🔥 Diskusi Menarik

ibu bunuh anak, kok bisa?

Kasus ibu bunuh anak kemaren cukup membuat saya terkejut. saya tidak habis pikir mengapa ada ibu yang tega membunuh anaknya sendiri. Saya paham kemiskinan bisa terasa sangat menakutkan dan membuat putus asa tapi mengapa hal tersebut bisa sampai membuat seseorang menyakiti anaknya sendiri. Di sisi lain, mungkin ini jadi pengingat agar kita bisa lebih saling membantu satu sama lain. Bagaimana menurut pandangan psikolog terkait ibu yang tega membunuh anaknya ini? dan apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah itu terjadi?

10
63k
6 komen

6 komentar

Halo Arunika, terima kasih untuk pertanyaannya.


Dalam menilai suatu kejadian sebaiknya kita melihat kasus tersebut secara komprehensif, bukan hanya dari satu sisi saja. Di samping itu, kita tidak harus tergesa-gesa memberikan label/ stigma dan menyimpulkan sendiri atas apa yang terjadi. Berbagai faktor yang bisa memicu pelaku (ibu) sampai akhirnya mengambil keputusan yang mengerikan dengan membunuh anaknya sendiri.


Bisa saja penyebab ibu melakukan hal tersebut karena pengalaman traumatis di masa lalu, yang kemudian diperberat dengan adanya kemungkinan faktor risiko, seperti kondisi finansial, konflik dengan pasangan, merasa tidak berdaya, ketidaksiapan menjadi orang tua, kurangnya dukungan (support system) dari lingkungan. Berbagai kondisi tersebut kemungkinan menjadikan ibu akhirnya sampai kepada keputusasaan dan menjadikan anak sebagai objek pelampiasan dari kondisi sebenarnya yang dialami oleh ibu.


Untuk mencegah terjadinya kejadian serupa dikemudian hari, anda dapat mengajak kerabat/ orang terdekat anda untuk berbicara. Pembicaraan tidak harus langusng mengarah kepada pikiran frustasi yang bersangkutan, tetapi dimulai dengan pembicaraan ringan dan santai, seperti “bagaimana kabarmu, ayo kita ngobrol berdua”, “belakangan ini kamu terlihat sedih atau lebih banyak diam, ada yang bisa aku bantu?”, “kayaknya ada yang lagi kamu pikiran, sini cerita sama aku”. Apabila sudah mengarah ke pembahasan terkait kondisi yang sebenarnya, anda dapat menunjukkan ketertarikan terhadap apa yang disampaikan, sehingga orang tersebut merasa mendapatkan kesempatan untuk bercerita secara jujur dan terbuka.


Selanjutnya, anda hanya perlu menjadi pendengar yang baik tanpa menghakimi atau memberikan ceramah. Terkadang seseorang yang memiliki permasalahan tertentu tidak dapat berpikir secara rasional sehingga tidak mampu untuk melihat alternatif solusi lain dari permasalahannya. Dengan meluapkan apa yang ada dipikiran dan perasaan seseorang tersebut kepada anda, maka akan membantunya untuk merasa lebih lega dan bisa memandang masalah lebih baik. Anda dapat memberikan masukan sesuai kemampuan anda jika ia memintanya. Anda juga tidak perlu ragu memberikan tawaran untuk mendapatkan bantuan profesional.

Semoga membantu ya

2 tahun yang lalu
Suka
Balas
1

Saya juga mikir begini, seberat apa hidupnya, apa nggak ada orang yang bisa diajak curhat. Nggak ada orang terdekat yang sadar kejanggalan si ibu ini. Lalu selama masa persidangan semoga si ibu ini dikasih psikiater or psikolog.

2 tahun yang lalu
Suka
Balas
3

Sebagai ibu baru dengan keluarga utuh yang sangat supportif (suami, orang tua, dan mertua) saja mengurus anak itu sulit banget. Emosi bisa naik turun setiap saat.


Apalagi kondisi si tersangka ini sih. Tidak membenarkan tindakan kriminal yang dia lakuin. Tapi kalau memang kondisi dia yang diberitakan itu benar, saya merasa itu bukan sepenuhnya salah dia, tapi ada andil suaminya, keluarganya, dan lingkungan sekitar juga.

2 tahun yang lalu
Suka
Balas
4
@Mulyanamaulina

setuju mas Mulyanamaulinabagaimana pun ada andil orang lain sampai akhirnya dia seputus asa itu untuk menjalani hidup.

2 tahun yang lalu
Suka
Balas
1

Mungkin ini masalah yang berbeda tapi agak mirip. Saya punya teman yang pernah mengalami baby blues, sejak awal kehamilan dia memang banyak masalah dari sering pendarahan sampai harus lahiran prematur.


Anaknya lahir prematur dengan berat badan rendah, bayinya kuning, dia sendiri tidak bisa IMD karena ASInya tidak keluar. Dia stress berat, ditambah banyak keluarga, bahkan mertua dan ibunya sendiri yang mengeluarkan kalimat-kalimat yang bikin dia semakin stress.


Saat itu saya sebegai salah satu teman terdekatnya juga tidak menyadari hal ini, dia juga nggak cerita, dia pendam sendiri stressnya selama sebulan pertama. Di bulan kedua dia mulai sedikit terbuka, dia cerita gimana orang-orang sekitarnya sering membuat dia tertekan, apalagi kalau menyangkut dia yang ngasih susu formula ke anaknya, bukan ASI ekslusif.


Saya cuma bisa dengarin ceritanya, makin lama dia makin terbuka, katanya dia kok kadang benci banget sama anaknya, kadang ada pikiran pengin anaknya mati aja "gua nggak ngerti kenapa ada pikiran itu, padahal sumpah sayang banget sama anak gua" gitu katanya.


Saya satu-satunya teman yang dia terbuka sama masalah ini, bukan satu-satunya sahabat dia sih, tapi dia bilang nggak ada keberanian buat cerita "aib" begini ke orang lain walaupun dekat. Saya mulai merasa dia harus cari bantuan profesional, saya saranin dia untuk ke psikolog, tp dia menunda-nunda terus.


Akhirnya dia baru ke psikiater setelah anaknya usia sekitar 3 bulan, ternyata dia mengalami postpartum.

2 tahun yang lalu
Suka
Balas
5
@Amel

Saat berita soal ibu bunuh anak ini keluar saya ngobrol dengan teman saya ini. Saya bilang persis seperti pertanyaan Merah Arunika"kok bisa yah?"

Lalu teman saya ini jawab "tekanan keadaan bisa membuat penyakit mental itu nyata lho, gua merasa ngerti sih kondisi dia. Bukan karena nggak sayang anak."

2 tahun yang lalu
Suka
Balas
4
Temukan komunitas Anda
Jelajahi berbagai jenis komunitas yang ada dan paling sesuai dengan kondisi kesehatan yang Anda hadapi.