingga menyebabkan kejang atau komplikasi setelah melahirkan lainnya.
9. Hipertensi pulmonal
Jenis tekanan darah tinggi lainnya adalah hipertensi pulmonal. Berbeda dengan hipertensi pada umumnya, kondisi ini terjadi di pembuluh darah dari jantung menuju paru-paru atau tepatnya berfokus pada tekanan darah yang mengalir di dalam paru-paru.
Tekanan darah yang normal pada pembuluh darah paru-paru seharusnya berkisar di angka 8-20 mmHg saat tubuh beristirahat dan 30 mmHg ketika tubuh melakukan aktivitas fisik. Apabila tekanan arteri paru-paru berada di atas 25-30 mmHg, kondisi ini dapat dikategorikan sebagai hipertensi pulmonal.
Penyebab dari hipertensi pulmonal dapat bervariasi. Beberapa di antaranya adalah konsumsi obat-obatan terlarang, cacat pada jantung sejak lahir, menderita penyakit paru lainnya, serta terlalu lama berada di ketinggian tertentu. Bila kondisi ini tidak segera ditangani, jantung akan bekerja lebih keras saat memompa darah, sehingga Anda berisiko mengalami gagal jantung.
10. Hipertensi pada lansia
Seseorang yang sudah lanjut usia umumnya memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibanding orang yang masih muda. Bila ini tidak dikontrol, hipertensi pada lansia mungkin saja terjadi dan dapat meningkatkan risiko terjadi penyakit lainnya, seperti stroke.
Tidak seperti orang muda, para ahli menetapkan tekanan darah normal lansia dijaga di bawah 140/90 mmHg. Adapun di atas angka tersebut sudah termasuk hipertensi. Adapun orang muda umumnya perlu menjaga tekanan darah normal di bawah 120/80 mmHg.
Namun, mengatasi hipertensi pada lansia perlu berhati-hati. Menurutkan tekanan darah pada lansia secara mendadak dan cepat bisa membahayakan kesehatannya. Pada kondisi tersebut, lansia bisa mengalami pusing, tubuh goyah, dan rentan jatuh.
11. Hipertensi sistolik terisolasi
Jenis hipertensi lainnya, yaitu hipertensi sistolik terisolasi. Hipertensi ini pun umum terjadi pada orang yang sudah lanjut usia, terutama wanita. Pada kondisi ini, tekanan darah sistoliknya meningkat hingga mencapai 140 mmHg atau lebih, sedangkan tekanan darah diastoliknya berada di bawah 90 mmHg.
Hipertensi sistolik terisolasi terjadi karena kondisi medis tertentu, seperti anemia, penyakit ginjal, atau bahkan obstructive sleep apnea(OSA).
12. Hipertensi resisten
Hipertensi resisten adalah kondisi di mana tekanan darah tidak dapat terkontrol meski sudah menggunakan obat-obatan hipertensi. Pada kondisi ini, tekanan darahnya cenderung menetap pada tingkat yang tinggi, yaitu mencapai 140/90 mmHg atau lebih meski sudah minum tiga jenis obat hipertensi untuk menurunkannya.
Hipertensi resisten bisa terjadi pada seseorang dengan kondisi medis tertentu atau penyebab lainnya. Seseorang dengan hipertensi resisten lebih berisiko pada penyakit lain, seperti stroke, penyakit ginjal, hingga gagal jantung.
[embed-health-tool-heart-rate]