backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

3

Tanya Dokter
Simpan
Konten

Skizofrenia

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri · General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Ihda Fadila · Tanggal diperbarui 25/05/2023

Skizofrenia

Skizofrenia termasuk penyakit mental yang memengaruhi wanita dan pria dengan sama rata. Namun, dalam banyak kasus, pria merasakan gejala skizofrenia lebih awal dibandingkan wanita. Simak penjelasan lengkap tentang kondisi ini dalam artikel berikut.

Apa itu skizofrenia?

Skizofrenia adalah kondisi mental serius yang memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku penderitanya.

Orang dengan schizophrenia umumnya mengalami psikosis di mana penderitanya tidak dapat menafsirkan realita secara normal. Dengan kata lain, penderita penyakit ini tidak bisa membedakan mana khayalan dan kenyataan.

Tak hanya itu, seseorang yang mengalami penyakit ini pun kerap memiliki perilaku yang tidak teratur, yang dapat mengganggu aktivitas sehari-harinya. Hal itu yang menyebabkan penderita skizofrenia sering disebut “gila”.

Seberapa umumkah penyakit ini?

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan skizofrenia merupakan kondisi mental kronis dan serius yang memengaruhi sekitar 20 juta orang di dunia.

Seseorang dengan kondisi ini 2 – 3 kali lebih mungkin meninggal lebih awal daripada populasi umum, karena kondisi medis serius lain yang sering terjadi bersamaan, seperti penyakit jantung atau diabetes.

Perlu Anda ketahui

Skizofrenia umumnya terjadi dalam jangka panjang. Artinya, seseorang dengan kondisi skizofrenia perlu mendapatkan perawatan seumur hidup untuk dapat mengontrol gejala, mencegah komplikasi, serta membantu menjalani aktivitas sehari-harinya.

Jenis skizofrenia

Ada beberapa jenis atau tipe skizofrenia yang mungkin terjadi pada seseorang sebagai berikut.

1. Skizofrenia paranoid

Sebagai jenis yang paling umum terjadi, gejala paling khas dari skizofrenia paranoid ini yaitu delusi dan halusinasi akan suatu ketakutan tertentu (waham paranoid).

Tidak hanya itu, penderita kondisi ini tidak dapat mengendalikan perilakunya. Akibatnya, pengidap skizofrenia paranoid sering berperilaku tidak pantas, sulit mengendalikan emosi, hasrat, serta keinginannya.

2. Skizofrenia katatonik

Kebalikan dari paranoid, skizofrenia katatonik termasuk jenis yang paling langka. Kondisi ini umumnya ditandai dengan gerakan yang tidak biasa, terbatas, dan tiba-tiba.

Penderitanya mungkin sering beralih dari sangat aktif ke sangat diam dan sebaliknya. Mereka pun mungkin tidak banyak bicara, tetapi juga sering meniru ucapan atau gerakan lain.

3. Skizofrenia tidak terdiferensiasi

Jenis ini ditandai dengan berbagai gejala dari tipe skizofrenia lainnya. Penderitanya mungkin menjadi tidak banyak bicara atau mengekspresikan diri, tetapi mereka juga bisa menjadi bingung atau paranoid.

4. Schizoaffective disorder

Penderita schizoaffective disorder umumnya mengalami delusi (waham) dan gejala skizofrenia lainnya, tetapi juga disertai dengan satu atau lebih gejala gangguan mood. Ini termasuk depresi serta mania atau hipomania.

Tanda dan gejala skizofrenia

Gejala skizofrenia pada dasarnya bervariasi berdasarkan jenis dan tingkat keparahannya. Meski demikian, ada beberapa tanda dan gejala skizofrenia yang paling khas di bawah ini.

1. Halusinasi

Gejala halusinasi ini biasanya ditandai dengan sering mendengar, melihat, mencium, atau merasakan hal-hal yang tidak nyata.

Namun, di antara semuanya, mendengar suara yang tidak nyata merupakan tanda yang paling sering terjadi.

2. Delusi

Penderita skizofrenia kerap memiliki keyakinan kuat akan suatu hal yang salah, seperti merasa orang lain ingin mencelakakan atau membunuh dirinya.

Gejala yang satu ini akan berdampak langsung pada perilaku pengidapnya.

3. Pikiran kacau dan ucapan membingungkan

Orang dengan kondisi ini sering kesulitan untuk mengatur pikiran mereka. Mereka mungkin tidak memahami apa yang Anda bicarakan saat Anda mengajaknya berbicara.

Bahkan ketika berbicara, mereka sering mengeluarkan ucapan yang tidak masuk akal dan terdengar membingungkan.

4. Masalah kognitif

Ini termasuk masalah dalam perhatian, konsentrasi, dan memori.

Penderita skizofrenia umumnya mengalami gejala berupa sulit fokus dan konsentrasi serta tidak dapat memproses informasi untuk membuat keputusan dengan baik.

5. Gerakan yang tidak teratur

Beberapa orang dengan kondisi ini sering nampak gelisah atau melakukan hal-hal yang konyol seperti anak kecil.

Mereka juga sering kali melakukan gerakan yang sama berulang kali atau berlebihan.

6. Gejala lainnya

Selain itu, gejala skizofrenia lainnya juga dapat meliputi hal-hal di bawah ini.

  • Kurangnya minat pada hal-hal yang dulunya sangat disukai.
  • Tidak peduli terhadap kebersihan dan penampilan diri.
  • Penarikan diri dari lingkungan sosial, seperti teman dan keluarga.
  • Susah tidur atau pola tidur yang berubah.
  • Sangat sensitif dan memiliki perubahan suasana hati (mood swing) atau mood yang tertekan.
  • Tidak responsif terhadap lingkungan sekitar
  • Kurang motivasi dalam menjalani hidup, termasuk untuk menjalin hubungan dengan orang lain.
  • Kesulitan untuk mengekspresikan dan memperlihatkan emosi.
  • Ketakutan akan tempat umum yang ramai.
  • Paranoid, seperti kecemasan berlebihan, percaya dirinya mempunyai kemampuan khusus atau mengidap penyakit tertentu yang sebenarnya tidak ada pada dirinya.

Ciri-ciri tersebut terkadang sulit dikenali karena umum terjadi terutama pada remaja. Akibatnya, banyak orang menganggap jika gejala tersebut lumrah selama fase remaja.

Pada pria, gejala penyakit ini biasanya dimulai pada awal pubertas hingga pertengahan usia 20. Sementara pada wanita, gejala biasanya dimulai pada akhir usia 20-an. Adapun anak-anak dan lansia di atas 45 tahun jarang memiliki kondisi ini.

Kemungkinan ada beberapa tanda dan gejala yang tidak disertakan di atas. Apabila Anda memiliki kekhawatiran tentang gejala tertentu, segera konsultasikanlah ke dokter Anda.

Kapan harus periksa ke dokter?

Dalam banyak kasus, orang dengan kondisi mental ini biasanya tidak menyadari jika mereka memiliki skizofrenia dan membutuhkan pengobatan.

Oleh sebab itu, jika Anda mencurigai seseorang di sekitar Anda menunjukkan gejala seperti yang disebutkan di atas, segera ajak ia ke dokter.

Pasien mungkin akan berontak dan mencoba untuk lari. Jadi Anda harus berdiskusi dengan pihak rumah sakit atau ahli jiwa untuk mengusahakan upaya pengobatan yang aman bagi pasien.

Penyebab skizofrenia

Sampai saat ini, para ahli belum mengetahui apa yang menyebabkan seseorang mengalami skizofrenia. Meski demikian, para peneliti percaya bahwa ada beberapa hal yang dapat memicu penyakit ini.

Berikut beberapa hal yang dapat menjadi penyebab skizofrenia.

1. Masalah dengan keseimbangan kimia di otak

Kadar zat kimia dalam otak bernama dopamin (dopamine) dan glutamat di dalam otak yang tidak seimbang diyakini para ahli bisa menyebabkan penyakit ini.

2. Perbedaan struktur otak

Studi pemindai saraf otak menunjukkan perbedaan dalam struktur otak dan sistem saraf pusat orang dengan penyakit ini. Para peneliti tidak yakin mengapa hal tersebut bisa terjadi, tetapi mereka menyebutkan bahwa gangguan kejiwaan ini terkait dengan penyakit otak.

3. Genetik

Faktor genetik atau keturunan bisa menjadi penyebab skizofrenia. Jadi, jika salah satu keluarga inti Anda terkena penyakit ini, Anda berisiko tinggi mengalami hal yang serupa.

4. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang mungkin menjadi penyebab antara lain infeksi virus, kekurangan nutrisi ketika masih dalam kandungan, atau berada di lingkungan yang penuh tekanan hingga mengakibatkan stres.

5. Obat-obatan tertentu

Penyalahgunaan obat-obatan terlarang, seperti narkotika disebut dapat menjadi penyebab skizofrenia.

Faktor risiko skizofrenia

Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit ini. Berikut faktor risiko skizofrenia yang dimaksud.

  • Terdapat keluarga dengan riwayat schizophrenia.
  • Infeksi virus, keracunan, dan kekurangan gizi saat masih di dalam kandungan khususnya pada usia kandungan 6 bulan pertama.
  • Konsumsi obat-obatan yang mengubah pikiran (psikoaktif atau psikotropika) selama masa remaja dan dewasa muda.
  • Penderita penyakit autoimun.

Diagnosis skizofrenia

Untuk mendiagnosis penyakit ini, dokter akan menanyakan riwayat medis serta melakukan beberapa tes guna memastikan gejala yang muncul bukan karena penyalahgunaan zat atau kondisi medis lainnya.

Beberapa pemeriksaan yang umum dilakukan dokter untuk mendiagnosis skizofrenia yaitu di bawah ini.

  • Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu memastikan ada tidaknya masalah lain yang dapat menyebabkan gejala.
  • Pemeriksaan darah lengkap. Tes ini juga dilakukan untuk mengenyampingkan kondisi medis lain yang mungkin jadi sumber gejala. 
  • Tes pencitraan, seperti MRI atau CT scan, untuk melihat ada tidaknya kelainan pada struktur otak dan sistem saraf pusat pasien.
  • Evaluasi kejiwaan. Dokter atau ahli kesehatan mental akan memeriksa status mental pasien dengan mengamati penampilan, pikiran, suasana hati, serta diskusi tentang keluarga atau pengalaman pribadi pasien.

Pengobatan skizofrenia

Orang dengan skizofrenia bisanya dirawat oleh psikiater dan psikolog. Dalam banyak kasus, perawatan di rumah sakit jiwa diperlukan agar kebersihan, nutrisi, serta keamanan pasien terjamin.

Secara umum, beberapa pilihan pengobatan untuk penyakit skizofrenia adalah sebagai berikut.

1. Konsumsi obat skizofrenia

Obat-obatan memegang peranan penting untuk membantu mengendalikan gejala penyakit ini. Adapun obat skizofrenia yang biasa diresepkan adalah antipsikotik, yang bekerja dengan memengaruhi dopamin di dalam otak.

Penggunaan obat skizofrenia dapat digunakan lewat oral atau suntikan. Jika gejala tergolong ringan, dokter akan memberikan obat oral.

Namun, jika pasien mengembangkan gejala parah sehingga sulit untuk dikondisikan, dokter akan memberikan obat melalui injeksi atau suntikan.

Secara umum, antipsikotik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu antipsikotik generasi pertama dan generasi kedua.

Antipsikotik generasi kedua umumnya lebih sering diresepkan dokter karena memiliki risiko efek samping yang lebih rendah daripadai antipsikotik generasi pertama.

Dokter Anda juga mungkin akan meresepkan obat lain, seperti antidepresan atau obat antikecemasan.

Selalu konsultasi ke dokter tentang manfaat dan efek samping dari obat apa pun yang diresepkan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang serius.

2. Pengobatan psikososial

Setelah diberikan obat-obatan, penderita skizofrenia umumnya membutuhkan pengobatan atau terapi psikologis dan sosial (psikososial).

Jenis pengobatan ini dapat membantu penderita schizophrenia untuk menjalankan aktivitas sehari-hari, termasuk bekerja, sekolah, melakukan kegiatan sosial, hingga menjalin hubungan.

Bentuk dari pengobatan psikososial bisa beragam, di antaranya terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy/CBT).

Ini untuk membantu menemukan pola pikir yang lebih realistis, pelatihan keterampilan perilaku, terapi individu, pelatihan keterampilan sosial, terapi keluarga, serta rehabilitasi untuk mendukung pekerjaan.

Perawatan skizofrenia di rumah

Berikut gaya hidup dan perawatan rumahan yang mungkin dapat membantu Anda mengatasi penyakit skizofrenia.

  • Merawat pasien skizofrenia di rumah dengan membantunya minum obat secara teratur sesuai resep, termasuk tidak mengganti obat tanpa sepengetahuan dokter.
  • Saat halusinasi muncul, cobalah untuk mengabaikan halusinasi itu dengan memfokuskan pada hal lain, seperti membaca buku, mendengarkan musik, berdoa, atau berbicara dengan teman.
  • Mengikuti berpartisipasi dalam program atau aktivitas yang dianjurkan. Pertimbangkan untuk ikut dalam support group pekerja sosial.
  • Menghindari konsumsi alkohol karena dapat menghambat efek obat skizofrenia.
  • Jangan membiarkan anggota keluarga yang mengidap penyakit ini merasa tertekan. Stres, kurang tidur, pola makan yang tidak seimbang, dan kafein dapat menyebabkan gejala kambuh.
  • Menghubungi dokter apabila Anda atau keluarga Anda mendengar suara, merasa paranoid atau memiliki pikiran-pikiran yang aneh.
  • Segera berkonsultasi pada dokter apabila Anda atau anggota keluarga Anda kurang tidur, terlihat depresi, atau mempunyai perasaan ingin bunuh diri.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Tania Savitri

General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Ihda Fadila · Tanggal diperbarui 25/05/2023

advertisement iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

advertisement iconIklan
advertisement iconIklan